Mohon tunggu...
Adisty Ajah
Adisty Ajah Mohon Tunggu... lainnya -

apa adanya aja...melow2 kaya marsmallow...tampilan PUNK hati PINK ^_^ but, this is me!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hari Pertamaku Mengajar di SLB Ar-Rachman

15 Februari 2012   02:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:38 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari pertama ku…

Aku berdiri di depan cermin, hari ini adalah hari pertamaku mengajar di SLB Ar – Rachman demi menyelesaikan tugas kuliah ku. Teringat perkataan Ratna, teman sekelompok ku dalam tugas kuliah ini, “Kamu jangan sampai tidak datang lagi Mesh. Kamu belum lihat kan anak – anak di SLB nya kayak gimana? Tahu kan waktu itu aku sempat hampir diludahi salah seorang anak, jadi jangan kaget yah nanti! Hehehe...” ucapnya mengingatkan seraya terkekeh mengejek Ku. Hari ini aku pasti datang, tapi ternyata aku datang sedikit telat, karena hujan dan harus menemani Teh Fitri membeli keperluan untuk wisuda.

”Bang, turun di Ar – Rachman yah!” kata Ku pada seorang kenek bis yang aku tumpangi. ”Hah? Udah lewat Neng...” seraya ia memberi kode kepada supir untuk berhenti. Lalu ia menunjuk ke gedung yang berada di seberang jalan, aku pun turun. Beruntunglah aku bertanya disaat yang tepat, jadi aku tidak terlalu jauh kelewatan. Aku pun berjalan masuk ke sebuah gedung sekolah bersebelahan dengan Masjid yang bertempat di kawasan Manggarai. Aku celingak – celinguk mencari dimana letak SLB Ar – Rachman, dengan sedikit takut. Dalam bayanganku di SLB itu pasti penuh dengan anak – anak yang berwajah aneh dan sedikit membuatku takut. Lalu, aku meng- SMS Ratna.

Tak lama Laras yang bertumbuh gempal, teman sekelompok ku juga datang menjemputku yang tengah menunggu. ”Ayo masuk!” aku pun mengikutinya, ternyata gedung SLB itu terletak dibelakang Masjid tersebut. Entah mengapa aku merasa ironis sekali, disebelah gedung ini terdapat SMP yang berdiri dengan tegaknya, sementara itu ada sebuah gedung tingkat kecil yang seperti terpojokan diposisikan dibelakang Masjid dan dekat dengan tempat Wudhu dan WC tamu, serta beberapa deret kamar yang aku tebak sebagai mess bagi para pengurus Masjid, karena di depan pintunya ada tulisan ”Imam Masjid”, Ya! Gedung yang sedikit terpojokan itu adalah Gedung SLB yang aku cari! Pantas saja aku kelimpungan mencari teman – temanku, karena di bagian depan sekolah luar biasa ini hanya terdapat kantor guru dan beberapa kelas anak TK Luar biasa dan tentu saja tidak tampak teman – temankku disana tadi ketika aku mencari.

”Adik – adik, kenalin ini namanya Kak Prameswari, panggil aja Amesh. Dia juga akan mengajar kalian disini. Oke?”, Ratna mengenalkan aku pada anak – anak murid pilihan yang akan kami ajar menari. Aku tersenyum dan menyapa mereka. Sesaat aku melihat penampilan mereka, tidak seperti anak yang tidak normal. Mereka tampak seperti anak biasa pada umumnya, tapi setelah beberapa lama baru aku menyadari dimana letak keistimewaan dari mereka sehingga mengharuskan mereka bersekolah di SLB tersebut. Lalu aku keluar menuju kelas sebelah, disana ada Nova, Tiwi dan Ina yang tengah mengajar juga. Mereka juga merupakan teman sekelompokku, kami ber – enam. Berbeda dengan kelas sebelah yang merupakan kelas Tuna Grahita ringan, kini kelas yang aku masuki adalah kelas Tuna Rungu. Aku hanya bisa melihat saja, maklum, memang ini adalah hari pertamaku disini, tapi tidak bagi mereka, teman sekelompokku yang lain. Aku memperhatikan gerakan yang diberikan oleh Nova kepada mereka, ini adalah pertemuan ke dua mereka, atau ketiga? Entah. Aku lupa. Haha.

Lalu aku kembali ke kelas Tuna Grahita atau biasa disebut kelas C, dan kelas B untuk Tuna Rungu. Tak lama ada seorang lelaki separuh baya masuk ke kelas kami, lalu aku dikenalkan oleh Ratna. ”Oh...ini yang satu lagi?” tanyanya seraya mengulurkan tangan dan tersenyum ramah. Pak Hardi, beliau adalah guru SLB Ar – Rachman yang juga akan menjadi guru pembimbing kami. Sosoknya sangat ramah dan menunjukan seorang guru sejati. Mengingatkan aku pada sosok Oemar Bakrie. Haha...aku tertawa dalam hati.

Lalu aku segera mencoba membiasakan diri untuk berhadapan dengan mereka, membantu Ratna dan Laras yang lebih dulu telah mengajar. Cukup sulit mengajar mereka menari, maklum kemampuan mereka memang tidak bisa disamakan dengan anak biasa, mereka cukup lama menangkap gerak yang kami berikan. Kami harus mengulang berkali – kali dan berusaha untuk membuat mereka paham dengan gerakan yang kami maksud. Pada mulanya mereka sangat susah untuk bergerak, mungkin malu. Kami memakluminya dan bersabar untuk mengajari mereka. Kami tidak memberikan banyak gerakan tambahan untuk hari ini.

Tidak lama kami pun usai mengajar, tampak anak – anak sudah kelelahan. Kelas C dan kelas B berkumpul di kelas, duduk melingkar, sejenak aku pikir akan melakukan apa kami ini. Ternyata, kami akan berdoa bersama. Mereka berdoa dengan lancar secara bersama – sama, Rahmat salah seorang anak kelas C tingkat SMA yang bertubuh gempal itu memimpin doa dengan baik dan juga sedikit menggunakan bahasa isyarat untuk memandu anak kelas B. Aku salut padanya, ia sedikit banyak menguasai bahasa isyarat. Jika dilihat dari keseluruhan Rahmat tampak biasa saja, tidak ada kekurangan apapun, tapi entahlah. Kami pun bersalaman untuk pamit pulang.

Sampai di depan gerbang aku dan teman – teman tengah menunggu bis sambil membeli roti goreng yang cukup menggugah selera kami, lapar juga habis mengajar. Rahmat berhenti di depan kami dengan motor matic yang ia kendarai, sedikit bercakap – cakap dengan kami. Lalu ia dengan senang hati menawarkan diri untuk mengantarku sampai shelter busway, kebetulan sekali aku memang sedang buru – buru. Ada latihan bola hoki di kampus.

Sungguh pengalaman yang sangat tidak bisa terlupakan. Ternyata tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan baru ku ini, anak – anak murid disini ramah dan menyenangkan. Aku senang bertemu dengan mereka. Banyak hal yang aku dapat dari pertemuan pertamaku ini, aku masih harus banyak bersyukur. Sangat! Aku tidak sabar untuk menanti pertemuan selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun