Mohon tunggu...
Ana Latifa Sri Rahayu
Ana Latifa Sri Rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Psikologi Universitas Andalas Tahun 2021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komunikasi Efektif Salah Satu Kunci Keluarga Harmonis

9 Januari 2024   00:29 Diperbarui: 9 Januari 2024   00:32 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Komunikasi Efektif Salah Satu Kunci Keluarga Harmonis"

Keluarga merupakan sekelompok individu yang terhubung melalui ikatan pernikahan, kelahiran, atau adopsi, dengan tujuan untuk membentuk, memelihara warisan budaya, serta mengembangkan aspek fisik, mental, emosional, dan sosial dari setiap anggota keluarga (Duvall dan Logan, dalam Novianti dkk., 2017). Dalam sebuah keluaga, keharmonisan menjadi hal yang selalu diidamkan bagi pasangan suami istri yang memutuskan untuk menikah dengan dasar tujuan yang jelas. Untuk mewujudkan keluarga yang harmonis tidaklah mudah atau tidak dapat terjadi secara spontan dan alami (Stinnet & DeFrain, dalam Pangaribuan, 2016). Dimana, diperlukan kualitas komunikasi antar anggota kelurga yang menciptakan interaksi yang efektif.

Komunikasi adalah elemen kunci dalam keluarga, bagaimana keluarga berkomunikasi dapat memengaruhi pemahaman, kepercayaan diri, dan resolusi konflik. Keluarga yang menerapkan komunikasi terbuka dan mendukung menciptakan lingkungan di mana anggota keluarga merasa didengar dan dihargai. Sebaliknya, komunikasi yang tidak sehat dapat mengarah pada ketidakpahaman dan ketegangan. Menurut Joseph A.Devito (dalam Novianti dkk., 2017), Komunikasi efektif ditandai dengan adanya keterbukaan (openness), empati (empathy), dukungan (suppportiveness), rasa postitif (positiveness), kesamaan (equality). Melalui komunikasi efektif, anggota keluarga bisa mengekspresikan isi hati, memahami sudut pandang orang lain, dan menemukan solusi dari suatu konflik. Meskipun belum semua keluarga telah menerapkan pola komunikasi yang efektif, tetapi saya percaya bahwa komunikasi efektif dengan adanya keterbukaan (openness), empati (empathy), dukungan (suppportiveness), rasa postitif (positiveness), kesetaraan (equality) sangat diperlukan demi terciptanya keluarga harmonis.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamboer dan Pranawukir (2020), menyoroti pentingnya komunikasi efektif dalam membina hubungan harmonis dalam keluarga, penelitian tersebut berfokus pada penyuluhan kepada Ibu PKK Kelurahan Jati Padang, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan praktik komunikasi efektif dalam keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun komunikasi efektif dianggap sebagai kunci utama untuk menciptakan harmoni dalam keluarga, banyak individu yang kurang memperhatikan aspek tersebut. Ketidakseimbangan dalam komunikasi keluarga dapat mengakibatkan konflik yang intens, yang dapat merusak harmoni keluarga. Penelitian ini memberikan pandangan yang tentang bagaimana meningkatkan komunikasi efektif di dalam lingkungan keluarga, sehingga mendorong terciptanya hubungan yang lebih harmonis dan mendukung. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya komunikasi efektif, diharapkan keluarga dapat menghadapi konflik dengan lebih baik dan membangun fondasi yang kokoh untuk kesejahteraan bersama. Seperti yang dijelaskan oleh Joseph A.Devito (dalam Novianti et all., 2017), ada beberapa aspek dalam komunikasi efektif dalam keluarga, sebagai berikut:

Keterbukaan (openness) dan kejujuran dalam komunikasi yang efektif  yang merupakan fondasi yang kuat dalam hubungan yang sehat dalam keluarga (Schrodt et al., 2021). Keterbukaan ditandai dengan adanya keterusterangan dalam membicarakan berbagai hal, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, tanpa rasa takut atau malu. Misalnya, orangtua terbuka pada anak-anak tentang kesulitan finansial yang sedang dihadapi, atau anak remaja terbuka pada orang tua tentang percintaannya dan keterbukaan lainnya terhadap satu sama lain antar anggota keluarga. Keterbukaan dapat membuat anggota keluarga merasa aman dan nyaman dalam mengemukakan pendapat atau berbagi cerita.

Anak-anak dan remaja dari keluarga terbuka dan mendukung cenderung lebih sehat mental dan fisiknya karena merasa dipahami dan diterima orangtuanya (Ginsburg et al., 2022). Sementara itu orangtua yang terbuka pada anak-anaknya cenderung lebih responsif dan hangat dalam merawat anak (Rhole et al., 2022). Selain keterbukaan, unsur kejujuran juga tak kalah penting, anggota keluarga perlu bersikap jujur satu sama lain, baik dalam berbagi informasi maupun mengakui kesalahan. Kejujuran dan keterbukaan saling melengkapi untuk membangun komunikasi efektif berbasis kepercayaan dalam keluarga.

Rasa empati juga dibutuhkan dalam keluarga, empati (empathy) merupakan kemampuan yang mempermudah terjalinnya komunikasi yang positif. Devito (dalam Fitriani, 2018), juga mendefinisikan empati sebagai sikap di mana tidak ada tekanan saat berkomunikasi, yang ditandai dengan kesiapan untuk jujur dalam menyampaikan perasaan dan pemikiran. Empati diartikan juga sebagai kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain, sehingga dalam komunikasi, seseorang tidak merasa tertekan atau khawatir untuk berbicara secara terbuka. Dalam keluarga, komunikasi antara orang tua dan anak, adanya empati dapat menciptakan suasana di mana anggota keluarga merasa dihargai. Sehingga, anggota keluarga merasa nyaman untuk mengungkapkan perasaannya.

Dalam keharmonisan keluarga, empati ini dapat menciptakan atmosfer yang mendukung, di mana antar anggota keluarga dapat saling memahami dan menjalin hubungan yang lebih baik. Empati juga diperlukan dalam situasi konflik agar anggota keluarga bisa melihat masalah dari sudut pandang satu sama lain. Dengan berempati, komunikasi menjadi lebih lancar karena setiap orang merasa dipahami. Empati juga memperkuat ikatan emosi dan rasa saling menghargai dalam hubungan (Morelli et al., 2018). Anak remaja yang tumbuh dengan orangtua empatik cenderung lebih sehat mentalnya dan memiliki harga diri yang baik (Gottman et al., 2022).

Selain itu, dukungan (suppportiveness) juga penting dalam membangun dan menjaga hubungan dengan anggota keluarga lainnya melibatkan penerimaan diri dan orang lain. Semakin besar kemampuan untuk menerima diri sendiri dan semakin luas penerimaan terhadap orang lain, maka semakin mudah untuk merawat dan memperdalam ikatan dengan orang lain. Terdapat beberapa prinsip yang dapat kita terapkan untuk mendukung komunikasi di dalam keluarga, khususnya dalam hubungan antara orang tua dan anak-anak antara lain, a) Memberikan kesempatan kepada anggota keluarga untuk berbicara merupakan langkah esensial dalam membangun komunikasi yang sehat dan inklusif di dalam lingkungan keluarga. Dengan memberikan ruang ini, setiap individu merasa dihargai dan didengarkan, sehingga menciptakan iklim di mana ide, pendapat, dan perasaan dapat diungkapkan secara bebas. Dalam konteks ini, terbuka lebar pintu untuk pertukaran gagasan dan pengalaman, yang dapat memperkaya hubungan antaranggota keluarga serta memberikan peluang berbicara juga memfasilitasi pemahaman yang lebih baik tentang perspektif masing-masing anggota keluarga, memperkuat rasa keterikatan, dan membantu mencegah terjadinya ketegangan atau ketidakpahaman yang dapat merusak hubungan keluarga. Dengan demikian, prinsip ini menjadi dasar penting dalam membangun komunikasi efektif dan harmonis di dalam keluarga.

 b) Melibatkan diri dalam mendengarkan secara aktif adalah langkah kunci untuk membangun hubungan yang sehat dan saling pengertian. Ketika kita memberikan perhatian penuh terhadap apa yang sedang dibicarakan oleh pasangan bicara, hal ini menunjukkan sikap kepedulian dan penghargaan terhadap perspektif mereka. Aktif mendengarkan bukan hanya tentang mengonfirmasi bahwa kita telah mendengar, tetapi juga mencakup upaya untuk memahami makna yang sebenarnya di balik kata-kata. Dengan memperlihatkan rasa empati melalui pendekatan mendengarkan ini, kita membuka ruang untuk komunikasi yang lebih dalam dan saling pengertian. Kesediaan untuk mendengarkan secara aktif juga menciptakan atmosfer yang mendukung, di mana setiap anggota keluarga merasa dihargai dan memiliki keberanian untuk berbagi pemikiran dan perasaan mereka secara lebih terbuka. Dalam konteks keluarga, melibatkan diri dalam mendengarkan secara aktif adalah fondasi untuk membangun ikatan emosional yang kokoh dan memastikan kelangsungan hubungan yang harmonis.

 c) Pentingnya mengajarkan anak-anak untuk mendengarkan dengan penuh perhatian dan empati sejak dini tidak dapat diabaikan dalam membentuk dasar komunikasi yang sehat dalam keluarga. Dengan memberikan perhatian sepenuhnya saat anak-anak berbicara, orangtua tidak hanya membantu membangun hubungan yang kuat, tetapi juga memberikan contoh positif tentang bagaimana berkomunikasi dengan orang lain. Kebiasaan mendengarkan ini tidak hanya memfasilitasi ekspresi pikiran dan perasaan anak-anak, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai fundamental seperti penghargaan terhadap pandangan orang lain dan rasa empati. Melalui praktek mendengarkan yang penuh perhatian, anak-anak belajar untuk membangun hubungan yang saling menghargai dan memahami, yang dapat membawa manfaat jangka panjang dalam interaksi mereka dengan orang lain di masa depan. Oleh karena itu, melibatkan anak-anak dalam kebiasaan mendengar yang positif sejak dini adalah investasi berharga dalam membentuk individu yang mampu berkomunikasi secara efektif dalam berbagai aspek kehidupan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun