Program Merdeka Belajar yang digelar Kemendikbud Ristek  sejak tahun 2019 lalu hingga saat ini telah memasuki episode ke 22. Mendikbud Ristek, Anwar Nadiem Makarim berharap program ini akan menjadi alat transformasi pendidikan di tanah air.Â
Untuk mengakselari program merdeka belajar ini, lahir turunannya diantaranya program penggerak, kurikulum merdeka, Platform Merdeka Mengajar, digitalisasi pendidikan serta lainya. Lantas apakah transformasi yang diharapkan tersebut benar-benar telah bergulir? Catatan berikut sepertinya bisa dijadikan bahan evaluasi dan sekaligus refleksi untuk optimalisasi implementasi tahun 2023 mendatang.
Paradigma lama tentang lingkungan sekolah bagi sebagian siswa sangat identik dengan tugas berat yang harus diselesaikan, raut wajah guru yang "menakutkan", lingkungan sekolah yang "menyeramkan".Â
Dalam kondisi seperti ini maka jangan berharap proses pembelajaran dapat berjalan efektif. Dalam perspektif merdeka belajar manajemen sekolah melalui sosok kepala sekolah harus mampu mentransformasikan lingkungan sekolah menjadi lingkungan yang menyenangkan, menantang sekaligus menjadi ruang yang dipenuhi kreativitas dan inovasi siswa sesuai dengan potensi dirinya.Â
Nah, apakah perubahan tersebut sudah terjadi saat ini? Jujur harus diakui jika transformasi di satuan pendidikan masih belum menunjukan perubahan yang signifikan. Indikasi sosok kepala sekolah sebagai sosok pengatur masih sering ditemukan di sekolah.
Mereka belum mampu memerankan diri sebagai sosok pelayan siswa dan orang tua. Â Sebagian besar guru, belum mampu mentransformasikan dirinya dirinya dari pelaksana kurikulum menjadi pemilik dan pembuat kurikulum.Â
Ketika pembelajaran berlangsung belum semua guru mampu menjadikan dirinya sebagai katalis dan  fasilitator dari berbagai sumber pengetahuan melalui pengembangan pembelajaran sesuai kebutuhan siswa atau pembelajaran berdiferensiasi.
Jumlah guru penggerak di Bali memang masih relative kecil dibandingkan dengan jumlah guru keseluruhan. Namun demikian, jika dilihat dari mekanisme rekrutmen, pola pembinaan melalui Diklat yang harus dilalui oleh seorang guru penggerak, tak seorangpun yang meragukan kompetensi dan kapabelitas mereka.Â
Selain harus mampu menjadikan dirinya sebagai role model perubahan di sekolah, ada tiga misi yang diharapkan diimplementasikan oleh guru penggerak. Sebagai katalisator untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila, mentor/ pelatih bagi guru lain, serta mengembangkan praktik baik dalam rangka mentransformasi ekosistem pendidikan.
 Sebagian diantara mereka ( guru penggerak ) telah mampu menjadi motor penggerak, paling tidak di lingkungan terdekatnya. Namun sayang, masih cukup banyak diantara mereka yang belum sepenuhnya mampu mengagregasi ketiga misi tersebut. Pergerakan mereka meriah di  ruang-ruang virtual dalam satu entitas yang sama.Â
Peran guru penggerak ditunggu  ribuan guru di daerah pinggiran yang selama ini belum cukup beruntung. Keterbatasan sarana prasarana, menyebabkan guru di daerah pinggiran tersebut belum tersentuh dengan temuan-temuan baru bidang pendidikan.Â