Jadi beberapa hari lalu sempat nulis di kompasiana bahwa kekurangan Kantor Pos Indonesia sekarang hanyalah karena tidak meruncingkan fungsi yang diminati dan dibutuhkan oleh sebagian masyarakat terhadap perusahaan berplat merah tersebut. Walau kemudahan transaksi pembayaran sekarang sedang populer, namun jangan pula lembaga yang sudah memiliki pangsa pasar sendiri itu ikut bermain di kelompok majemuk, seperti membuat aplikasi layaknya Gopay bahkan aplikasi bank digital seperti Livin Mandiri apalagi tak ada pembeda sama sekali, tentu sebabnya adalah perlu kerja keras teramat sangat agar mendapatkan perhatian masyarkat modern.
Lalu saya tertarik dengan sebuah tulisan dari salah satu pengguna aplikasi X bahwa alasan pabrik perusahaan sepatu Bata tutup yang mengakibatkan PHK hingga 200 karyawan menurut penuturan dari salah satu pegawai yang berhasil di wawancarai oleh salah satu stasiun TV swasta karena menurunnya jumlah produksi semenjak sebelum pandemi hingga sekarang
Kembali ke unggahan salah satu pengguna aplikasi ini, bahwa penempatan harga dikisaran 300 hingga 700 ribu rupiah yang bersaing dengan brand lokal ternama yang lebih bagus seperti Ortuseight dan Nineten di segmen khusus olahraga serta pesaing lama seperti Pakalolo dan teman - teman di bagian sepatu formal menjadi kekurangan yang harusnya menjadi perhatian perusahaan itu sendiri. Sayangnya hal ini pula diduga tak diindahkan oleh pihak manajemen sehingga berhenti operasi pabrik sepatu lawas tersebut menjadi perhatian banyak kalangan serta dipublikasikan diberbagai media. Tentu tak salah juga sampai seorang presiden dengan lantang berani mengatakan jika hal yang terjadi bukanlah karena faktor ekonomi di Indonesia, sebab pertumbuhannya hingga sekarang cukup positif.
Seperti yang tulis di awal paragraf, mengambil contoh dari Kantor Pos Indonesia bahwa transformasi digital di jaman sekarang memang sangatlah perlu, namun jangan lupakan pergesaran kebijakan untuk menyesuaikan segala aspek tentang hal yang diinginkan serta dibutuhkan masyarakat, dalam kasus opini pengguna sosial media X terutama adalah harga serta segmentasi pasarnya.
Hingga sekarang brand sepatu lokal baru sepertinya sudah sangat mengerti harus mengambil kebijakan yang tepat, karena sepengetahuan saya brand seperti Nineten atau lainnya tak pernah memproduksi sepatu kerja atau formal. Sementara adanya kritik membangun dari peminat sepatu lokal serta daya saing tinggi agar bisa dilihat oleh pasar Internasional yang dibantu oleh masyarakat hingga pemerintah menjadi pemicu penting agar bisa terus berkembang seperti memperbaiki kualitas sampai menciptakan desain kekinian.
Menurut pendapat pribadi setelah membaca pandangan dari pengguna sosial media serta pengalaman yang dialami sendiri, sebenarnya manajemen perusahaan sepatu Bata harus mengoreksi lagi kebijakan tentang penentuan harga menjadi lebih murah serta segmentasi pasar juga harus dirubah ke kelas masyarakat menengah ke bawah kalau ingin bertahan dengan kualitas saat ini. Merubah pangsa pasar, menentukan kembali jumlah produksi serta lainnya dan bertahap selalu meriset perkembangan sepatu sekarang sangatlah diperlukan bagi perusahaan yang sudah berdiri sejak lama tersebut, nahasnya hingga ditutup sampai merumahkan karyawan, mungkin hal itu sulit dilakukan bagi para pamangku kepentingan disana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H