Mohon tunggu...
Fras An
Fras An Mohon Tunggu... Freelancer - Rough Sea Makes A Good Captain

Lone wolf

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tes Kehamilan Siswi : Solusi atau Stigma

30 Januari 2025   13:00 Diperbarui: 30 Januari 2025   11:18 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : Dokumen Pribadi

Sebuah video yang memperlihatkan tes kehamilan terhadap puluhan siswi SMA di Kabupaten Cianjur menjadi viral dan menuai kontroversi. Pihak sekolah mengklaim bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk mencegah kenakalan remaja dan pergaulan bebas. Tes ini dianggap penting untuk memastikan bahwa tidak ada siswi yang hamil setelah libur panjang, mengingat maraknya kebebasan pergaulan dan kasus kehamilan remaja yang terjadi di sekolah tersebut (Kompas.com, 25 Januari 2025). Namun, alih-alih menjadi solusi, langkah ini justru menunjukkan pola pikir yang keliru dalam menghadapi permasalahan sosial di kalangan remaja.

Tes kehamilan bukanlah metode pencegahan yang efektif dalam menghadapi rusaknya pergaulan remaja. Pergaulan bebas tidak selalu berujung pada kehamilan, sehingga fokus hanya pada perempuan yang hamil merupakan bentuk bias dalam penanganan masalah. Faktanya, remaja laki-laki juga berperan dalam pergaulan bebas, namun kebijakan ini hanya menyasar perempuan sebagai objek pengawasan. Selain itu, pemeriksaan ini tidak menyentuh akar persoalan yang lebih luas, yaitu mengapa remaja terjerumus dalam pergaulan bebas dan apa yang menyebabkan mereka kehilangan batasan moral dalam berinteraksi.

Pendekatan yang digunakan dalam kebijakan ini mencerminkan teori Labeling Theory dari Howard Becker, yang menjelaskan bahwa seseorang yang diberikan label negatif oleh masyarakat cenderung menginternalisasi label tersebut dan berperilaku sesuai dengan ekspektasi tersebut. Dalam konteks ini, siswa perempuan yang diuji kehamilan dapat mengalami stigma sosial yang justru memperburuk kondisi psikologis mereka, tanpa benar-benar menyelesaikan masalah utama dari pergaulan bebas itu sendiri. Alih-alih memberikan solusi edukatif yang membangun kesadaran akan pentingnya menjaga pergaulan, kebijakan ini justru memperkuat stigma negatif tanpa memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang akar persoalan sosial yang ada.

Realitas ini mencerminkan bahwa sistem kehidupan sekuler kapitalisme telah membentuk pola pikir generasi muda yang jauh dari nilai-nilai agama. Sistem ini menanamkan konsep kebebasan individu yang mengutamakan kesenangan jasmani tanpa mempertimbangkan halal dan haram. Sekularisme menjauhkan generasi dari aturan Islam, sementara kapitalisme mendorong mereka untuk mengikuti hawa nafsu dengan dalih kebebasan berekspresi. Akibatnya, remaja tumbuh dalam lingkungan yang tidak memberikan bimbingan moral yang kuat, tetapi justru menormalisasi perilaku-perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Dari perspektif teori Social Learning Theory yang dikembangkan oleh Albert Bandura, perilaku menyimpang pada remaja juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial mereka. Bandura menjelaskan bahwa individu belajar dari lingkungan sekitarnya melalui proses observasi, imitasi, dan pemodelan. Dalam konteks ini, budaya permisif yang tersebar luas di media sosial dan hiburan modern menjadi faktor utama yang membentuk pola pikir remaja tentang pergaulan. Konten-konten yang mempromosikan kebebasan tanpa batas dan menggambarkan seks bebas sebagai sesuatu yang wajar, turut berperan dalam menormalisasi perilaku menyimpang di kalangan remaja.

Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur semua aspek kehidupan, termasuk tata pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Islam bukan hanya melarang pergaulan bebas, tetapi juga memberikan solusi konkret untuk menjaga kehormatan manusia dan mencegah terjadinya penyimpangan moral. Dalam sistem Islam, pendidikan tidak hanya berorientasi pada akademik, tetapi juga bertujuan membentuk generasi yang memiliki kepribadian Islam yang kokoh. Sistem pendidikan Islam menanamkan pemahaman yang benar tentang pergaulan, menjaga batasan antara laki-laki dan perempuan, serta mengajarkan nilai-nilai kesucian dan tanggung jawab sejak dini.

Solusi Islam dalam Menjaga Pergaulan Generasi Muda: Contoh dari Rasulullah dan Kekhilafahan

Sejak awal dakwah Islam, Rasulullah SAW telah menerapkan langkah-langkah untuk membentuk generasi yang memiliki pemahaman jelas tentang pergaulan yang benar. Salah satu langkah yang dilakukan Rasulullah adalah dengan menanamkan nilai ketakwaan pada individu sejak dini, sebagaimana sabda beliau, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim). Pendidikan dalam Islam bertujuan membangun ketakwaan individu agar memiliki kontrol diri yang tinggi dalam menghadapi godaan dunia, termasuk dalam interaksi dengan lawan jenis.

Pada masa Kekhilafahan, sistem sosial Islam diterapkan secara menyeluruh untuk menjaga kesucian pergaulan. Salah satu contoh nyata adalah pada masa Kekhalifahan Umar bin Khattab, di mana negara memiliki peran aktif dalam menjaga masyarakat dari perilaku menyimpang. Negara tidak hanya mengawasi interaksi antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga memastikan bahwa sistem pendidikan, ekonomi, dan hukum berjalan seiring untuk menciptakan masyarakat yang sehat secara moral.

Pada era Kekhalifahan Abbasiyah, misalnya, pendidikan berbasis akidah Islam telah diterapkan secara ketat. Madrasah-madrasah yang didirikan tidak hanya mengajarkan ilmu dunia, tetapi juga ilmu agama yang membentuk karakter siswa agar selalu berada dalam ketaatan kepada Allah. Konsep ini diperkuat oleh kontrol sosial dari masyarakat, di mana setiap individu memiliki peran untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan menjauhkan dari kemaksiatan.

Selain pendidikan dan kontrol sosial, Islam juga menerapkan sistem hukum yang jelas untuk mencegah pergaulan bebas. Dalam Islam, zina dan segala sesuatu yang mendekatinya dilarang keras. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32). Larangan ini ditegakkan dengan sanksi yang jelas dalam hukum Islam, bukan dengan metode reaktif seperti tes kehamilan yang tidak menyentuh akar masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun