Sesungguhnya pendekatan deep learning bukan hal baru bagi sebagian guru dan praktisi pendidikan. Namun dalam beberapa waktu terakhir istilah ini kembali viral media sosial dan menjadi perbincangan publik. Media mainstream pun tak mau ketinggalan dengan menjadikan istilah deep learning sebagai berita utama. Deep learning kembali menjadi diskursus publik kemungkinan karena dilontarkan oleh Mendikdasmen Prof. Abdul Mu'ti yang sejak awal pernyataannya menarik perhatian publik dan sedikit kontroversial.Tulisan ini mencoba untuk untuk mengulas komponen pendukung pendekatan deep learning, serta bagaimana seharusnya guru atau tenaga kependidikan bersikap.
Pendekatan deep learning merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk mendorong guru menjadi fasilitator bagi para siswanya. Sebagai seorang fasilitator, maka tugas guru memfasilitasi siswa agar belajar lebih efektif, bermakna, menyenangkan serta berdasarkan pengalaman kongkrit. Hasil akhir yang diharapkan adalah para peserta didik memiliki kemampuan dan keterampilan berkolaborasi, berkomunikasi, berpikir kritis serta berinovasi. Para guru lebih mengenal istilah ini dengan ketereampilan 4C. Pada dimensi lain, melalui pendekatan deep learning siswa juga diharapkan memperoleh pengalaman belajar global dan sekaligus mampu menyelesaikan problematika hidup dan kehidupan yang dihadapi sehari-hari. Harapan tersebut tentu sesuai dengan pendapat Michael Fullan, penulis buku, ahli pendidikan yang juga Co-Director dari inisiatif global New Pedagogies for Deep Learning (NPD. Pendapat Michael Fullan tersebut juga linier dengan apa yang disampaikan Fred D Davis (2019) dalam bukunya berjudul Deep Learning and Constructivism in Education. Dia memberikan definisi bahwa pendekatan deep learning merupakan proses pembelajaran yang menekankan pada kemampuan siswa untuk menghubungkan informasi baru yang diperoleh dengan pengetahuan yang telah dimiliki.  Hubungan tersebut bisa dalam bentuk konstruk baru atau cara baru yang bisa diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan nyata yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pendek kata, pendekatan deep learning merupakan kebalikan dari surface learning yakni pendekatan yang lebih menekankan pada hafalan.
Pendekatan deep learning merupakan sebuah proses pembelajaran yang dilakukan secara holsitik dan komprehensif. Holistik karena harus dilakukan secara menyeluruh, tuntas dan berdampak langsung pada perilaku peserta didik. Komprehensif karena dilaksanakan secara berkesinambungan melalui perencanaan yang matang, melibatkan seluruh panca indera baik fisik maupun psikis. Karenanya untuk mengimplementasikan pendekatan deep learning dibutuhkan guru yang mampu bekerja maksimal dan professional. Guru bukan saja dituntut untuk bersungguh-sungguh, namun juga bekerja keras. Pada saat yang bersamaan, menyukai tantangan. Tanpa kerja keras, kesungguhan maka hasilnya tentu tidak sesuai dengan harapan.
Pendekatan deep learning membutuhkan tiga pilar penyokong. Pembelajaran harus berpusat pada aktivitas belajar ( mindful learning ), pembelajaran harus bermakna (meaningful learning) serta suasana pembelajaran yang menyenangkan ( joyful learning). Hal ini tentu sesuai dengan pendapat Paul Ramsen dalam bukunya yang berjudul To teach in Higher Education (1992) yang menyebutkan melalui deep learing siswa akan diberikan kesempatan untuk bukan saja mengingat informasi yang diperolehnya, namun juga diberikan ruang untuk mengimplementasikannya dalam beragam konteks.
Dalam pendekatan deep learning guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar. Pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar identik dengan pembelajaran minim disrupsi, sebuah pendekatan yang telah diperkenalkan dalam Kurikulum Merdeka. Pembelajaran seperti ini akan mempercepat proses internalisasi konstruk baru dengan pengetahuan sebelumnya yang telah dikuasai oleh siswa. Dalam konteks ini maka dibutuhkan guru yang memahami karakteristik siswa. Guru yang piawai dalam menyusun seting belajar, serta guru yang menguasai materi yang diajarkannya. Kombinasi dari tiga kemampuan tersebut akan melahirkan guru yang konsisten dalam menjaga ritme dan dinamika proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian kelas akan menjadi dinamis, penuh diskusi, dan yang paling penting semua siswa merasa terpenuhi kebutuhan belajarnya. Pembelajaran inklusif pun akan terwujud.
Pembelajaran bermakna dapat dipahami sebagai sebuah proses pembelajaran dimana peserta didik diberikan kesempatan untuk memahami esensi dari materi yang dipelajari. Bukan hanya sekedar hapalan, namun peserta didik antusias untuk belajar karena merasakan adanya value atau nilai positif serta kebermanfaatan dari materi yang dipelajari untuk menuntaskan berbagai tantangan hidup dan kehidupannya. Mengajak siswa untuk melakukan praktik sederhana, mengamati lingkungan sekitar, melakukan simulasi, menjadikan teman sejawat, guru, atau orang lain sebagai sumber dan media belajar merupakan ciri-ciri pembelajaran bermakna. Pembelajaran bermakna membutuhkan guru yang mampu memposisikan diri sebagai fasilitator, yang mumpuni bukan saja karena memahami karakteristik peserta didik, namun juga kompeten pada materi yang diajarkan. Selain itu guru yang kaya inovasi khususnya dalam menggunakan sumber dan media belajar yang beragam.
Belajar yang menyenangkan jangan dimaknai sebagai sebuah proses orkestrasi dan dramatisasi pembelajaran dengan joged, tepuk tangan, gelak tawa,nyanyian yang berlebihan, atau guru lebih banyak memberikan ice breaking sebagaimana yang terjadi selama ini. Namun pembelajaran yang menyenangkan atau joyful learning hendaknya dimaknai dalam perspektif yang lebih luas. Sebuah proses pembelajaran yang peserta didiknya merasa aman, nyaman, terbebas dari tekanan fisik maupun psikis. Pembelajaran yang menyenangkan juga memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk menentukan caranya belajar, menentukan media dan sumber belajar sesuai dengan kebutuhan, potensi dan kesiapannya. Pembelajaran yang menyenangkan membutuhakn guru inovatif bukan saja menguasai tehnologi informasi, namun juga memiliki krativitas dalam menggunakan berbagai sumber dan media belajar. Pendekatan deep learning sejatinya sudah sangat akrab bagi guru. Kini tinggal mengoptimalkan sehingga benar-benar berdampak bagi siswa.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H