Kerjasama internasional seringkali dilakukan untuk menyelesaikan sengketa atau permasalahan tertentu yang dapat diikuti oleh dua negara atau lebih, kerjasama internasional biasanya berakar dari konflik-konflik internasional, salah satu isu yang seringkali melatar-belakangi terjadinya konflik internasional adalah persoalan perbatasan, persoalan perbatasan seringkali menyebabkan perselisihan, perang dingin bahkan pemutusan hubungan diplomatik antara negara-negara yang bersengketa, meski tidak sedikit dari konflik internasional tersebut yang berujung pada perdamaian.
Negara yang pernah terlibat dalam konflik territorial diantaranya adalah Kamboja dan Thailand, namun konflik ini berakhir dengan damai setelah adanya kerjasama yang baik antara negara yang bersengketa dan pihak ketiga yang diberikan wewenang menjadi mediator diantara kedua negara tersebut.
Thailand secara geografis memiliki luas 510.000km persegi, sebelah utara berbatasan dengan Laos dan Myanmar, sebelah Timur berbatasan langsung dengan Laos dan Kamboja sebelah selatan terdapat Malaysia, lalu sebelah barat berbatasan dengan Myanmar, sedangkan Kamboja merupakan wilayah yang memiliki luas 181.035km persegi, sebelah utara berbatasan dengan Laos dan Thailand, sebelah timur berbatasan dengan Vietnam, sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Thailand dan sebelah barat berbatasan langsung dengan Thailand, dari hal ini dapat disimpulkan bahwa letak geografis Thailand dan Kamboja sangat berdekatan, sehingga konflik kewilayahan sangat mungkin terjadi.
Kamboja dan Thailand merupakan dua negara yang memiliki letak berdekatan dibenua Asia, hal ini mendasari terjadinya konflik territorial antara kedua negara tersebut, batas-batas wilayah yang buram pada peta warisan pemerintahan Prancis dan pemerintahan Siam menjadikan dua negara merasa saling memiliki situs kuno yang cukup populer yakni wilayah kuil Preah Vihear, situs ini memiliki setidaknya 228 candi kuno yang diwariskan oleh kejayaan sekitar abad IX-XIII.
Konflik ini mulai menyeruak pada sekitar tahun 1949, Kamboja dan Thailand saling berusaha untuk mendapatkan situs tersebut dengan berbagai upaya, hingga 1958 konflik ini terus berlanjut dan tidak menemui akhir yang baik, semakin panjangnya alur konflik menyebabkan Kamboja memutuskan untuk membawa masalah ini ke International Court of Justice (ICJ), ICJ mulai bergerak untuk menyelesaikan masalah ini dengan mendengarkan kedua belah pihak mengenai wilayah yang disengketakan. ICJ juga menggunakan surat perjanjian perbatasan yang telah ada semenjak masa kerajaan Siam dan Prancis untuk memutuskan konflik tersebut.
Setelah pengkajian ulang atas peta dan juga isi perjanjian perbatasan, ICJ akhirnya pada 1962 memutuskan bahwa Thailand telah melangar batas yang telah ada dan wilayah situs Preah Vihear masuk kedalam wilayah kedaulatan Kamboja dan Thailand wajib menarik pasukannya dari wilayah tersebut, konflik antara kedua belah pihak akhirnya mereda. Permasalahan antara Kamboja dan Thailand tidak begitu saja selesai, apalagi setelah situs Preah Vihear ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO, gerakan nasionalisme yang digadang-gadang ingin menjatuhkan perdana menteri Samak Sundrajev turut memperkeruh konflik antara kedua belah pihak.
Sengketa wilayah kembali terjadi ketika Thailand mempertanyakan keputusan ISJ yang hanya menetapkan kedaulatan Preah Vihear sedangkan Thailand menuntut wilayah sekitar Preah Vihear yang memiliki luas kurang lebih 4,6 kilometer persegi untuk menjadi bagian dari kedaulatan Thailand.
Keadaan antara Kamboja dan Thailand semakin memanas ketika pada April 2009 kedua negara saling tembak diwilayah perbatasan, pada 2011 keadaan semakin runyam sehingga masyarakat yang tinggal disekitar perbatasan memutuskan untuk meninggalkan area sengketa. Korban-korban jiwa dan materi terus berjatuhan menyusul serangan roket dan militer kedua negara.
Awalnya Thailand ingin menyelesaikan permasalahan ini secara mandiri dengan Kamboja namun Kamboja meminta bantuan pihak ketiga yakni PBB untuk menjadi mediator, Kamboja sempat menunda pengajuan sengketa ke dewan keamanan PBB dan berdiskusi dengan Thailand secara langsung, namun perundingan-perundingan yang dilakukan tidak menyelesaikan permasalahan sehingga Kamboja tetap mengajukan pengaduan kepada PBB, PBB kemudian menghibahkan permasalahan ini ke tangan ASEAN. ASEAN yang pada saat itu diketuai oleh Indonesia berusaha menyelesaikan konflik dengan damai. Upaya-upaya yang dilakukan ASEAN diantaranya adalah mengirimkan pasukan pemantau diwilayah yang disengketakan agar tidak terjadi genjatan senjata, usaha ASEAN dalan melakukan perundingan nampak ketika diadakannya pertemuan tiga negara antara Thailand, Kamboja, Indonesia di Bogor meski perundingan berjalan alot karena Thailand tidak mengirimkan delegasinya.
ASEAN sebagai organisasi regional yang menaungi Kamboja dan Thailand terus melakukan upaya damai dalam persoalan ini, piagam ASEAN menjadi acuan bagi organisasi untuk memutuskan perkara, ASEAN menjadi ajang negosiasi panjang antara Kamboja dengan Thailand, setelah waktu yang cukup panjang ASEAN berhasil menormalisasi hubungan antara Kamboja dengan Thailand dalam hubungan internasional.
Kamboja dan Thailand akhirnya memutuskan berdamai dalam menyelesaikan sengketa tanah tersebut, UNESCO menganggap Kamboja dan Thailand akhirnya sepakat dengan tujuan UNESCO untuk tetap melestarikan warisan budaya dimanapun wilayah sengketa tersebut nanti akan ditentukan kedaulatannya. Pada 2013 pengadilan Internasional PBB dalam hal ini (ICJ) memutuskan bahwa wilayah yang ada di sekitar situs Preah Vihear menjadi bagian dari wilayah kedaulatan Kamboja.