Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan kejadian seorang Yutuber dengan inisial DC yang mengundang dan mewawancarai pasangan gay di kanal podcastnya. Dengan alasan bahwa fenomena keberadaan mereka adalah fakta dan realitas di sekitar kita. Tayangan menuai kontroversi dan pro kontra di tengah publik, sehingga menimbulkan kegaduhan. Masyarakat luas memandang bahwa tayangan ini sekan-akan  memberi panggung terhadap eksistensi kaum pelangi. Dengan begitu maraknya platform media sosial, dimana setiap orang dengan sangat mudah mengakses dan menampilkan diri mereka di tengah publik, begitupun dengan keberadaan kaum LGBT, tampilan mereka marak dan eksis di berbagai media sosial. Celakanya lambat perilaku LGBT ini dipandang sebagai sesuatu yang  lumrah. Tontonan tentang mereka baik berupa film maupun aktivitas kesehariannya begitu gencar dan massif di media sosial tanpa rasa malu dan risih lagi.
Tayangan semacam ini secara tak sadar sebagai ajang kampanye dan propaganda kaum pelangi, sehingga masyarakat yang awalnya tidak mengetahui kaum LGBT akhirnya mengenal komunitas ini dengan pemahaman yang keliru. Pembiaran dan memberi panggung terhadap aktivitas mereka, adalah salah satu bentuk rendahnya kontrol sosial di masyarakat. Di sisi lain negara belum memiliki instrumen dan perangkat hukum yang jelas menyikapi keberadaan kaum pelangi.
Pihak yang pro terhadap LGBT mengajukan argumentasi bahwa eksistensi kaum pelangi sudah mendapat legitimasi  sebagaimana nomenklatur Hak Azasi Manusia (HAM) yang mewajibkan setiap negara menjamin hak-hak dasar warganya. Menurut deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan didukung oleh badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO), hak dasar individu terdiri dari: hak hidup, hak kebebasan, dan hak memiliki kebahagiaan. Atas alasan HAM inilah, kemudian masyarakat  dipaksa untuk menerima dan menganggap orientasi seksual mereka yang tidak normal. Stigma tidak open minded disematkan pada pihak yang kontra terhadap LGBT
Bagi pihak yang kontra, maka LGBT dipandang sebagai sebuah penyimpangan perilaku, melanggar norma agama. Bahkan dari kacamata Undang-undang positif, keberadaan komunitas LGBT dianggap telah menodai Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana "Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Pendapat  James Ruston yang ditulis di harian New York Times, mengatakan bahwa bahaya tenaga seks lebih besar daripada bahaya tenaga nuklir. Hal ini dapat dibuktikan dari catatan resmi Dewan Kesehatan Dunia, bahwa terdapat puluhan juta orang melakukan homoseks, tiga juta orang di antaranya di Amerika. Sejalan dengan hal tersebut George Harvard dalam bukunya Revolusi Seks, menyampaikan akan adanya serangan bom seks yang setiap saat dapat meledak dan menghancurkan moral manusia serta mengancam kelangsungan hidup manusia itu sendiri.Â
Bagi manusia yang berpikir dengan akal sehat, perilaku LGBT apapun alasannya adalah perilaku yang menyalahi fitrah manusia, perilaku LGBT merupakan kelainan jiwa, kehinaan, abnormal dan perbuatan seks menyimpang yang dapat merusak tatanan sosial masyarakat, kehancuran akhlak, menimbulkan penyakit berbahaya semisal AIDS, melawan takdir dan menjadi biang terjadinya azab Tuhan
Adapun jika bicara realitas, fenomena dan eksistensi kaum gay sudah ada sejak jaman dulu pada masa kenabian Nabi Luth, Â mereka dikenal sebagai Kaum Sodom dan Gomorah. Tanpa henti Nabi Luth berdakwah untuk menyadarkan mereka atas kerusakan perilakunya. dalam al-Quran surat al-A'raf ayat 80-81 Allah Swt berfirman yang artinya : "Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas."
Maka jelas secara norma agama ; dalam pandangan Islam perilaku homoseksual adalah sesuatu yang diharamkan dan terlaknat. Allah SWT melarang keras perilaku ini dan kaumnya digambarkan sebagai kaum yang melampaui batas. Penting bagi negara untuk menyelamatkan generasi mudanya dari perilaku menyimpang. Jangan sampai karena alasan HAM dan kebebasan berperilaku mengesampingkan ajaran agama yang jelas melarang perbuatan ini. Â Penyelamatan diawali dari keluarga, anak-anak dan lingkungan. Edukasi yang tepat dan terus menerus harus dilakukan. Peran negara pada dasarnya sangat crusial untuk menangkal masifnya propaganda LGBT karena negara bisa dengan mudah membuat instrumen dan perangkat hukum untuk mencegah perilaku LGBT semakin menyebar di tengah masyarakat.
Apa jadinya jika generasi muslim yang seharusnya dikatakan sebagai umat terbaik namun realitasnya melanggar perintah-perintah Allah, melakukan perbuatan menyimpang dan berpedoman pada gaya hidup permisif, hedonisme, liberalisme, tak mengindahkan lagi norma-norma agama?. Ambilah pelajaran dari kisah kaum Sodom dan Gomorah yang pada akhirnya menerima azab Allah atas perbuatan maksiat mereka. Â Bukannya pertolongan Allah yang datang, namun sangat mungkin murka Allah yang kita terima. Naudzubillah..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H