Mohon tunggu...
Andi Muhlis
Andi Muhlis Mohon Tunggu... -

Amateur Photographer, tinggal di Urbana

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Oleh-oleh dari San Antonio

9 Desember 2009   20:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:00 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Urbana, Dec 2008 (Setahun yang lalu)

Musim dingin di Urbana lumayan menyiksa bagi kami, orang kampung yang berdarah tropis ini. Urbana adalah sebuah kota kecil berjarak 140 mil di sebelah selatan Chicago. Saat winter, suhu di kota ini hampir selalu di bawah nol derajat celcius dengan angin dingin yang berhembus membuat ujung-ujung jari dan daun telinga terasa sakit sekali. Kebetulan, tahun ini IMSA (Indonesian Muslim Society in America) mengadakan muktamar di kota Houston, Texas, sebuah kota besar yang terletak di bagian Selatan yang tidak terlalu dingin. Jadi kami pikir adalah sebuah ide yang bagus sekali untuk menyambung tali silaturahim dengan saudara-saudara senegeri yang akan menghadiri acara muktamar tersebut sambil melarikan diri dari dingin yang menggigit ini.

Texas termasuk negara bagian AS yang terluas ke 2 setelah Alaska, dengan luas kira-kira 696.000 km2. State ini terkenal juga sebagai state yang kaya karena sumber alam berupa minyak bumi. Letaknya yang berbatasan dengan Mexico dengan sejarah yang unik, membuat Texas menjadi tempat tujuan bagi para peminat wisata. Salah satu kota yang punya latar belakang sejarah yang kental ini adalah San Antonio.

Kami tiba di San Antonio, setelah menempuh jalan darat dengan jarak kurang lebih 1.100 mil atau setara dengan 1.770 km. Jarak ini dapat dibayangkan seperti naik mobil dari Ujung Barat Banten ke Banyuwangi PP alias pulang pergi! Berbeda dengan berkendara mobil lintas Jawa, maka bepergian melalui interstate merupakan pengalaman yang agak membosankan karena jalan yang lurus bebas hambatan. Seharusnya perjalanan yang membosankan ini bisa dilalui dengan relatif cepat karena kecepatan kendaraan bisa dikebut sampai 65-75 mil per jam alias 100-120 kilometer per jam, bahkan jika curi-curi kecepatan melewati ‘speed-limit’ kecepatan bisa mencapai 150 kilometer per jam. Namun cuaca yang buruk berupa hujan lebat dan sisa-sisa salju yang berserakan di sepanjang jalan keluar dari negara bagian Illinois dan Missouri, membuat mobil kami hanya sanggup melaju dengan kecepatan rata-rata 45 mil per jam. Kami tiba 6 jam terlambat dari rencana semula.

[caption id="attachment_35894" align="aligncenter" width="199" caption="Benteng Alamo"][/caption]

the Alamo

Benteng Alamo dan San Antonio Riverwalk adalah dua tujuan utama kami dalam daftar kunjungan di Winter Runaway ini. Sayangnya karena terlambat, kami hanya bisa menikmati dua obyek tersebut di malam hari. Museum di dalam Benteng Alamo terlanjur tutup malam itu dan esoknya pun masih tutup karena hari Natal. Namun benteng yang terkenal dan penuh sejarah itu tetap menarik dinikmati dari luar. Suasana malam Natal di sekitar benteng menambah cantik pemandangan di seputaran kawasan Benteng Alamo. Lampu-lampu Natal dirangkai di beberapa pohon besar, menjuntai dan bersinar kecil-kecil. Beberapa kereta kuda yang juga berhiaskan lampu-lampu, berlalu lalang di jalan kota yang tidak terlalu lebar. Skala lingkungannya manusiawi sekali. Jarak antar bangunan dan lebar jalan tidak seperti tipikal down-town modern yang biasanya kurang bersahabat untuk pejalan kaki. Tak terasa bahwa kami sedang berada di kota terbesar ketujuh di Amerika Serikat.

Setelah puas merasakan ruang di depan Benteng Alamo, kami melanjutkan dengan berjalan kaki mencari jembatan terdekat. Ya! jembatan. Jembatan memang merupakan salah satu petunjuk adanya jalan masuk ke Riverwalk. Sebelum turun ke sungai, kami melalui emperan gedung yang juga merupakan bagian dari Museum Ripley Believe It or Not yang terkenal itu. Terlihat beberapa patung boneka lilin terpajang dan beberapa benda lainnya yang dipamerkan. Kami menyempatkan mampir ke salah satu toko suvenir milik seorang ibu separuh baya. Ia berasal dari China, tapi sudah bertahun-tahun tinggal di San Antonio. Namanya Stephani. Ia sedang gusar dengan tetangga tokonya yang baru yang katanya meniru idenya berjualan suvenir dan merebut pengunjung-pengunjung yang lewat di situ. Tapi di tengah kegusarannya, ia melayani kami dengan bersahabat dan penuh tukar kata. Stephani merupakan gambaran heterogenitas San Antonio. Dari sekitar 65% penduduk kulit putih, hampir setengahnya non-hispanic sementara 35% lainnya campuran dari Black, Asia, dan lainnya.

Setelah mendapatkan apa yang dicari, kami melanjutkan langkah ke jembatan. Kami temukan salah satu jalan masuk tidak terlalu jauh dari Benteng Alamo. Di situ terpampang tulisan kecil dengan anak panah…”Riverwalk”. Kami menuruni sejumlah anak tangga yang berlanjut ke sebuah plaza kecil dengan kolam yang memiliki undak-undakan air terjun kecil. Ternyata plaza itu bagian dari sebuah gedung kantor yang membuka sebagian dari propertinya untuk menjadi bagian dari ruang publik.

Kami menelusuri setapak selebar satu setengah meter. Pinggiran setapak tersebut langsung bersisian dengan sungai tanpa pembatas pagar. Agak mengerikan juga membayangkan kemungkinan anak-anak yang bisa terjatuh ke sungai. Sungai yang kedalamnya tak terduga itu memang tidak jernih. Seperti sungai di kota-kota lainnya, sungai ini memang agak keruh tapi yang ini bersih dari sampah dan tidak berbau. Beberapa perahu kecil penuh dengan wisatawan berseliweran dengan suara pemandu yang bercerita tentang kota ini. Kami hanya mendengar sepotong-sepotong suara pemandu itu, dari perahu yang satu ke perahu yang lain. Ada yang bercerita tentang sniper (penembak jitu) yang bertengger di salah satu pohon di situ kala perang abad yang lalu. Yang lain bercerita tentang tokoh Sam Houston dan Jim Bowie yang namanya sering disandingkan dengan jenis pisau yang terkenal, Bowie Knife.

[caption id="attachment_35895" align="alignleft" width="300" caption="San Antonio Riverwalk"][/caption]

Di sisi lain juga terdapat setapak yang paralel dengan yang kami lalui. Kedua setapak ini ramai dengan lalu lalang orang yang menuju café dan restoran yang juga mengambil tempat di sisi sungai. Orang-orang berbaju bagus-bagus dan beraroma parfum yang harum tapi lembut berbaur dengan aroma steak yang menggoda selera. Sayang sekali kami tidak bisa ikut menikmati hidangan itu padahal perut sudah keroncongan sejak mencium bau daging bakar tersebut dari kejauhan. Andai saja ada yang berjualan steak halal dan zabihah, kami tidak akan menyia-nyiakan momen dan suasana yang ada, waktu dan tempat yang mewujud di San Antonio Riverwalk ini. Di sepanjang Riverwalk, ada puluhan café dan restoran yang beroperasi di situ, berdampingan dengan hotel dan properti yang disewakan untuk perkantoran. Mereka hidup dan sekaligus menghidupkan suasana sungai.

Sejarah Paseo del Rio (Sungai Paseo) yang menjadi sajian utama Riverwalk ini cukup panjang, sepanjang kehidupan yang mulai ada di San Antonio. Nama San Antonio sendiri diambil dari Saint Anthony, nama orang suci dari kalangan Katolik yang hari rayanya diperingati tanggal 13 Juni. Pada tanggal tersebut di tahun 1691, singgahlah sebuah ekspedisi orang-orang Spanyol di tempat itu, lalu mereka menamakan tempat itu San Antonio. Sejarah Paseo del Rio memang tak lepas dari misi penyebaran agama yang termasuk salah satu dari motivasi eksplorasi dan kolonialisasi oleh bangsa Eropa pada abad 16-18: God, Glory and Gold. Peristiwa jatuhnya Benteng Alamo pada tahun 1836 juga mengambil setting Sungai Paseo.

Penataan kawasan sungai yang kini menjadi atraksi wisata utama di kota San Antonio ini juga melalui perjalanan yang panjang. Sebelumnya sungai ini merupakan masalah besar bagi kota San Antonio akibat beberapa peristiwa banjir yang memakan korban jiwa dan materi. Untuk mengatasi banjir, pihak kota membangun sistem penanganan banjir yang terdiri dari bendungan dan kanal. Rencana dan proses pembangunan dikawal oleh sebuah komunitas pencinta konservasi yang banyak mempengaruhi arah kebijakan dari sistem penanganan banjir ini. Keberadaan Conservation Society ini muncul untuk menghindari pembangunan yang merusak potensi kota, seperti Old City Market House yang terlanjur dikorbankan untuk pembangunan kanal. Akhirnya rencana penanganan sungai ini ditangani dengan lebih serius dan melibatkan arsitek Robert Hugman yang kemudian memaparkan ide visioner-nya di hadapan para petinggi kota, pemilik properti dan para pemuka masyarakat di tahun 1929. Ide ini kemudian diwujudkan walaupun tidak se-ekstensif konsep awal arsitek Hugman. Kini, penanganan Riverwalk dipercayakan pada satu asosiasi tersendiri, The Paseo del Rio Association, yang mempromosikan dan menunjang kegiatan-kegiatan Riverwalk.

Melihat San Antonio Riverwalk, mengingatkan kami akan sungai Cikapundungyang melintas di tengah kota Bandung, dan mungkin banyak juga sungai-sungai kota lainnya di tanah air. Bisakah kita meminjam pengalaman kota San Antonio untuk memperbaiki kondisi sungai-sungai kita, selain menangani banjir sekaligus menjadi generator ekonomi skala kota? Asosiasi pengelola mungkin saja tidak mendapat profit dari kegiatan Riverwalk, bahkan mungkin merugi dan harus disubsidi oleh kota atau dibantu oleh sponsor, tapi banyaknya kunjungan wisatawan dari luar kota atau dari tempat lain yang lebih jauh, tentu akan berpengaruh pada meningkatnya bisnis di bidang yang terkait, seperti bisnis kuliner, travel dan akomodasi.

Keramaian Riverwalk di malam itu, hanyalah salah satu dari sekian acara yang diselenggarakan oleh asosiasi. Sepanjang tahun sudah terjadwal beberapa festival, pertunjukan dan parade, termasuk peringatan Independence Day 4th of July. Rasanya perlu lebih dari sehari untuk dapat menikmati pemandangan sungai ini, siang dan malam. Malam itu sudah terlalu larut bagi kami untuk melanjutkan jalan-jalan menyusuri sungai dan tiba saatnya untuk kembali ke gedung parkir untuk pulang ke hotel tempat kami menginap.

[amtpls2008]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun