Mohon tunggu...
Muhammad Rifqi
Muhammad Rifqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sejarah, filsafat, dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Merajuk Cerita Klenteng Thien Ie Kong: Saksi Bisu Sejarah Kota Samarinda

26 September 2024   23:55 Diperbarui: 27 September 2024   00:32 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Klenteng Thien Ie Kong sumber: Muhammad Rifqi

Ketika menelusuri tepian Kota Samarinda tepat di ujung Jalan Yos Sudarso kita akan menemukan sebuah bangunan otentik yang menggugah api sejarah untuk berkunjung kesana. Klenteng Thien Ie Kong namanya, sebuah bangunan indah tepat pada gerbang Mahakam di hilir anak sang sungai yaitu Karang Mumus.

Jelas berdirinya Klenteng ini menunjukan eksistensi orang-orang Tiong Hoa di Kota Samarinda. Mengutip dari Muhammad Sarip dalam bukunya Samarinda Tempoe Doeloe Sejarah Lokal 1200–1999 bahwa kelompok etnis Tiong Hoa banyak mendiami kawasan Straat Te-eng (Jl. Yos Sudarso sekarang) ke Bloem Straat (sekarang dikenal Jl. Mulawarman) hingga Jalan Niaga Timur pada Komplek Pinang Babaris. Kawasan tersebut pun dikenal sebagai Pecinan di wilayah Kota Samarinda.

Kembali pada Klenteng Thien Ie Kong yang memiliki arti Tuhan yang Maha Besar. Klenteng sendiri dibangun pada tahun 1903 dan selesai 1905. Pembangunannya berlangsung daripada era kolonial Hindia Belanda, yang di-prakarsai oleh Bapak Letnan Oey Kun Khue Gwan dengan swadaya masyarakat Tiong Hoa yang ada disekitar Klenteng dan menggunakan dana yang dihimpun sampai sekitar 50.000 gulden.

Arsitektur Klenteng sendiri dari pengakuan Pak Hansen, selaku pengurus menyatakan bahwa “dalam pembangunannya tidak ada sama sekali paku yang digunakan,” sehingga menambah ke otentikan dari bangunan ini sendiri.

Seperti kebanyakan Klenteng yang berdiri pasti ada tuan rumah atau kawasan persembahan dari tempat tersebut, di Thien Ie Kong tuan rumahnya sendiri ialah Dewi Makco Thian Siang Sing Bo yang dikenal sebagai Dewi laut dan sungai serta merupakan penentu baik atau tidaknya dilakukan sebuah pelayaran. Selain itu ada Dewa Kongco Hian Thian Siang Te dan Dewa Kwan Sing Tee Kun serta para suci lainnya.

Prasasti Tri Dharma pada Klenteng Thien Ie Kong. sumber: Muhammad Rifqi 
Prasasti Tri Dharma pada Klenteng Thien Ie Kong. sumber: Muhammad Rifqi 

Klenteng Thien Ie Kong dalam sejarahnya merupakan tempat pribadatan agama Kong Hucu tetapi pada akhirnya berubah menjadi pribadatan Tri Dharma. Dikutip dari Pak Hansen, meyatakan,“adanya patung suci semisal sang Buddha dll, maka pada kisaran tahun 1940 Klenteng akhirnya diubah dan dikenal sebagai tempat pribadatan Tri Dharma yaitu Kong Hucu, Buddha, dan Tao.”

Namun, pada tahun 1940-an ketika Jepang masuk ke Indonesia setelah meletusnya perang dunia kedua juga ada hal menarik dalam sejarah dan menyedihkan yang terjadi di sekitaran Klenteng, yaitu ada Bom yang diledakan oleh Militer Jepang pada perusahaan minyak goreng di belakang Klenteng yang hampir menghancurkan bangunan. Maka ketika masuk ke dalam Klenteng sekarang akan nampak tiang penyangga dari bangunan agak miring.

Dibagian tengah dari Thien Ie Kong ada bagian atap terbuka yang berfungsi sebagai ventilasi ruangan dengan sumur di bawahnya yang langsung berasal dari air Sungai Mahakam.

Bukti dari pengesahan Klenteng Thien Ie Kong sebagai cagar budaya di Kota Samarinda. Sumber: Muhammad Rifqi
Bukti dari pengesahan Klenteng Thien Ie Kong sebagai cagar budaya di Kota Samarinda. Sumber: Muhammad Rifqi

Sampai hari ini Klenteng Thien Ie Kong masih berdiri kokoh dan sama ketika pertama kali berdiri baik dari segi arsitektur dan model banguan. Thien Ie Kong tlah menemani perkembangan kota Samarinda dan menjadi saksi bisu sejarah dari era Kolonial, penguasaan Militer Jepang, sampai Republik Indonesia beridiri. Pada tahun 2021 atas nama Wali Kota Samarinda Bapak Andi Harun mengeluarkan putusan Wali Kota Samarinda nomor: 432/360/HK-KS/XI/2021 yang menyatakan Klenteng menjadi cagar budaya kota dan yang harus dijaga dan dilestarikan.

Memantik pembahasan mengenai Klenteng Thien Ie Kong menunjukan eksistensi orang-orang Tiong Hoa di Bumi Etam jelas telah menemani banyak cerita dan kisah yang berlangsung. Thien Ie Kong hanya salah satunya. Mengutip dari Chai Siswandi dalam Buku dari Republik Samarinda sampai Tempayan Kalimantan dan catatan resmi pemerintah Republik Indonesia: Propinsi Kalimantan Timur (1953) bahkan salah satu versi dari asal-usul penamaan Kutai diambil dari Bahasa China yaitu “Kho-Thay” yang memiliki arti Kerajaan Besar. Jelas, hubungan dengan orang Tiong Hoa di bumi Samarinda telah berlangsung panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun