[caption id="attachment_316696" align="alignnone" width="572" caption="Sumber photo : kompas.com"][/caption]
70.997.833 - 62.576,444= 8.421.389
KPU telah mengetukkan palunya enam kali, secara terpisah. Tiga kali ketukan bagian awal, plus tiga kali ketukan bagian kedua. Tiga kali ketukan pertama mensahkan pasangan nomor urut 2 (Jokowi-JK) sebagai peraih suara terbanyak 70.997.833, dibanding pesaingnya, nomor urut 2 (Prabowo Hatta) yang hanya meraih 62.576.444 suara. Jika suara keduanya dijumlah, hasilnya 133.572.277, atau jika dikurang ditemukan selisih 8.421.389 suara rakyat.
Tiga kali ketukan pada bagian kedua, menetapkan pasangan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres 2014, pasangan Prabowo-Hatta di pihak yang kalah. Jokowi-JK sebagai pihak pemenang, tak kuasa menahan kegirangan, sebaliknya Prabowo-Hatta tak kuasa menyembunyikan kecewa. Tak terkecuali tim pemenang dan pendukung masing-masing. Aktif atau pasif, ring 01 atau ring 100, atau tanpa ring sekalipun, juga mempertontonkan pemandangan berbeda.
Dua bingkai pemandangan yang benar-benar kontras. Normal dan manusiawi. Setelah salam satu jari atau salam dua jari, kini sama-sama melambaikan tangan salam tiga jari. Meski ada 70.997.833 jiwa yang melambai riang, ada pula 62.576.444 jiwa yang --- sulit mengingkari --- melambai lemas. Keduanya hanya berselisih 8.421.389 jiwa. Tak soal, terpenting saat ini, sama-sama berada pada sila ketiga Pancasila, “Persatuan Indonesia”.
Dari total 133.574.277 jiwa (suara sah) yang menggunakan hak pilih, apapun suku, agama atau rasnya, sama-sama warga bangsa yang mencintai negerinya. Keberbedaan semata karena perbedaan pilihan. Selera setiap orang memang tak sama.Pihak satu memandang perlu pemimpin tegas dan berwibawa sebagai perisai dan kehormatan bangsa. Sementara pihak lain, berselera serta merindukan pemimpin merakyat yang tanpa banyak teori tapi punya itikad untuk bekerja.
Tentang hendak kemana negeri ini akan dibawa, minimal lima tahun ke depan, jika dicermati lima kali debat, secara substansial sesungguhnya memiliki kesamaan pandang, keberbedaan hanya pada cara pendekatan dan bentuk perwujudan. Pun jika masih ada perbedaan tersisa, “think tank” Jokowi-JK (selaku pemenang), bertugas menjinakkan hak konstitusional yang berbeda itu, seperti tercermin pada keberbedaan selera pemilih yang (agak) tipis. Kini terakumulasi dalam “salam tiga jari”.
Palopo, 24 Juli 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H