Mohon tunggu...
Nidatul Jamiati
Nidatul Jamiati Mohon Tunggu... -

Junior Officer Administrasi Hidro Bidang Produksi di PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mari Memasak, Gadis...

18 Maret 2010   04:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:21 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Harus berpisah dengan orang tua di awal 19. Huft, berat memang. Tapi yang namanya hidup harus selalu penuh dengan perjuangan, bukan? Ya, lulus dari sekolah menengah atas, alhamdulillah aku mendapat kesempatan beasiswa diploma 1 dari sebuah BUMN terbesar di Indonesia. Dan itu artinya, aku harus hidup terpisah dari orang tuaku. Tak pernah terpikirkan sebelumnya. Karena sejak dulu, aku hanya berpikir kalau aku akan tetap berkuliah di kota kecilku. Tapi ketika kesempatan yang lebih baik datang, bukankah aku harus memanfaatkan? Medan Tak jauh memang. Tapi di sinilah dimulai segalanya. Membangun kehidupan sendiri. Setelah 6 bulan pendidikan di Udiklat, akhirnya kami dilepaskan ke belukar dunia kerja. Di usia yang belum genap 20. Kami (aku dan 139 rekan seangkatan yang berpencar di berbagai kota) harus berjuang. Kata salah seorang temanku, kita adalah anak-anak yang masuk kantor. Hahay, tak mengapa. Aku bangga dengan segala yang sudah bisa aku dapatkan. Di usia kami yang masih belia, kami tidak hanya harus berjuang mengarungi belantara dunia kerja. Tapi juga harus mandiri dalam segala hal. Mencari kontrakan, mencuci, menyetrika, belanja, dan tentu saja memasak. Dan dari sinilah aku mulai memperhatikan tingkah laku teman-temanku. Yang kebanyakan memang tak pernah bergaul sedikitpun dengan pekerjaan rumah tangga. Aku memang tak mengatakan kalau aku lebih baik dari mereka. Tapi setidaknya aku punya sedikit bekal yang diberikan bunda. Huft, ada-ada saja. Ada yang tidak suka mencuci, tak bisa menyetrika, tak bisa memasak, bahkan ada yang tak pernah menyapu. Hmm...parah mungkin. Karena bagaimanapun, seorang perempuan tentu memiliki tugas utama mengurus rumah tangga kelak. Walaupun telah bekerja, toh bukan berarti karir membebaskan mereka dari tanggung jawab utama. Ada salah seorang temanku, sebut saja si A, bahkan tak tau bagaimana cara mengupas kentang. Tak tau bagaimana memasak suatu masakan bahkan yang sederhana sekalipun. Maka menjelmalah aku sebagai seorang yang istimewa di kalangan mereka. Kenapa? Jawabannya tak lain karena aku suka memasak. Hari libur yang mereka isi dengan berjalan-jalan ke mall, aku malah asyik di dapur bereksperimen. Mungkin jika masakanku dimakan oleh orang lain, pasti tak enak. Tapi bagi anak-anak perantauan, itu begitu istimewa. Tak heran mereka mengelu-elukan aku. Aku memasakkan sarapan, cemilan dan sebagainya untuk dibagi-bagi. Dan aku melakukannya dengan senang hati, tanpa paksaan. Ingin rasanya mengajak mereka memasak bersama. Sebagai bekal sebelum menikah nanti... Semoga saja mereka mau.. Dan Bundaku, Luv u Mom... Thank You Very Much....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun