Mohon tunggu...
Fras An
Fras An Mohon Tunggu... Freelancer - Rough Sea Makes A Good Captain

Lone wolf

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pagar Laut : Simbol Ambisi Tanpa Logika, Rakyat Jadi Korban

18 Januari 2025   23:19 Diperbarui: 18 Januari 2025   23:42 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/rwa.(SULTHONY HASANUDDIN)

Baru-baru ini, publik dikejutkan oleh keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang membentang di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Pagar ini terbuat dari bambu setinggi enam meter, dilengkapi dengan anyaman, pemberat, dan karung pasir. Namun, keberadaannya justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada manfaat. Tidak ada instansi pemerintah yang mengaku bertanggung jawab atas proyek ini. Bahkan, TNI Angkatan Laut bersama warga setempat akhirnya membongkar pagar tersebut karena dianggap mengganggu aktivitas nelayan dan tidak memiliki izin resmi (Kompas.com, 17 Januari 2025).

Keberadaan pagar laut ini memperlihatkan ironi dalam tata kelola pemerintahan. Bagaimana bisa sebuah proyek yang memakan sumber daya begitu besar berdiri tanpa kejelasan tujuan atau koordinasi? Masyarakat setempat yang berharap mendapatkan manfaat dari kebijakan negara justru dirugikan oleh proyek yang menghambat aktivitas mereka. Pagar ini bukan sekadar deretan bambu di atas air, melainkan simbol dari kebijakan yang gagal mewakili kebutuhan rakyat.

Pagar laut ini adalah cerminan nyata dari bagaimana penguasa saat ini menjalankan kebijakan tanpa visi yang jelas. Alih-alih menjadi pelindung bagi masyarakat, pemerintah justru terjebak dalam proyek-proyek yang lebih mementingkan simbolisme daripada dampak nyata. Tidak adanya instansi yang mengklaim tanggung jawab atas proyek ini menunjukkan lemahnya koordinasi di antara institusi pemerintah. Dalam sistem yang baik, setiap kebijakan harus melalui perencanaan matang, evaluasi dampak, dan pelaksanaan yang terkoordinasi. Ada spekulasi bahwa pagar ini mungkin terkait dengan proyek reklamasi atau pembatasan aktivitas nelayan untuk kepentingan tertentu (Kompas.com, 15 Januari 2025). Jika ini benar, maka ini adalah bukti lain dari keberpihakan pemerintah pada elite atau konglomerat yang ingin menguasai wilayah laut, sementara masyarakat kecil semakin terpinggirkan. Jika proyek ini menggunakan anggaran negara, maka ini adalah bentuk pemborosan yang tidak dapat diterima. Dana yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat malah dihabiskan untuk proyek yang tidak memiliki nilai strategis.

Pagar laut ini membawa dampak negatif yang jelas bagi masyarakat, di antaranya menghambat aktivitas nelayan. Nelayan setempat mengeluhkan bahwa pagar tersebut mengganggu jalur pelayaran dan mengurangi akses mereka ke area tangkapan ikan (Kompas.com, 16 Januari 2025). Ketika proyek seperti ini muncul tanpa kejelasan, masyarakat semakin kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola kekayaan publik. Pembangunan pagar tanpa kajian lingkungan berpotensi merusak ekosistem laut, seperti terumbu karang dan habitat ikan.

Dalam sistem sekularisme, kebijakan sering kali hanya berorientasi pada keuntungan materi atau kepentingan elite tertentu. Ini bertentangan dengan prinsip Islam, di mana kekuasaan adalah amanah untuk melayani umat, bukan alat untuk memperkaya segelintir orang. Dalam Islam, setiap kebijakan harus berlandaskan syariat, yang memastikan bahwa kebutuhan rakyat adalah prioritas utama. Islam memandang kekayaan publik, termasuk wilayah laut, sebagai milik umat. Negara bertanggung jawab mengelolanya dengan prinsip amanah, sehingga hasilnya kembali kepada masyarakat, bukan kepada pihak tertentu. Islam melarang segala bentuk pemborosan harta umat. Proyek yang tidak memiliki manfaat nyata bagi masyarakat dianggap sebagai bentuk kezaliman terhadap amanah yang diemban pemimpin. Dalam Islam, pemimpin adalah pelayan rakyat (ra'in), yang tugas utamanya adalah menjaga kesejahteraan umat. Kebijakan yang mengorbankan masyarakat kecil untuk kepentingan segelintir elite adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah ini.

Islam memberikan solusi yang menyeluruh untuk menghindari kerusakan seperti ini. Dalam sistem Islam, setiap kebijakan negara harus sesuai dengan syariat Islam, yang menjamin bahwa keputusan diambil berdasarkan prinsip keadilan dan kemaslahatan umat. Islam menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan kekayaan publik. Setiap proyek harus jelas tujuan dan manfaatnya bagi masyarakat. Dalam Islam, pemimpin adalah pelayan rakyat yang bertanggung jawab penuh atas kebijakan yang diambil. Mereka tidak berhak mengambil keputusan yang merugikan masyarakat demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Laut, hutan, dan sumber daya alam lainnya dikelola untuk kesejahteraan masyarakat luas, bukan untuk kepentingan korporasi atau asing.

Pagar laut bukan sekadar pagar bambu yang berdiri di tengah samudra. Ia adalah simbol dari sistem sekularisme yang terus melahirkan kebijakan tanpa visi, tanpa koordinasi, dan tanpa keberpihakan pada rakyat. Proyek ini mencerminkan kegagalan penguasa dalam mengelola amanah yang diberikan kepada mereka. Islam memberikan alternatif yang jauh lebih baik, di mana kepemimpinan dilandasi oleh prinsip syariat yang menjunjung tinggi kesejahteraan umat dan keadilan. Sudah saatnya kita kembali pada sistem yang menjadikan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama, yaitu Islam kaffah, yang memastikan bahwa setiap kebijakan negara benar-benar berorientasi pada maslahat umat. Pagar laut adalah cerminan rusaknya sistem saat ini, dan hanya dengan Islam kita bisa membangun tata kelola negara yang benar-benar melayani rakyat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun