Mohon tunggu...
Abdul Hamid
Abdul Hamid Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Belajar lah terus sampai akhir hayat, dan berani untuk menerima tantangan yang ada Jangan Pernah Menyerah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Obrolan Tukang Ojeg (Jl. Jend Sudirman)

26 Juli 2012   08:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:36 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ojeg itu sebutannya, pria setengah baya duduk diatas motor tunggangannya, sembari sesekali menawarkan jasanya kepada orang-orang yang hilir mudik karyawan-karyawan yang berkantor di Jl. Jend Sudirman.

Ojeg....Ojeg....Ojeg bu....Ojeg pak...Ojeg Neng???begitu cara menawarkan nya. Dimana aku berada kurang lebih ada 4 sampai 5 tukang ojeg ditambah1 joki, ya maklum jl. Jend Sudirman kan kawasan TriInOne jadi banyak sekali joki di sana. Banyak sekali tingkah laku para pengojeg di sana ada yang bawel, ada yang selalu berkeluh kesah dan ada juga yang nyantai sambil ngantuk-ngantuk di bawah pohon di pinggiran jalan.

Ekonomi

Ternyata ngojeg tidak sembarang mengojeg ada prinsip -prinsip ekonominya juga, dari mulai jarak yang ditempuh plus kemacetan di Jakarta, biaya bensin yang dikeluarakan dan yang terpenting penghasilan buat keluarga. Uang 50 ribu bisa disebut belum ada apa-apanya menurut mereka, karena jajan anak sama buat belanja aja masih kurang cetusnya. Dari segi ekonomisnya tukang ojeg disini tidak mau punya langganan, karena walaupun penghasilannya sudah pasti tapi dibandingkan dengan mangkal kaya begini bisa jauh lebih besar dari pada langganan. Alasannya kalo langganan kan tiap harinya anatar jemput nah sedangkan kalo lagi mau jemput disini itu bisa lebih rame dan banyak pelanggan nah itukan bisa ilang berapa duit kalo hanya demi jemput 1orang.

Politik

Ternyata politik bukan hanya utuk kalangan atas aja, rakyat kecilpun harus dipaksa ikut berpolitik dalam bermasyarakat. Berhubungan dengan Pilgub Jakarta kemaren, tentang salah satu Balon (bakal calon)yang menjanjikan pendidikan gratis sampai 12 tahun, (tukang ojeg ini sambil tertawa sedikit sinis) alah omong doang kenyataanya mana boro-boro 12 tahun yang 9 tahun aja katanya masih bayar, belum ditambah buku-buku yang harus dipaksa beli, tambah -tambah ngebebani aja. Soalnya di daerah tempat dia tinggal (di Jawa Barat) itu bupatinya sering terjun langsung kesekolah jadi sebagian besar di wilayahnya biaya sekolah gratis ya walo baru 9 tahun. Nah yang paling lucunya waktu debat politik (biasa sambil ketawa yang agak ditahan) masa cagub yang satu ini ingin mengikuti jalan atau misi cagub yang lain, itu mah tidak inisatif masa mau ikut-ikutan. Sekarang mah rakyat kecil udah bisa milih mana yang bener-bener memperhatikan sama nindas. Di Jakarta ini banyak PKL eh...malah di gusur-gusurin, sekatrang mereka dah bisa milih. Memang di Jakarta itu kota bisnis sekecil apapun bisa di bisnisin, apa lagi huuu...soal perijinan tender-tender jangan tanya dah.

Ehhh... malah sekarang mau ikut-ikutan menertibkan PKL, kemaren kemana aja (ungkapnya). Namanya nertibkan itu ya di carikan tempat bukannya di gusur-gusurin .

Ketawa rasa dalam hati jika aku tau apa yang mereka pikirkan, karena sekarang rakyat kecil pun bisa bicara dan mengungkapkan aspirasinya. Jangan melihat orang dari latar belakang nya, baik ekonomi, sosial, budaya atau pun yang lainnya, karena dari hal-hal yang terkecil ini kita bisa jadikan bahan atau wacana kita berfikir jika ingin menjadi besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun