Mohon tunggu...
Amba Sumujud
Amba Sumujud Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Mencermati pendar informasi dan ungkapan kebebasan berekspresi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ada Kejadian Biadab, Mana Suara Psikolog Jogja ?

4 Maret 2015   17:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:11 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berat rasanya tarikan nafas ini, setiap membaca perkembangan berita siswa perempuan sekolah menengah atas di Jogja, LA (18 tahun), yang disekap, diikat, dianiaya, dan disundut rokok oleh sembilan orang yang rata-rata berusia di bawah 20 tahun. Selain dipukuli, kemaluannya juga dirusak menggunakan botol bir.

Salah seorang pelaku yang disebut-sebut juga mendalangi kejadian ini, NK (16 tahun) segera akan menghadapi sidang perdana (sumber di sini). Terbayangkah jika anak gadis kita mengalami tindakan bengis dan biadab seperti ini. Sungguh memilukan dan diluar batas kemanusiaan tindakan yang dilakukan oleh remaja seusia tersebut. Istilah kenakalan remaja dan bullying sudah sering kita dengar. Yang terjadi ini rasanya bukan lagi masuk kategori itu. Ini adalah kriminalitas.

Sedihnya lagi, kejadian ini berlangsung di Jogja, kota yang selama ini tergambarkan dengan ketenangannya, kebersahajaannya, dan predikat lainnya yang tidak berkonotasi dengan kekerasan. Kota pelajar dimana di banyak tempat di kampung-kampung terpampang papan jam wajib belajar. Sungguh tak terbayangkan kesadisan dan kebiadaban berlangsung dalam suasana kota seperti itu.

Kejadian itu kini tengah masuk dalam ranah proses hukum. Awalnya saya menduga dan berharap kejadian ini akan menyeruak terangkat ke permukaan, disorot oleh para pihak yang peduli. Kini justru keheranan yang ada dalam benak saya.

Di manakah gerangan suara, pendapat, dan tulisan dari para psikolog di Jogja. Coba telisik data, di Jogja ada sejumlah perguruan tinggi yang memiliki fakultas psikologi. Itu artinya pasti banyak akademisi psikolog dan praktisi psikolog yang berada tak jauh dari realitas itu terjadi.

Ini adalah sebuah realitas, terjadi de depan mata, siap untuk dibedah dengan berbagai pisau analisis ilmiah. Berbagai macam dalil dan teori akan dapat dikemukakan, saling melengkapi sehingga akan diperoleh kesadaran yang lebih baik mengenai dinamika yang melatarbelakangi kejadian.

Dengan demikian sebagai masyarakat awan kita akan bisa memperoleh pemahaman dan kepedulian agar ke depan kejadian seperti ini tak perlu berulang kembali. Sayang, rupanya realitas ini tidak terlalu menarik atau mungkin dianggap peristiwa kecil dan sepele yang tidak memberi nilai tambah bagi para psikolog di Jogja.

Mereka mungkin tidak tergelitik untuk mengerahkan kepakarannya untuk membedah kejadian ini. Barangkali perlu ada kejadian serupa dimana korbannya meninggal, baru akan kajian-kajian para psikolog di Jogja akan bermunculan dan disertai dengan bumbu-bumbu keprihatinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun