Mohon tunggu...
Armin Mustamin Toputiri
Armin Mustamin Toputiri Mohon Tunggu... Politisi - pekerja politik

Menuliskan gagasan karena ada rekaman realitas yang menggayut di benak.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puasa Ujian Kejujuran Diri (10)

28 Juni 2015   02:21 Diperbarui: 28 Juni 2015   02:21 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

LOGIKA YANG TAK LOLOS UJI KELAYAKAN

Oleh Armin Mustamin Toputiri

Sehabis mengikuti shalat Jum’at kemarin, saya banyak menghabiskan waktu mengikuti ujian kelayakan para kandidat kepala daerah di dua kabupaten asal kampung saya, di Luwu Timur juga di Luwu Utara. Mereka berebut untuk meraih simpati agar diusung oleh parpol dimana saya terlibat menjadi pengurus. Seluruhnya sudah menyampaikan komitmen masing-masing tentang kesiapan mereka untuk membangun daerah sesuai kittah perjuangan parpol.

Tentang siapakah selanjutnya yang bakal keluar jadi “pemenang” untuk mengendarai parpol ini, guna mengikuti pertarungan Pilkada yang pencoblosannya digelar awal Desember nanti, maka kalau saya diminta untuk berkata jujur, mereka para kandidat itu sendiri penentunya. Ukurannya, sejauhmanakah elektabilitas mereka di mata rakyat. Tak lain maksudnya karena seluruh parpol ingin memenangi pertarungan pilkada. Indikatornya berdasar hasil survey.

Sudah seperti itu yang sebenarnya. Makanya setelah ujian kelayakan para kandidat berakhir jelang beduk magrib, saya memilih bergegas pulang ke rumah. Berburu waktu, kiranya tiba tepat waktu untuk berbuka puasa di rumah. Namun karena sepertinya semua pelintas jalan memiliki harapan sama dengan saya, akhirnya mobil saya terjegat macet. Tidak selang lama, adzan magrib berkumandang dari radio di mobil saya. Telat berbuka puasa di rumah.

Saya terpaksa mampir membeli air minum di tepi jalan. Di saat meladeni saya, si ibu penjual tengah mengomeli anak lelakinya, lantaran seharian tidak menunaikan puasa. Si anak lelaki separuh baya itu balik membalas omelan ibunya. “Percuma saja saya puasa, karena ustadz yang khutbah Jum’at siang tadi, menyampaikan tidak diterima pahala puasanya orang yang tidak shalat lima waktu”, tepisnya. Wah, sepertinya ini logika yang tak lolos uji kelayakan.

Faisal-Makassar, 10 Ramadhan 1436 H/27 Juni 2015 M.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun