Mohon tunggu...
Amy Razan
Amy Razan Mohon Tunggu... Freelancer - -

Puisi dan cerpen | bukan kisah realita, tapi jadi inspirasi |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasihku Kembali di Nusantara

14 Juni 2024   16:17 Diperbarui: 14 Juni 2024   16:25 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pantulan cahaya pagi dari cermin nahkoda menandai waktu bagi Jono untuk bangun dan bersiap menuju tepi laut. Ia bersiap pergi ke pasar setelah menaruh keranjang berisi hasil tangkapan ikan. Jono selalu berdoa dan berterima kasih kepada Tuhan atas perlindungan-Nya selama perjalanan di laut. Tidak lupa, ia mengingat bapaknya yang selalu ada di sisinya selama bekerja di laut. Dengan senyum penuh kenangan, Jono mengeluarkan kompas kecil yang tergantung di kalungnya, menatapnya sejenak, lalu menciumnya dengan penuh kasih.

Laut biru terlihat sangat indah saat sebuah mobil elf datang dari arah kota. Nayla, seorang mahasiswa Universitas Bahari Nusantara, datang ke Pantai Tanjung Gelam untuk menemui Pak Jaka. Saat berjalan di pinggir pantai yang dipenuhi pasir, Nayla melihat seorang laki-laki sedang menurunkan keranjang berisi ikan. Ia mendekat dan bertanya, "Maaf, mau tanya rumah Pak Jaka ada di mana ya?" Jono mengernyitkan dahinya karena dua minggu lalu ayahnya sudah tiada. "Maaf, mbak tahu nama bapak saya dari siapa? Karena bapak sudah meninggal. Kebetulan saya anaknya Pak Jaka. Saya Jono. Ada perlu apa ya?"

Nayla terkejut mengetahui bahwa Pak Jaka sudah meninggal. "Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Saya tahu Pak Jaka dari jurnal penelitian yang menjadikan bapak sebagai narasumber." Jono menanggapi, "Kamu mengetahui bapak dari internet? Tiga tahun lalu ada mahasiswa yang menjadikan bapak sumbernya. Terus, apa yang kamu butuhkan dari bapak saya? Paling saya bisa bantu sebisa saya saja." Nayla menjelaskan dengan penuh harap, "Saya akan meneliti perihal budidaya nelayan dalam mencari ikan. Tolong bantuannya. Karena ini tugas kuliah kerja nyata saya." Jono melihat Nayla dari bawah ke atas, memastikan identitasnya. Setelah Nayla meminta tolong, Jono berbicara berhadapan, "Baik, saya akan membantu. Tapi kamu harus ikut saya dan lihat keperluan penelitianmu. Bagaimana?" Nayla menganggukkan kepalanya sambil tersenyum menyetujui saran dari Jono.

Mereka berjalan bersama menuju tempat pelelangan ikan. Dalam perjalanan, Nayla terhenti melihat sebuah foto Pak Jaka bersama peneliti. Sesampainya di tempat pelelangan ikan, Jono langsung mencari tempat untuk menyimpan ikan dan mengeluarkannya dari keranjang. Ia memanggil Nayla, "Nayla, ini adalah tempat pelelangan ikan dan saya sering sekali ke sini bila pulang melaut. Hasil lelang ini saya tabung dan saya beri gaji ke mereka yang membantu saya." Rasa penasaran Nayla muncul dan ia bertanya, "Mas Jono, biasanya ikan apa saja yang sering dilelang?" Jono menjawab, "Biasanya ikan kerapu atau ikan tenggiri tergantung musimnya. Karena itu menentukan banyak atau sedikitnya ikan." Nayla mendengarkan jawaban Jono sambil menulis di buku kecilnya.

Malam tiba, mereka sampai di rumah Jono. Nayla langsung masuk untuk melihat sekeliling. Jono mengajak Nayla duduk, sementara ia merapikan jaring. Nayla mendokumentasikan kegiatan Jono. Saat Jono menggulung jaring, ia bertanya, "Kamu mau tahu seberapa luas jaring ini?" Nayla bingung, namun Jono menjelaskan, "Jaring ini luasnya hampir 5 meter. Dengan jaring ini, kita bisa menampung ratusan ikan. Cara ini selalu diajarkan bapak ke anak didiknya." Nayla mencatat penjelasan Jono. Setelah selesai, mereka memasak ikan dan menikmati makan malam di bawah cahaya bulan. Perasaan lega dan senang menyelimuti Jono melihat kebersamaan mereka.

Pagi harinya, Jono mengajak Nayla ke penangkaran ikan Pak Jaka. Perjalanan hanya lima menit dari rumah. Di penangkaran, Jono memeriksa ikan mujair berukuran besar. Nayla merekam dan mengabadikan kegiatan tersebut. Nayla bertanya, "Mas Jono, kenapa Pak Jaka membuat penangkaran ini? Bukankah membutuhkan biaya besar?" Jono menjawab, "Bapak ingin merawat dan mengembangbiakkan ikan mujair. Dulu bapak mendapat hasil tertinggi dari memancing mujair di laut. Beliau belajar dari petani ikan asal Jakarta." Nayla mencatat sambil bertanya lagi, "Bapak pakai cara apa?" Jono menjelaskan, "Kolam ini menggunakan teknologi bioflok yang mengubah limbah organik di dalam air agar pengelolaan kualitas air lebih baik."

Jono mengajak Nayla pergi ke laut untuk menangkap ikan kerapu. Nayla tampak ketakutan, namun akhirnya setuju karena itu bagian dari tugasnya. Mereka memancing dan Jono menunjukkan cara menandai tempat berkumpulnya ikan kerapu. Selama menunggu pancingannya, Nayla melakukan sesi wawancara. Saat alat pancingnya bergerak, Jono dengan cekatan menariknya dan membawa ikan ke perahu. Perasaan senang muncul di hati Nayla, meski ia masih harus menunggu pancingan lainnya.

Setelah kembali ke darat, Jono memeriksa kondisi ikan kerapu di penangkaran. Mereka pulang dan Nayla melanjutkan penelitiannya. Jono memperhatikan Nayla yang sibuk dan akhirnya menyiapkan makan untuknya. Perhatian Jono terlihat tulus meski dengan sedikit nada tinggi. Mereka berbincang hingga Nayla merasa nyaman di dekat Jono.

Waktu Nayla untuk meninggalkan desa pun tiba. Jono tidak bisa menahan tangisnya saat Nayla pergi. Ia merasa nyaman dengan kehadiran Nayla di desanya. Nayla berjanji akan kembali untuk mengabdi dan memberikan ilmunya ke nelayan lain. Jono memeluk Nayla dan berpesan, "Jangan lupa dengan saya dan penangkaran. Jika kau lupa dan tidak kembali, saya akan mencari kamu, Nayla. Maukah kamu jadi teman dekatku selamanya?" Nayla menjawab, "Mau, Mas Jono. Sabar ya, tunggu aku selesaikan perkuliahanku dua bulan lagi." Wajah Jono berseri-seri mendengar jawaban Nayla.

Hari-hari berlalu, Jono melanjutkan rutinitasnya sebagai nelayan sambil terus mengenang kebersamaannya dengan Nayla. Setiap pagi, saat melihat pantulan cahaya dari cermin nahkoda, Jono selalu teringat pada Nayla dan janji mereka. Ia berharap dan berdoa agar Nayla kembali seperti yang dijanjikan. Jono tetap menjaga penangkaran ikan dan berbagi ilmu dengan nelayan lain, seperti yang pernah dilakukan oleh almarhum bapaknya. Kehidupan di desa nelayan itu pun terus berjalan, dengan harapan bahwa suatu hari Nayla akan kembali membawa perubahan yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun