Gundahku terus berlanjut.. maka kuputuskan untuk menenangkan diri di kota kelahiranku Palembang, bersama anak-anakku, Bani dan Titi. untuk sementara aku tinggalkan desaRangkat dan warnet yang aku kelola selama aku di Palembang aku titipkan pada D-wee dan Uleng, dua gadis itu sepertinya dapat dipercaya apalagi memang sudah biasa mereka menjaga Warnet Nyimas jika kebetulan aku ada kesibukan yang mengharuskan aku pergi dan tidak bisa menjaga warnet. dan di persembunyianku, aku berusaha untuk memahami apa yang tengah berkecamuk di hatiku dan membuat diriku merasa berada pada ruang tanpa batas yang memberikan airmata bagai air bah di pipiku sehingga membuat orang-orang disekelilingku bertanya-tanya sementara kedua anakku ikut ketuleran sedih, yaaa bisa dimaklumi mereka kan buah hatiku, jadi jika hati ini sedih, buah-buahnya akan ikut bersedih.. "mama...." peluk anakku Titi yang mendapatiku duduk sendiri menatap tarian daun-daun mangga yang tumbuh di teras depan rumah warisan mama-papaku.. "ado apo Ti ?" aku menatap bola matanya yang bening, raut mukanya kurang ceria.. aaah ini tentu gara-gara gundahku. "mama dak boleh sedih" katanya lembut dan menyelusupkan kepala mungilnya ke dalam pangkuanku. "mama dak sedih..." aku berusaha menutupi kepahitan yang kutelan beberapa hari belakangan ini. "iya.. mama dak boleh sedih nanti sakit lagi.." tiba-tiba suara berat terdengar dari belakangku. aku menoleh, suamiku. sejak kapan dia berada di sana.. dan mungkin surat yang kutinggal di meja hiasku membuat dia menyusulku ke sini.. aku memang tidak pamit langsung, dia terlalu sibuk dengan bisnis yang beberapa waktu lalu sempat terhambat oleh ulahku.. sehingga ketika aku pergi dia tidak ada di rumah mungil kami, dia menginap di rumah saudara lelakinya yang memang ada ikatan kerjasama dengan bisnis yang tengah digelutinya tersebut. "mama.. papa mengerti alasan mama.. mama tidak perlu sedih lagi. papa tidak marah sebenarnya hanya mengatakan bahwa apa yang mama lakukan itu bisa membuat langganan kita kecewa. walau bagaimana semua pelanggan ingin orderannya cepat selesai..." katanya lembut. sesuatu yang termasuk jarang sekali aku temukan dari dia yang selalu sibuk dan sibuk. "Iya... dan Tante da jangan terlalu jauh berpikir. kasihan Bani dan Titi kan te..." eeeh ada suara di samping Bani, dan di sana ada D-wee dan Uleng, mereka tersenyum padaku dan senyum itu begitu manis dan tulus.. "betul bunda.. " Uleng mengiyakan kata-kata D-wee.. Aku menoleh ke arah suamiku dan menatap mata  suamiku, dan suamikupun juga menatapku.. dipeluknya aku dari belakang.. Titi berhambur ke D-wee, Uleng, Bani dan bergabung dengan mereka.. "kami pulang ke desaRangkat dulu ya bunda.. Bani dan Titi biarlah bersama kami. Biar Tante Da dan Oom Tam.. tenang-tenang dulu disini.. tahun baruan.. berdua aja.." D-wee dan Uleng hampir berbarengan ngomong.. Selesaiiiii........ toek : temen2 di desaRangkat (kompasiana)... makasih banyak2 yaaaaa... terutama D-wee dan Uleng..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H