Mohon tunggu...
Armin Mustamin Toputiri
Armin Mustamin Toputiri Mohon Tunggu... Politisi - pekerja politik

Menuliskan gagasan karena ada rekaman realitas yang menggayut di benak.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Catatan dari Tanah Haram (01)

16 Oktober 2011   19:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:52 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan dari Tanah Haram (01)

PANGGILAN YANG TAK TERDUGA

Oleh Armin Mustamin Toputiri

Setelah enam bulan yang lalu, di akhir April 2011, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di tanah haram, bersama keluarga menunaikan ibadah umrah, saatnya 13 Oktober 2011, saya memiliki kesempatan kembaliu datang lagi di negeri para rasul ini, berniat menunaikan ibadah haji, penuh dengan cara tamattu.

Kedatangan saya ini kali, jauh beda saat menunaikan ibadah umrah yang diliputi perencanaan dan persiapan. Mungkin sedikit lebih tepat kalau saya menyebutnya suatu panggilan yang sama sekali tak terduga. Sama dikatakan orang-orang dekat saya, keberangkatan yang benar-benar semata karena keterpanggilan dari yang maha kuasa.

***

Sebenar mulanya adalah karena seorang kerabat kerja saya mendapat giliran menjalankan fungsi pengawasan untuk pelaksanaan haji tahun ini selaku TPHD, dengan sendirinya biaya perjalanannya sepenuhnya ditanggung oleh negara, tapi karena ia memiliki halangan berarti, kerabat kerja yang sangat baik itu menyerahkannya pada saya untuk tugas mulia itu.

Ia menyerahkannya pada saya. Saatnya saya harus bertanya, kenapa mesti saya? Bukankah ada 15 orang kerabat kerja yang lain --- memiliki hak sama --- juga menunggu giliran tugas mulia ini. Terlebih lagi kerabat kerja yang lain itu sudah berkali-kali memintanya agar dialihkan saja padanya. “Entahlah, saya juga kurang paham, kenapa hanya Anda saja selalu terbersit di hati saya”, jawabnya singkat.

***

“Masya Allah, sungguh ini adalah rahmat untuk saya!”, bisik saya dalam hati, sekalipun saat awal menerima pengalihan tugas mulia ini, jujur saja batin saya pun serasa sesak. Terbersit, apakah bisa saya mengemban tugas ini sekaligus berkesempatan menunaikan ibadah haji. Terlebih lagi kerabat kerja itu menyerahkan tepat di malam 17 Ramadhan lalu, di sebuah warung kopi yang sederhana.

Makanya sejak menerimanya di malam 17 Ramadhan (17 Agustus 2011) itu, hingga pemberangkatan Kloter 13 Embarkasi Hasanuddin, 13 Oktober 2011, setiap waktu saya selalu merenungkan, kenapa tugas mulia ini pilihannya jatuh pada saya. Apakah isyarat Tuhan di baliknya. Saya menerima amanah ini untuk tugas mulia di tanah haram, sekaligus beribadah haji bukan dengan ongkos pribadi.

***

Saatnya batin saya sedikit bisa lebih tenang ketika mencoba mengingat pendapat sejumlah mufassir (ahli tafsir), bahwa seseorang berangkat menunaikan ibadah haji , hanyalah karena keterpanggilan dari Allah SWT. Bukan karena uang. Banyak orang (muslim) punya harta --- jauh melampaui ongkos naik haji --- tetapi belum tentu mendapatkan panggilan untuk menginjakkan kaki di tanah haram.

Kalau demikian, maka tidaklah keliru jika di kelopak mata saya tak henti digenangi air mata. Dan batin saya tetap saja merintih mencari jalan dan pintu yang lebih tepat untuk menyampaikan syukur dan terim kasih padaNya. Terlebih lagi pada akal saya yang terus bertanya-tanya, “Ya Allah, apakah maksudMu memanggilku ke rumahMu ini dengan tanpa terduga?”.

Kota Madinah, 16 Oktober 2011

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun