Namun kenyataannya saat ini masih sering ditemukan guru melaksanakan tugas hanya untuk memenuhi tertib administrasi.
Perangkat pembelajaran yang digunakan sudah up to date, lengkap, bahkan sangat komplit. Namun sayang, implementasinya di kelas berbanding terbalik dengan apa yang ditulis dalam perangkat pembelajaran.
Fenomena ini terjadi karena perangkat yang dimiliki guru bukan hasil kerja keras, kreatifitas, dan inovasi sendiri, namun copy paste perangkat pembelajaran guru di sekolah lain yang kondisinya 160 derajat berbeda. Fakta ini ini membuktikan masih ada guru yang kondisinya "lemah, loyo, lesu" dalam berkreativitas.
Jika saja guru telah mampu menunjukan komitmen dan kerja keras, maka sesungguhnya dia sudah menjadi sosok guru yang profesional.
Guru yang profesional bukan saja mampu mendedikasikan dirinya secara total dalam mengembangkan, menggali potensi anak didiknya, namun juga mampu membaca tanda tanda jaman.
Guru profesional juga ditunjukan dengan kemampuan untuk melakukan analisis baik kuantitatif maupun kualitatif tentang tantangan dan peluang yang ada di hadapannya.
Yang juga tak kalah penting guru profesional ditandai dengan kemauan untuk berkompetisi, terbuka, rendah hati dan menjadi sumber inspirasi bagi semua orang sebagaimana yang ditunjukan oleh Peter Tabichi.
Peter Tabichi membuktikan bahwa keterbatasan dalam segala dimensi tidak menghalangi orang untuk meraih prestasi kerja. Semangat dengan pengabdian tulus, dedikasi dan kerja keras, inovasi dan kreatifitas menjadi senjata ampuh.
Catatan: Tulisan ini disarikan dari Buku Dinamika Pendidikan dan Era Revolusi Industri 4.0 Karya Penulis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI