Mohon tunggu...
Ana Fitriani
Ana Fitriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Anak dengan Autisme dan ADHD

26 Desember 2022   11:33 Diperbarui: 26 Desember 2022   11:31 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mataram-di sini saya akan membicarakan mengenai seorang ibu Kita sebut saja nama nya ibu lina yang memiliki seorang anak bernama yanti dengan gangguan autisme dan ADHD (Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder). Autisme sendiri merupakan suatu kondisi dimana ada masalah kompleks pada gangguan saraf nya, dampak yang timbul akibat adanya masalah pada saraf berupa susahnya dalam melakukan interaksi,susah berkomunikasi non-verbal dan berkomunikasi verbal,susah dalam berbicara hingga mengalami kesusahan dalam hal sosial- motorik. sedangkan ADHD merupakan sebuah gangguan neuropsikiatri yang mempengaruhi cara kerja otak, di tandai dengan sikap seseorang yang hiperaktif,sulit fokus, serta melakukan tindakan implusif lainnya. Ibu lina sama sekali tidak pernah menyangka akan memiliki anak dengan autisme. Yanti, putri dari ibu lina awalnya lahir sehat dengan fisik yang lengkap serta berat badan yang cukup, Yanti memang tumbuh menjadi anak yang berkali-kali lipat lebih aktif dari pada anak lain nya. Namun, Ibu lina menganggap itu sebagai hal yang wajar saja hingga pada saat kemudian Yanti menunjukkan tanda bahaya dalam proses tumbuh kembang nya. Pertanda yang terus ibu lina coba sangkal itulah pengalaman nya memiliki anak dengan autisme. Perbedaan tumbuh kembang Yanti dengan anak lain nya itu mulai terlihat saat ia berusia 10 bulan, di usia itu dimana anak sudah mampu dalam mengucapkan ibu atau bapak. Namun berbeda dengan Yanti ia sama sekali belum mampu mengucapkan satu dua kata sama sekali, ia juga terlihat sulit untuk memfokuskan perhatiannya ketika ibunya mengajak nya berbicara atau ketika sedang makan. Tapi ibu lina tidak terlalu memikirkan fakta tersebut, karena pada saat bertemu dengan anak-anak lain Yanti masih bisa tertawa dan bermain bersama. Di usianya yang ke satu tahun, Yanti tumbuh semakin aktif namun belum mampu untuk di ajak berkomunikasi, jika di ajak berbicara, pandangan mata nya selalu tertuju ke arah yang lain, ketika ia sudah mulai bisa berbicara atau bergumam di usianya yang ke belasan bulan, ia masih tetap tidak bisa untuk diajak berkomunikasi. Yanti lebih banyak melontarkan celotehan dan seolah olah ia memiliki dunia nya sendiri tanpa adanya lawan bicara. Ketika ia sudah bisa berlari, Yanti semakin tampak hiperaktif. Mulai dari bangun tidur dia akan berlarian ke sana ke mari, mengelilingi sudut rumah, naik ke kursi,lalu lompat, begitu berulang kali. Bisa di bilang keaktifan dia berkali-kali lipat dari anak lain pada umumnya. Mau tak mau mata ibu lina tidak boleh lepas dalam mengawasi Yanti sedikit pun 

 Ibu lina Tinggal di sebuah desa, pengetahuan nya tentang tumbuh kembang anak cukup terbatas dan ia sama sekali belum tahu apa itu autisme. Maka ibu lina lebih banyak mengikuti saran dari keluarga dan kerabat yang menilai bahwa ada yang salah dengan Yanti. Pengobatan yang dianjurkan lebih banyak merupakan pengobatan alternatif karena ketidak tahuan dari ibu lina ia memilih untuk mengikuti semua anjuran itu satu persatu, berkali-kali Ibu lina datang untuk membawa yanti namun yanti tetap tak kunjung memiliki perkembangan apa pun. Selain perilakunya yang berbeda dari anak kebanyakan, yanti juga rentan terhadap sakit setiap kali sakit ibu lina membawa Yanti ke klinik langganan nya. Tapi ia hanya membawa yanti jika sakit saja,tak pernah sekalipun ia berkonsultasi terkait kondisi tumbuh kembang anak nya itu, Namun kemudian dokter tersebut menyodorkan brosur informasi soal pengobatan anak autisme. Ibu lina pun mengikuti anjuran nya dan membawa yanti ke rumah sakit, di sana Yanti di rujuk ke psikolog, dokter spesialis anak dan dokter spesialis saraf. Setelah selesai asesmen dan pemeriksaan yanti dianjurkan untuk rutin melakukan terapi untuk autisme spektrum disorder dan ADHD. tapi ibu lina bisa bertahan hanya sampai 5 kali pertemuan saja, sebab membawa yanti pergi terapi sungguh merupakan perjuangan yang berat karena ia sangat sulit untuk dikendalikan dan tak bisa menunggu antrean di rumah sakit yang begitu lama. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun