Dalam ilmu pembagian ada dua bagian yang menjadi obyek (a/b), a disebut pembilang dan b adalah penyebut. Pembilang adalah jumlah uang yang hendak dibagikan. Penyebut adalah jumlah orang yang hendak dibagikan uang. Biasanya di Sekolah Dasar disertai dengan contoh berupa soal cerita agar lebih muda untuk dimengerti dengan maksud penjelasan sistem pembagian.
Contoh Soal : Iguana adalah bos PT Iguana Sendu Group, Si Iguana ini memberikan uang kepada mantan pembantunya yang sudah jadi pejabat penting Bapak Sedih Prasejarah sebesar 1 Milyar rupiah. Uang tersebut selanjutnya hendak dibagi kepada teman-teman Bapak Sedih ini yang berjumlah 99 orang. Berapa kah yang diterima masing-masing orang ? Dari contoh soal tersebut, 1 Milyar rupiah / 100 orang, jadi masing-masing memperoleh 10 Juta Rupiah.
Persoalan pembagian rupanya menjadi rumit dan kacau di tangan Ketua DPRD Jakarta, Prasetio Edi Marsudi . Pertama, Karena yang hendak dibagikan adalah “uang setan”. Kedua, Sistem pembagiannya pun tidak adil menurut M. Sanusi, Edi Prasetyo menerima sangat banyak, sedangkan oknum anggota DPRD yang lain menerima sedikit alias tidak sebanyak ketua
Itulah yang membuat resah dan gelisah oknum anggota DPRD Jakarta yang berujung sifat kekanak-kanakan mereka keluar, jurus ngambek akhirnya ditempuh dengan menunda pelaksanaan Rapat paripurna untuk mengesahkan Raperda tentang reklamasi Pantai Utara Jakarta. Perihal pembagian uang tersebut terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta (13/7/2016).
Anehnya, sudah tidak ada rasa empati dan bersalah pada oknum anggota DPRD yang menerima “uang setan” ini. Walaupun “sedikit” tetap saja sudah menikmati. Lagian “sedikit” bagi kalian belum tentu sama dengan pengertian “sedikit” seorang petani seperti saya.
Kalau rapatnya tidak jadi, duit harus dikembalikan, ini yang terjadi resah dan ngambek sehingga rapat paripurna tidak kuorum tapi duit diembat juga, apa bukan edan namanya.
Tidakkah kalian membayangkan bagaimana hancurnya perasaan Aguan, sudah kehilangan banyak uang, sekarang harus merasakan dinginnya penjara KPK. Kalau kalian sebagai anggota DPRD Jakarta mempunyai iman yang kuat, tidak akan mungkin si Aguan berani untuk bermain mata, apalagi sampai bermain api seperti ini.
Kalau urusan duit sangat tanggap dan pandai menggunakan ilmu pembagian, tapi ketika rekannya M. Sanusi ditangkap, KPK semua berlagak suci dan pikun (Semoga Tuhan YME tidak membuat mereka pikun secara permanen). Yang menerima duit paling besar pun sampai saat ini masih kekeuh merasa tidak bersalah, dan tidak merasa menerima “uang setan” tersebut.
Kalau masih kekanak-kanakan memang seperti itu, suka ngambek, belum tahu makna tanggung jawab, dan sangat suka sama yang namanya “duit”. Semoga saja “uang setan” tersebut tidak digunakan untuk membayar zakat kemarin, karena yang menerima zakat adalah manusia.
Salam Santun