Mohon tunggu...
Afra Najla Hidayat
Afra Najla Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Manajemen Bisnis Syariah

Dakwah enthusiast.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Financial Mindset: Menata Pikiran Jauh Sebelum Menata Keuangan

18 Oktober 2023   21:22 Diperbarui: 18 Oktober 2023   21:33 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Fenomena pinjaman online atau pinjol hari ini sangat merebak dan banyak para generasi muda yang terjebak di dalamnya.  Pinjaman online adalah pinjaman yang dilakukan secara daring melalui aplikasi atau website dengan hanya menyertakan data pribadi seperti KTP, NPWP, foto selfie, dsb. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa pada Agustus 2023, nilai penyaluran pinjaman online telah mencapai Rp20,53 triliun. Fenomena pinjol ini membawa sejumlah dampak negatif, salah satunya adalah tingginya bunga atas pinjaman dan denda yang terus menerus naik jika peminjam tidak dapat mengembalikan pokok uang serta bunganya di tanggal jatuh tempo.

Dalam tayangan Yuk Ngaji berjudul YN Classroom dengan segmen Financial Mindset, Ustadz Felix Siauw, Ustadz Weemar Aditya, dan Tsis Alrasyid mengemukakan pendapat mereka mengenai pentingnya mengatur mindset perihal keuangan agar fenomena ini tidak terus menerus menyeret masyarakat Indonesia. Menurut Ustadz Felix Siauw selaku pemateri utama dalam tayangan tersebut, ada setidaknya 3 mindset yang harus ditanamkan perihal financial:

1. Needs Vs. Wants

Jebakan awal dari kapitalisme adalah ketika mereka berhasil menggeser makna keinginan dan menjadikannya sebagai kebutuhan meski sebenarnya tidak ada urgensi untuk memenuhi keinginan-keinginan tersebut. Maka pelajaran pertama dari financial mindset adalah memetakan kembali antara kebutuhan dan keinginan. Tentukan batas kecukupan yang kita butuhkan, pangkas semua hal yang tidak perlu menjadi beban sehingga ketika kita mendapatkan lebih dari batas cukup yang telah ditakar, maka kita akan bersyukur. Rasa syukur tersebutlah yang akan mengantarkan kita pada rasa tenang dan mengikis rasa ingin kita akan hal-hal yang sesungguhnya tidak esensial untuk hidup yang kita jalani.

Hikmah dari pelajaran pertama adalah mengetahui secara pasti apa visi yang sebenarnya ingin kita achieve di dunia, karena visi tersebut akan sangat menentukan kebutuhan yang harus kita wujudkan. Tentukan tujuan yang ingin dicapai sehingga kita tidak perlu terombang-ambing di antara leburnya batas antara keinginan dan kebutuhan.

2. To be (aset) Vs. To Have (liablitas)

Setiap hal atau barang yang kita beli adalah liabilitas, sehingga pelajaran kedua dari finacial mindset adalah mengubah liabilitas tersebut menjadi aset yang akan menambah pemasukan. 'To have' adalah barang yang kita miliki, sedangkan 'to be' adalah manfaat yang kita dapatkan atas barang tersebut dengan perantara kemampuan yang kita miliki. Seseorang yang tidak memiliki barang apapun tetapi selalu invest pada 'to be'-nya, maka tinggal menunggu waktu hingga dia menjadi seseorang dengan financial yang sehat. Sebaliknya jika seseorang hanya terus menerus menambah liabilitas tanpa pernah berinvestasi pada 'to be'-nya, tinggal menunggu resource-nya habis hingga perlahan-lahan semua liabilitas itu akan menggerogoti keuangannya. Contohnya begini: to have adalah ketika misalnya kita membeli sebuah kamera seharga 100 juta dengan spek super tinggi, to have tersebut hanya akan menjadi liabilitas apabila kamera canggih tersebut hanya digunakan untuk kegiatan memotret non-professional. Maka to be adalah ketika kita menggunakan kemampuan photography yang mumpuni dan memaksimalkan penggunaan fitur-fitur yang ada di kamera tersebut untuk menambah sumber financial yang kita miliki.

3. Produktif Vs. Konsumtif

Pelajaran terakhir dari financial mindset adalah soal utang. Selain dari utang wajib atau utang untuk bertahan hidup, maka jangan pernah berutang dan memberi piutang pada siapapun kecuali untuk keperluan produktif dan dalam kondisi yakin bahwa ada kemampuan yang kompeten agar utang tersebut bisa dilunasi. Jika utang tersebut diniatkan untuk keperluan konsumtif seperti membeli rumah, kendaraan, dll, maka ingat: cukuplah afford hidup yang mampu di-afford. Jadikan uang tersebut sebagai babu sebelum uang tersebut menjadikanmu sebagai babu.

Financial mindset adalah ketika kita memahami secara pasti bahwa kita lah yang harus mengendalikan harta, bukan harta yang mengendalikan kita. Hal tersebutlah yang menurut Ustadz Felix Siauw harus ditanamkan sebelum diajarkannya ilmu tentang financial management, akuntansi, budgeting, dll.

Dari pembicaraan tersebut, Ustadz Felix Siauw tiba pada kesimpulan bahwa sesungguhnya merasa kurang dan merasa lebih secara financial sesungguhnya adalah perkara immaterial. Seseorang bisa merasa kurang atau justru merasa cukup tergantung dari mindset yang dia miliki, sehingga hal yang harus dilakukan sebelum mengatur keuangan adalah mengatur mindset tentang keuangan tersebut. Pangkas pengeluaran, tambah pemasukan, dan bentengi diri dari jebakan yang meleburkan batas antara kebutuhan dan keinginan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun