Mohon tunggu...
Krisostomus Amzal Rumadjak
Krisostomus Amzal Rumadjak Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa STFT Widya Sasana, Malang

Laki-Laki

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Vaksinasi sebagai Wujud Solidaritas Sosial

15 Februari 2022   17:18 Diperbarui: 15 Februari 2022   17:31 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Pandemi Covid-19 sudah berlangsung selama lebih dari dua tahun sejak kasus pertama secara resmi diumumkan oleh Pemerintah Indonesia pada 2 Maret 2020. Pandemi ini menjadi ancaman luar biasa yang terjadi secara global. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja tanpa kecuali. Dalam hal ini, COVID-19 adalah sebuah virus yang diberi nama SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2). 

Infeksi virus ini dapat mengakibatkan infeksi saluran pernapasan bagian bawah lalu berkembang menjadi sindrom pernapasan akut yang parah, beberapa kegagalan organ, dan bahkan kematian. 

Penyakit ini dapat menjadi lebih berbahaya jika diderita oleh kelompok lanjut usia dan mereka yang memiliki penyakit bawaan (komorbid). Menurut WHO,Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat terdapat empat varian yang patut diwaspadai: Alpha, Beta, Gamma, dan Delta, dan Omicron.[1]

Oleh karena itu, negara Indonesia bertindak cepat dengan melakukan sejumlah tindakan untuk mengurangi penyebaran. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan dengan tindakan-tindakan baik tindakan medis maupun non-medis. 

Salah satu tindakan non medis yang dilakukan pemerintah secara lebih komprehensif yakni dengan mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PBSB) di sejumlah wilayah. Tindakan PSBB ini dilakukan di wilayah dimana diindikasi terjadi peningkatan pasien positive corona meningkat cepat.

 Tindakan PSBB ini memaksa semua sektor untuk 'mencari akal/jalan' agar tetap bisa menjalankan kehidupan 'beriringan' dengan COVID-19 sehingga muncul istilah New Normal. 

New Normal adalah perubahan prilaku/penyesuaian pola hidup agar tetap dapat menjalankan aktivitas dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan COVID-19 diantaranya seperti: pembatasan aktifitas sosial, penggunaan masker yang masif/wajib, dan perubahan pola kerja menjadi work from home. 

Namun penerapan pola hidup New Normal saja dipandang tidak cukup. Perlu juga diadakan tindakan medis sebagai pencegahan terhadap penularan virus tersebut. Salah satu tindakan tersebut adalah dengan melaksanakan vaksinasi.

Vaksin

Vaksin merupakan produk biologi zat atau senyawa, isinya yaitu antingen dalam bentuk mikroganisme.Vaksin mempunyai respon imun terhadap antigen spesifik dari patogen penyebab penyakit menular.[2] Tujuan pemberian vaksin yaitu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap suatu penyakit tertentu; sehingga jika dia terpapar suatu bakteri atau virus, dia telah mempunyai antibodi untuk melawannya.[3] Bahkan, dia tak mengalami sakit kronis atapun kematian dan tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain. [4] 

 Sejarah dapat membuktikan dampak positif dari vaksin. Penemu vaksin pertama kali yaitu Edward Jenner pada tahun 1796.[5] Dia menggunakan cacar sapi untuk dibiakkan menjadi bakteri sehingga mempunyai manfaat. 

Manfaatnya untuk menyembuhkan cacar dan secara resmi digunakan tahun 1956.[6] Negara Indonesia ikut berpartisipasi untuk mengatasi wabah cacar dengan memberikan vaksin kepada seluruh masyarakat. Akibatnya pada tahun 1974, wabah cacar dapat dimusnahkan di seluruh dunia.[7] Setelah kesuksesan tersebut, vaksin digunakan untuk mengurangi penyebaran beberapa penyakit menular. 

Vaksin dapat digunakan kepada masyarakat jika melewati beberapa tahapan yang harus dilakukan. Para peneliti membutuhkan proses yang lama untuk menghasilkan vaksin. Proses pembuatan vaksinasi membutuhkan waktu 10 tahun sampai 15 tahun.[8] Alasannya yaitu proses pembuatan vaksin harus melewati beberapa tahapan. [9] Tahap pertama yaitu eksplorasi, eksplorasi dilaksanakan melalui penelitan di laboratorium. 

Tujuannya untuk mengindetifikasi antigen alami yang dapat mencegah suatu penyakit tertentu. Tahap kedua yaitu studi praklinis, calon vaksin diberikan ke hewan untuk mengetahui akibat dan resikonya. Tahap ketiga yaitu uji klinis fase pertama, vaksin akan diberikan kepada beberapa orang dewasa untuk menguji dan mengkaji akibat dan resikonya terhadap manusia.  

Tahap keempat yaitu uji klinis fase kedua,vaksin diberikan kepada sekelompok orang yang lebih banyak dan beragama usia maupun kondisi kesehatannya. 

Tahap kelima yaitu uji klinis fase ketiga, vaksin diberikan kepada lebih banyak orang dengan kondisi yang lebih variasi dibandingkan tahap sebelumnya. Tahap keenam, vaksin mendapatkan izin pemakaian kepada manusia. Namun, pada situasi pandemi covid 19, proses pembuatan vaksin dan pemberian vaksin kepada masyarakat jauh lebih cepat karena telah ada teknologi biofarmasetik.[10]

Vaksin Sebagai Wujud Solidaritas Sosial

Vaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok merupakan bentuk dari solidaritas. Menurut, Kamus Besar Bahasa Indonesia arti solidaritas adalah sifat solider, sifat satu rasa (senasib dan sebagainya); perasaan setia kawan antara sesama anggota sangat diperlukan.[11] Berdasarkan hal tersebut, solidaritas merupakan kata sifat yang merujuk pada suatu perasaan. Keterkaitan arti solidaritas dengan pandemi Covid-19 yaitu setiap orang memiliki perasaan senasib karena menanggung situasi yang sama (pandemi Covid-19). 

Tetapi, arti solidaritas dari sudut pandang filosofis berbeda dengan pengertian umum. Arti solidaritas dari sudut pandang filsafat bukan hanya sebatas perasaan. 

Alasannya arti solidaritas berkaitan dengan relasi antara "Aku" dengan The Other[12]. Pengertian "Aku"[13] secara filosofis dapat dimengerti sebagai keseluruhan bukan sebagian. "Aku" merupakan keseluruhan dari kesadaran tentang pikiran, keberadaan, tindakan religiusitas bahkan relasinya dengan "the other". Sedangkan The Other merupakan pengertian filsafat yang berbeda dengan pengertian secara umum. 

The Other menurut pengertian filosofis yaitu ada yang lain, ada yang berbeda terhadap sesuatu atau sesorang.[14] Menurut Levinas tentang The Other "..The presentation and the development of the nations employed owe everything to the phenomenological method. Intentional analysis is the search for the concrete."[15] Levinas melihat The Other dari dalam bukan dari hal yang nampak sebab The Other merupakan manusia yang sama dengan kita. Dia melihat The other  dari eksistensinya. Alasannya yaitu The Other berhak untuk menujukkan eksistensi sebagai seorang pribadi. 

 Sedangkan, relasi  Aku dengan The Other dapat dilihat dari sudut pandang Pancasila khususnya dalam prinsip kemanusiaan. [16] Prinsip kemanusiaan memandang The Other sebagai sesama yang harus dihormati. Sehingga, Aku perlu menerima The Other dengan keramah-tamahan. Itulah bentuk relasi yang perlu dibangun sebab antara Aku dengan The Other memiliki pengalaman dan pergumulannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai manusia. 

Aku dengan The Other memiliki relavansi dengan situasi pandemi Covid-19. Alasannya yaitu situasi pandemi merupakan pergumulan Aku dan The Other dengan kehidupan sehari-hari pada zaman sekarang. Aku dalam konteks pandemi ialah seluruh masyrakat. Sedangkan The Other dalam konteks pandemi Covid-19 yaitu kelompok rentan. 

Kelompok rentan yaitu petugas kesehatan yang berisiko tinggi hingga sangat tinggi untuk terinfeksi dan menularkan SARS-CoV-2 dalam komunitas;  kelompok dengan risiko kematian atau penyakit yang berat (komorbid);  Kelompok sosial/pekerjaan yang berisiko tinggi tertular dan menularkan infeksi karena mereka tidak dapat melakukan jaga jarak secara efektif (petugas publik).[17] Sehingga, "Aku" dan The Other dengan segala daya upaya perlu mengarahkan diri dan berpartisipasi pada kesejahteraan bersama. [18] Hal ini perlu diwujudkan melalui program vaksinasi. 

 

Catatan Kaki:

[1]DeSimone, Daniel C., M.D. "COVID-19 variants; What's the concern?", (15 Juli 2021), Mayo Clinic, diakses dari https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/coronavirus/expert-answers/covid-variant/faq-20505779.

[2] Indah Pitaloka, (2020), Perkembangan Teknologi Terkini dalam Mempercepat Produk Vaksin Covid-19, Majalah Farmasetika, diakses dari https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v5i5.2808, hl 206.

[3]Kevin Andriani, (22 September 2021), diakses dari https://www.alodokter.com/informasi-berbagai-vaksin-covid-19-di-indonesia.

[4] Buku Saku Tanya Jawab Seputar Vaksinasi Covid 19. (edisi 1), Mei 2021, hl 6.

[5] Czochor J, Turchick A. Introduction. Yale J Biol Med. 2014;87(4):401--402, diakses dari https: // www. ncbi. nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4257027/ .

[6] Ibid.

[7] FAQ seputar pelaksanaan vaksinasi Covid 19, diakses dari https://  kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/  contents/others /FAQ_VAKSINASI_COVID__call_center.pdf, hl 3

[8]  Sonny Harry B Harmadi (19 Januari 2021), Kendala Menjadi Kendali: Menangkal Hoaks Vaksin Covid 19, hl 12.

[9] Kevin Adriani, (22 September 2021), diakses dari https://www.alodokter.com/informasi-berbagai-vaksin-covid-19-di-indonesia.

[10] Harmadi, ...hl 12.

[11] diakses dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/solidaritas

[12] Armada Riyanto, et all (ed) (2011), Aku dan Liyan-Kata Filsafata dan Sayap,Malang, Indonesia: Widya Sasana Publication, hl 170.

[13] Armada Riyanto, (2018), Relasionalitas-Filsafat Fondasi dan Interpretasi: Aku, Teks, Liyan, Fenomen,Yogyakarta, Indonesia: Kanisius,  hl 189-203.

[14]Bruce Young,Qoutations of Emmanuel Levinas and "the face of the other, diakses dari https:// english. byu. edu/faculty/youngb/levinas/face.pdf.

[15]Alphonso Linggis (Terj), (1979), Emmanuel, Levinas: Totality and Infinity: An Essay on Exteriority, London: Kluwer, Accademic Publisher,hl 28.

[16] Armada Riyanto, et al. (2015).Kearifan Lokal Pancasila Butir-Butir Filsafat Keindonesiaan. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius, hl 35.

[17] Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No HK 01.07/Menkes/4638/2021, Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penganggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19),hl 10.

[18] Aloysius Widyawan Luis, Prinsip Partisipasi Dan Solidaritas Dalam Visi Personalistik Karol Wojtyla, Arete Volume 02 - Nomor 01 - Februari 2013, hl 41.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun