Kami sang pohon bersama sang bunga, yg saling berpangku bersama para kawanan semak.
Tahun demi tahun berkelanjutan, kami tau.
Tapi pengetahuan kami adalah sebatas kami.
Tak sepandai mahluk mahluk berfikir yg kami kenal adalah "Tuan".
Kami tak bertuan.
Bahkan kami tak tau, kenapa kami tak bertuan.
Mungkin kami tanaman kedegilan,
sehingga tak satupun tuan sekedar memandang.
Lihat "tuan"! Aku, adalah sang pohon, tinggiku menjulang.
Akarku menopang batang batang semak lemah,
menopang tangkai tangkai bunga terkulai.
Kami sesama teman yg tak bertuan.
Dalam hari kami selalu bercerita tentang musim.
Musim musim dimana kami hidup bergandengan,
dengan ringan walau tanpa bantuan "tuan".
Musim kemarin adalah hujan.
Sekarang mungkin kembali kekeringan,
mungkin juga tidak.
Namun walau tak punya pikir seperti tuan, kami selalu ikut kehendak Tuhan.
Bagaimana dengan para "tuan"?
Sudahkah "tuan" memastikan masa sekarang dan yang datang, dgn daya pikir sebagai tuan?
Kami dengar, tuan telah mengumbar janji janji tentang yg datang.
Dan menista masa lalu dan juga masa sekarang.
Atau kah sekedar pencitraan, atau sudah lupa Kebesaran Tuhan?
Kami tak mengerti, kami tak punya pikir yang berhaluan.
Berita itu hanya saja terdengar oleh tiupan angin melayang,
Dari jeritan saudara saudara kami yg tuan perbudak dipinggir jalan.
Teriakan yang tuan tidak pernah dengarkan,
Mereka menjerit dipaku dengan gambar dan janji janji indah para tuan.
Mereka menjerit tuan,
Walau mereka tak berdarah seperti tuan,
Tapi mereka menjerit tuan,
"Sayang dan sia sia”, kesempurnaan pikir milik para tuan tak bermanfaat bagi kami tanaman tak bertuan.
Anda hiraukan tugas yang seharusnya anda pikul sebagai ”para tuan”.
Anda tak bernurani dan juga tak bernaluri akan pekerjaan yang telah Tuhan berikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H