Susah, senang, sedih, bahagia, Â semangat, sukses-gagal, dan sebagainya, berpangkal dari gerak yang telah kita ciptakan sendiri.
Menurut hukum fisika, suatu benda yang bergerak ia akan cenderung terus bergerak menghasilkan sesuatu yang disebut MOMENTUM.
Sebaliknya, Â benda yang tidak begerak, ia cenderung statis dan berhenti. Tidak mengubah sesuatu apapun!
Demikian juga tubuh, jiwa dan pikiran manusia. Apabila ketiga hal itu terus bergerak,  maka  cenderung akan terus bergerak mengubah  sesuatu yang baru membentuk pribadi yang BERDAYA.
Tetapi jika tubuh, jiwa dan pikiran terlalu sering dibiarkan  diam tidak bergerak, maka hal itu akan membuat manusia tak ubahnya "mayat hidup". Ia akan cenderung statis. Tidak mau membuat perubahan diri ke arah kebaikan. Mudah putus asa. Mudah menyalahkan situasi di luar dirinya atas kelemahan dirinya. Bahkan bisa-bisa menyalahkan Tuhan. Dan ia adalah benar-benar manusia yang TIDAK BERDAYA.
Inilah barangkali salah satu rahasia sunnatullah yang telah diciptakan oleh Tuhan untuk manusia bernama gerak.
Lalu bagaimana membuat ketiga hal tersebut bisa terus bergerak?
Tubuh, jiwa, dan pikiran manusia memiliki kebiasaan, sifat, dan caranya sendiri yang secara alami bisa terus bergerak. Namun, tidak jarang ketiganya perlu kohesi atau persinggungan di luar dirinya. Kohesi itu datang dari lingkungan, orang-orang sekitar, dan lainnya. Bahkan juga bisa berupa benda, seperti buku atau hal-hal lain yang kita sukai.
Tubuh bisa bergerak secara alami. Tetapi, seringkali itu tidak cukup. Bahkan perlu dipaksa. Misalnya dengan berolah raga, menari, beraktifitas dan sebaginya.
Sedangkan jiwa akan terus hidup dan bergerak, melalui pencerahan dan pencarian makna hakikat manusia. Hakikat hubungan vertikal (hamba-Tuhan), serta hakikat hubungan horizontal sesamanya. Di mana agama sebagai pedoman hidup.
Pikiran akan terus bergerak menghasilkan karya, kebaikan, dan manfaat bagi kehidupan baik diri sendiri maupun lingkungannya. Namun, bagian yang terakhir inilah, yang sering kali menjadi faktor paling sulit dalam diri manusia untuk bergerak atau berubah oleh sebab "keyakinan dalam pikirannya" yang selalu menganggap benar tanpa koreksi atau melihat sisi lain yang datang dari  luar di luar dirinya.