Mohon tunggu...
Ami Tati Fatmawati
Ami Tati Fatmawati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

simpel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pernahkah Anda Berada di Gerbong Kepala Kereta Api?

2 Agustus 2010   03:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:23 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika pertanyaan tersebut ditujukan kepada saya, maka saya akan menjawab : iya, saya pernah.

Bagaimana rasanya berada di gerbong paling depan alat transportasi yang bernama kereta api?

Saya akan menjawab, was-was dan deg-degan. Kenapa?

Was-was khawatir jika tiba-tiba ada pemeriksaan dan menangkap kami semua penumpang ilegal di gerbong masinis. Terutama karena saya adalah penumpang wanita satu-satunya. Heee.

Deg-degan, takut jika kereta bertabrakan dengan kereta lain dan walhasil, tentu saja saya dan penumpang ilegal lainnya yang akan paling parah mengalami luka-luka jika tidak ingin dikatakan akan meninggal langsung di TKP. Besoknya heboh di koran yang membahas kematian mengerikan seorang wanita penumpang ilegal kereta api. Astagfirullah. Sungguh pikiran-pikiran tersebut tidak bisa saya hilangkan ketika saya menjadi penumpang ilegal di gerbong masinis.

Bagaimana saya bisa menjadi penumpang ilegal yang berada di gerbong paling depan menemani masinis?

Awalnya saya dan teman saya akan menaiki kereta Jurusan Cirebon. Namun berhubung kereta api yang menuju ke Cirebon sudah tidak ada yang beroperasi lagi, diputuskan untuk menunggu kereta mana saja jurusan jawa yang melewati stasiun Cirebon. Berhubung seluruh loket penjualan tiketpun sudah tidak ada yang buka akhirnya kami hanya membeli peron masuk.

Selama kami menunggu, kereta ekonomi jurusan Jawa Progo paling pertama datang. Namun kami mengurungkan niat untuk menaikinya karena sudah penuh sekali. Akhirnya kami duduk kembali menunggu kereta lainnya. Selama masa penantian kereta jurusan jawa lainnya itu, kami duduk beralasan koran di paling ujung stasiun. Masa penantian tersebut kami isi dengan acara mengobrol dan menikmati suasana malam di stasiun yang ber-atap-kan langit.

Tak berselang lama akhirnya, tut tut tut, kereta ekonomi Tawang pun datang. Bergegas kami langsung berlari ke arah datangnya kereta tersebut. Namun karena kami lebih dekat dengan gerbong depan masinis dan melihat ada beberapa orang yang naik gerbong tersebut serta ditawari juga oleh asisten masinis (saya baru tahu jika dia asiten masinis ketika sudah di dalam gerbong depan). Akhirnya tanpa pikir panjang kami pun meloncat ke dalam gerbong depan tersebut.

Di dalam gerbong masinis tersebut ternyata sudah ada sekitar 6 orang penumpang ilegal lainnya. Lalu si asiten masinis menanyakan tujuan kami, dan setelah tahu arah tujuan kami, si asisten masinis meminta bayaran sebesar 20.000 rupiah per kepala. Total kami harus membayar 40.000 rupiah untuk sampai di Cirebon. Harga yang jauh berbeda jika kami harus menaiki kereta dengan harga normal.

Hal pertama yang saya tanyakan kepada Pak masinis adalah apakah keberadaan kami akan menganggu dia dalam bekerja? Sungguh saya saya khawatir jika keberadaan kami para penumpang ilegal akan membuat dia tidak bekerja optimal. Pak masinis menjawab dengan ramah, jika keberadaan kami tidak akan mengganggu jika kami tidak teriak-teriak. Selain pertanyaan tersebut saya pun banyak bertanya mengenai alat-alat dan hal-hal lainnya kepada si asisten masinis. Huu, maklum saya merupakan tipe orang yang penasaran dan ingin tahu jika tidak ingin dikatakan jika saya cerewet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun