Mohon tunggu...
AmYu Sulistyo
AmYu Sulistyo Mohon Tunggu... Mahasiswa -

@amyu12 || Ambar Sulistyo Ayu || Seorang Calon Perencana yang Real akan merealisasikan rencana membuat Kota Impian dunia || T.PWK Undip 2012 || Project taker

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Mengemis itu Sebuah Profesi

6 September 2015   21:57 Diperbarui: 6 September 2015   22:12 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Pengemis yang ada di Kawasan Undip"][/caption]

Shadaqah / memberi kepada sesama adalah suatu tindakan yang sangat dianjurkan oleh agama apapun yang di anut di dunia. Hal tersebut dimanfaatkan oleh segelintir orang yang “Malas” untuk mencari uang, yaitu bertindak sebagai Pengemis.

Saat saya berangkat kuliah menggunakan angkutan umum berwarna kuning jurusan Ungaran – Srondol (Patung Kuda dan Pangeran Diponegoro, gerbang pertama kawasan Undip), saya satu angkot dengan ibu-ibu berbaju pink dan berkerudung coklat yang memakai tas yang ditutupi oleh slendang coklat. dia duduk di hadapan saya di angkot tersebut hingga pemberhentian terakhir. Saat turun, saya memilih mengalah dan mempersilahkan ibunya untuk membayar terlebih dahulu, lalu apa yang terjadi, dia hanya menyerahkan uang seribu rupiah (dari tarif normal Rp 3000,00 jika dari Pudak Payung) dan mengatakan “Matur sembah suwun dumateng mas supir mugi-mugi tansah pinaringan rejeki ingkang katah,…. (benar-benar saya berterimakasih banyak pada mas supir, semoga selalu mendapatkan rezeki yang banyak)” Lalu ibu itu berlalu dan berjalan untuk menyeberang ke arah pos ojek yang ada di sebrang jalan.

[caption caption="Pengemis yang membayar 1/4 harga angkot, Bonus Doa."]

[/caption]

Seusai saya membayar angkot yang saya tumpangi sesuai tarif, saya kemudian mendapat pemandangan yang serupa tapi tak sama, dari ibu-ibu berpostur gendut, turun dari bus jurusan Kalisari-Banyumanik. (Jika naik bus tersebut, rute terdekat menarik tarif Rp 4000), lalu ibu berbaju kuning berkerudung coklat dan berselendang pink itu mengadahkan tangannya kepada dua wanita yang sedang berdiri di dekat area lampu merah Ngesrep. Saya tidak begitu mendengar apa yang diucapkan ibu itu, namun intinya adalah meminta sedikit uang sebagai sedekah kepada kedua wanita itu tadi. Lalu saat mereka berdua menolak memberikan uang, sang ibu langsung berjalan menuju ke arah saya juga berjalan.

[caption caption="Turun dari Bus, si pengemis langsung meminta"]

[/caption]

Mengemis di undip memang menjanjikan, mahasiswa yang merupakan remaja yang sering tersentuh dengan tindakan kebaikan dengan mudahnya memberi, berharap juga dengan memberi tersebut Allah memberikan kemudahan dalam menjalankan studi selama 3 sampai 4 tahun. Dan juga dari dosen yang memiliki penghasilan lebih dan berharap karirnya makin sukses ke depan setelah bershadaqah. Saya sangat percaya bahwa kebaikan yang kita tunai itu akan dinilai oleh Allah meskipun subjek penerimanya menjadikan “Mengemis” sebagai profesi yang berlangsung setiap hari.

Dua ibu-ibu tadi sampai jauh-jauh dari rumahnya yang entah di mana menuju ke Kawasan Undip untuk mengemis. Kita juga masih ingat berita kakek Winnie The Pooh di Surabaya yang hidup berkecukupan dari mengemis. Kita juga masih fresh berita bayi yang diberi obat tidur oleh pengemis yang menggendongnya, dan berita-berita lain yang juga membuat kita miris.

Ada juga fenomena mahasiswa yang beramai-ramai mengamen untuk menghimpun dana untuk melaksanakan suatu acara pentas seni yang habis dalam semalam (padahal mereka mengaku untuk acara bakti sosial dan amal saat mereka mengemis), mereka mahasiswa yang bisa berpikir intelektual namun berbuat bodoh saat menempuh jalur pintas bermodalkan kardus, gitar, dan suara yang serentak. Bahkan hal tersebut dikritik oleh Tamara, pengamen transgender yang jam terbangnya di Semarang sudah tinggi.

Mungkin pendapat saya menyakiti hati banyak orang. Namun satu hal yang paling pasti, saya berharap Pengemis tidak dijadikan sebagai profesi. ibu dan bapak dari pengemis itu seharusnya menyekolahkan pengemis itu agar cucunya nanti juga tidak jadi pengemis. Ada benang merah yang kusut harus dibenahi di Indonesia agar keberadaan pengemis ini tidak ada lagi dan mereka dapat mencari rizki yang halal dengan kemampuan yang mereka miliki. Wallahu a’lam bish-shawab.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun