Hari-hari ini masyarakat dimeriahkan dengan berbagai isu, apalagi jika menyimak sosial media terkadang rasanya jauh lebih riuh dibanding media elektronik semacam televisi. Dan Isu radikalisme ibarat lagu hit yang selalu  memuncaki tangga lagu, terus didengungkan di berbagai media, tak sepi pemberitaan dan digoreng siang dan malam.
Nun jauh di belahan barat dan timur Indonesia, bencana Karhutla yang imbasnya hingga ke negeri Jiran, tragedi kemanusiaan di Wamena seolah luput dari perhatian, gempa Ambon seakan raib dari penglihatan,  beritanya cepat sepi  seolah lindap ditelan bumi.
Sebagai anak negeri sepatutnya ada kegundahan dalam diri, menyaksikan potret negeri ini, setiap hari tak luput dari permasalahan, nyaris di setiap bidang dan aspek kehidupan. Entah sisa pilpres atau apa, keadaan masyarakatpun seolah masih terbelah, tidak ada kedamaian antar warga negara, Â ujaran kebencian semakin terasa, caci maki, sumpah serapah di media sosial juga tak pernah berhenti, masing-masing orang keukeuh dengan pendapat sendiri yang lebih banyak dipenuhi syak wasangka dan prasangka.
Pasca musibah yang menimpa menkopulhukam Wiranto, isu radikal bak bola panas yang kembali digulirkan, hanya karena penyerang (penusukan) beragama islam dan beratribut Islam lalu kemudian dikaitkan dengan radikalisme. Radikalisme sendiri oleh publik dimaknai secara peyoratif sebagai ibu kandung terorisme dan siapa lagi kalau bukan Islam yang dijadikan tertuduh dan  sebagai "radikalisme" itu sendiri.
Fenomena yang banyak digemborkan oleh berbagai  media mainstream adalah radikalisme selalu berkaitan dengan orang yang mendakwahkan ajaran Islam, sebagaimana isu terorisme yang selalu dikaitkan dengan islam.  padahal tindakan radikalisme atau terorisme sendiri tidak ada dalam ajaran agama islam. Justru Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi. sedangkan tindakan radikalisme siapapun bisa melakukannya, jangan dimaknai sebagai ciri khas golongan atau agama tertentu.
Orang bicara radikal radikul tanpa faham apa arti sesungguhnya. Yang terlintas di benak  mereka, radikal" atau faham "radikalisme" adalah orang Islam yang setia dan meyakini ajaran agamanya atau ketika  seorang muslim  melakukan tindak kekerasan maka cap radikalisme itu dilekatkan bukan karena fakta tindakan kekerasannya itu sendiri. Karena saat kita bandingkan faktanya dengan peristiwa kekerasan di Wamena dimana di sana terjadi pembunuhan bahkan pembantaian yang sangat tidak beradab, tak ada satu mediapun yang mengaitkannya dengan isu radikalisme meski tindakan kekerasan yang mereka lakukan terhadap para korban sangatlah "radikal"
Apa sih radikalisme?
Radikalisme adalah faham atau aliran yang radikal dalam politik. Radikalisme dapat diartikan sebagai faham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau dilakukan secara drastis, dengan corak dan sikap yang ekstrem dalam aliran politik (https://kbbi-web-id).
Berdasarkan definisi tersebut, apakah kemudian tepat stigma radikalisme ini dinisbatkan pada aktivis dakwah islam, mesjid atau ataupun kampus-kampus yang menjalankan aktivitas pendidikannya, kekerasan ekstrim apa yang telah mereka lakukan, tuduhan-tuduhan pada sosok-sosok yang dianggap terpapar radikalisme ini sungguh karena asumsi dan syak wasangka semata.Â
Di sisi lain yang jelas-jelas melakukan tindakan kekerasan  secara ekstrim seperti OPM di Papua, bahkan ingin memisahkan diri dari NKRI  tidak disebut radikal,
Jadi marilah kita sebagai warga negara, belajarlah berpikir dan  bersikap kritis, tidak mudah percaya saat dicekoki berita-berita sampah. apalagi di era digital ini segala informasi bisa didapat dengan mudah, cek dan ricek sangatlah penting , jangan mudah termakan hoax yang disebar orang-orang yang tidak bertanggung jawab.