Untuk saya yang dulu pernah hidup di Pesantren, mendengar kata Amerika adalah sesuatu yang alergi, terkadang bisa sangat benci. Namun hari ini saya mencoba menghadiri acara penting, undangan teman-teman saya yang difabel (tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada teman-teman). Kami sering beraktifitas bersama di Barrier Free Tourism dengan berjalan-jalan sambil menguji fasilitas publik sekaligus mengajak orang sekitar berinteraksi dengan para difabel, dan mengerti bagaimana mereka beraktifitas sehari-hari. BFT telah banyak melakukan aksi bersama, tak terkecuali dengan Bapak Jokowi dan Bang Ahok yang mengikuti aktifitas kami, salah satunya pernah jalan-jalan bersama dengan Trans Jakarta, Commuter Line dan Kopaja sambil menuju Kota Tua. Hal itu dilakukan teman-teman lebih pada untuk saling berinteraksi dan memahami satu sama lain. Begitu juga hari ini bersama Mas Habibi, Pak Bunyamin, teman-teman kami yang berkursi roda menghadiri salah satu sahabat kami Sri Lestari yang akan dinobatkan sebagai inspirator 'dengan kursi rodanya keliling Indonesia' di Tugu Proklamasi 13 Oktober 2014 Jam 8 Pagi.
Mungkin bila kita baru membaca judulnya dan anti Amerika, maka sulit menerima kelanjutan tulisan ini. Namun dengan segala kerendahan hati, saya mencoba merasakan dan mendalami setiap pribadi yang begitu semangat menghadiri acara penganugerahan kepada seorang perempuan tangguh, yang bila kita lihat secara fisiknya sangat jauh dari kesempurnaan. Namun ruang gelap yang telah menjadi kisahnya 18 tahun kemudian disentuh oleh semangat salah satu negara yang memprioritaskan isunya tentang nasib orang-orang seperti ini. Negara yang sangat jauh dari kita, namun mampu membaca dirinya dan kebutuhan dunia. Negara inilah kemudian memproklamirkan dirinya untuk memilih semua manusia yang mengalami kehidupan seperti ini (difabel) adalah bagian dari dirinya, Amerika. Dan mereka memasukkan isu difabel ini di Kementerian Luar Negerinya, demi menolong semua manusia sampai di pelosok dunia yang salah satunya adalah Sri Lestari.
Inilah yang nampak dan saya lihat dalam acara penganugerahan kepada ‘Sri Lestari Inspirational Journey 2014’, yang mungkin untuk sebagian orang melihat Sri adalah keterbatasan. Namun dengan semangat yang disuntikkan oleh tangan-tangan hangat dan lembut dari gerakan dan kebijakan ini, telah menghantarkan Sri yang tak bisa melangkah bisa mengelilingi Indonesia. Terasa betul apa yang menjadi kebijakan Amerika dalam melihat begitu banyak orang yang berada dalam situasi sama seperti Sri, kemudian menjadikan mereka seperti warga negaranya, orang-orang yang pantas diangkat dan di perlakukan sama seperti manusia lainnya. Sangat pantaslah kiranya kita memberi apresiasi kepada Amerika yang mau mengangkat warga negara kita sendiri menjadi bagian yang tak terpisahkan dari warga dunia. Rasanya disini semua warga dunia menjadi satu emosi, satu saudara bahkan menjadi satu keluarga yang saling peduli dan mengasihi, meski terpisahkan dengan perbedaan nama dan negara.
Begitu juga yang saya rasakan dalam pidato Dubes AS Bapak Robert Blake, apa yang beliau sampaikan tentang Sri, begitu menginspirasi. Bagi Amerika dalam perjuangannya ingin dengan segala keterbatasan, kekurangan dan kelebihan yang ada, Amerika dan warga negaranya dapat hadir lebih banyak dan bermanfaat untuk seluruh dunia. Dan Sri telah memberi semangat yang sama kepada kami. Bahwa perjuangan manusia tidak ada yang terlambat untuk perubahan dunia yang lebih baik. Dan Sri, Amerika bersama Indonesia bergandengan tangan untuk menginspirasi semua manusia yang hidup terbatas untuk mulai bergerak dan berfikir diluar batas dengan kepedulian dan pertolongan kita semua.
Semangat Amerika dalam membangun jiwa setiap warga negaranya yang begitu kuat dan dalam memberi perhatian kepada orang seperti Sri 'begitu membanggakan', seketika itu saya seperti menjadi bagian dari warga mereka dan menjadi begitu semangat untuk ikut bergabung dalam gerakan kecil ini, namun rasanya dampak dan semangatnya hampir sama dirasakan oleh seluruh penduduk di dunia.
Semoga dengan cerita ini, menjadi pemula bagi kita yang membacanya, untuk berbagi kisah dan semangat untuk membangun dunia. Dan merasakan emosi dan kekuatan yang sama, seperti warga Amerika dalam memandang dunia. Meski untuk sebagian orang juga ada yang membenci Amerika, bagi saya sangatlah normal. Karena kita berada diberbagai belahan wilayah, dunia yang berbeda. Namun semangat untuk memelihara dan melestarikan kualitas hidup didunia ini adalah sama. Mari kita bergandengan tangan membangun kualitas hidup sesama, seperti Sri yang telah berkeliling Indonesia, membangkitkan semangat saudara difabelnya di Indonesia, dengan karya dan perbuatan yang nyata melalui UCP Roda Kemanusiaan. Jangan pernah berhenti memotivasi dan memberi inspirasi kata Sri.
Saya mengucapkan selamat dan terima kasih kepada Sri Lestari yang telah menggabungkan semua kepedulian dan semangat kita di Tugu Proklamasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H