Hari Minggu lalu, sambil menyimak episode terakhir dari kelas dakwah yang dipandu oleh Ustad Weemar Aditya, guruku selama hampir setahun tersebut menutup kelas dengan sebuah kisah yang memotivasi kami untuk berdakwah, sebuah kisah dari Anthiokia yang diabadikan dalam surah Yasin.
Kisah tersebut memiliki latar waktu yang berdekatan dengan periode kenabian Nabi Isa 'Alayhissalam, yaitu saat 3 orang nabi diutus kepada sebuah kaum yang ketiga-tiganya ditolak secara mentah-mentah. Di tengah penolakan dakwah tersebut, datanglah seseorang yang sangat biasa saja, seseorang yang di dalam Al-Qur'an disebut hanya sebagai 'rojul' atau 'seorang laki-laki' saja tanpa disebut namanya. Seseorang yang meski bukan Nabi, tetapi memiliki frekuensi bicara yang sama dengan kaumnya.
Laki-laki itu berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku, kalian ikutilah para nabi-nabi yang telah diutus ini. Ikutilah mereka yang tidak meminta ganjaran kepadamu sedang mereka termasuk orang-orang yang mendapatkan petunjuk." Ucapan laki-laki tersebut, dakwahnya sosok yang bukan nabi melainkan hanya pria biasa tersebut, menggugah hati kaumnya.
Dakwah tersebut jugalah yang kesuksesannya tercium oleh para penguasa zolim yang menjadi pemimpin Anthiokia pada kala itu, sehingga laki-laki itupun dibunuh dengan sangat keji di hadapan kaumnya. Sebelum kematiannya, sosok tersebut berkata, "Mana mungkin aku tidak menyembah Allah yang telah menciptakanku sedangkan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan. Bagaimana mungkin aku menuhankan sosok selain Dia, sedangkan jika Dia menghendaki bencana atasku maka sungguh pertolongan sesembahan itu sama sekali tidak berguna untuk menyelamatkanku. Sungguh jika aku menyembah Tuhan selain Dia, maka aku pasti berada dalam kesesatan yang nyata" Kalimat tersebut ditutup dengan kalimat lain yang sama pamungkasnya, "Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu, maka dengarkanlah pengakuan keimananku."
Di akhirat nanti, laki-laki tersebut dituntun oleh malaikat menuju pintu surga, "Masuklah kamu ke dalam surga." Di sinilah plot penting dari nasihat yang akan disampaikan oleh Ustad Weemar, yaitu pada jawaban yang dilontarkan laki-laki tersebut ketika dia diizinkan untuk memasuki surga. Alih-alih bergegas masuk ke dalamnya, dia justru berkata, "Alangkah, andaikata dulu kaumku mengetahui atas dasar apa Tuhan mengampuniku dan menjadikan aku termasuk orang yang dimuliakan."
Atas dasar apa? Atas dasar dakwah yang dulu dia sebarkan meski harus disiksa oleh penguasa. Atas dasar dakwah yang dia senantiasa lakukan di dunia meski dahulu dia hanyalah lelaki biasa dan bukanlah seorang Nabi dengan macam-macam mukjizatnya. Semua kebaikan yang dia dapatkan di akhirat, dia terima atas ridho Allah akan dakwahnya di dunia.
Berdakwahlah meski kamu bukan siapa-siapa, bukan orang penting yang punya banyak title dan semacamnya. Berdakwahlah dengan cara yang kamu mampu, dan senantiasalah menjadi bagian di dalamnya meski hanya setitik kecil perjuangan. Berdakwahlah tanpa perlu menunggu hebat, itulah inti dari nasihat Ustad Weemar di episode akhir kebersamaan kami. Di penghujung kelas dakwah tersebut, seribu orang lebih menitikkan air mata dan saling menguatkan dalam memperjuangkan kembali kalimat Islam. Atas dasar dakwah yang kami usahakan, semoga Allah ridho sebagaimana Dia meridhoi sosok laki-laki dalam surah Yasin tersebut, sosok laki-laki yang dikenal dengan nama Habib An-Najr.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H