Mohon tunggu...
Armin Mustamin Toputiri
Armin Mustamin Toputiri Mohon Tunggu... Politisi - pekerja politik

Menuliskan gagasan karena ada rekaman realitas yang menggayut di benak.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Catatan Tercecer Pasca Pilpres 2014 (9)

23 Juli 2014   15:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:29 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_316469" align="aligncenter" width="526" caption="Sumber photo: harianjambi.com "][/caption]

“Vox Populi Vox Dei”

Vox populi vox dei, jika diterjemahkan secara sederhana kira-kira berarti “suara rakyat, suara Tuhan”. Frase yang sangat popular ini, menurut temuan informasi dari berbagai sumber “google”, konon berasal dari isi surat seorang teolog Kristen asal Inggris, bernama Alcuin (735-804) yang dikirimkan kepada raja Charles Agung, di abad pertengahan. Jika frase ini coba dinalar ---- juga dengan logika sederhana --- maka frase ini mengandung pengertian luas, bahwa suara rakyat tidak pernah salah, karena Tuhan ada pada suara rakyat. Tuhan sama sekali tidak pernah salah.

Sekali lagi juga dengan cara pandang sederhana, kira-kira sudah seperti itulah makna termaktub ketika KPU (Rabu, 22/07/2014) mengetukkan palunya tiga kali untuk menetapkan kemenangan pasangan Capres/Cawapres Pilpres 2014, Jokowi-JK sebagai peraih suara terbanyak dibanding pesaingnya pasangan Prabowo-Hatta. Setelahnya, andai kita mau bersepakat pada frase vox populi vox dei, bahwa setelah mendengar ketukan palu KPU itu, maka selesai pulalah rangkaian proses pertarungan Pilpres 2014. Jokowi-JK pemenang, Prabowo-Hatta kalah.

Sekalipun kenyataan terjadi sudah demikian, tetapi yang patut dimengerti, pemenang tidak selamanya berarti lebih baik dari yang kalah. Sebaliknya bagi yang kalah, tidak selamanya lebih buruk. Pilihan politik bukan multiple choce, pada rana baik atau buruk, tetapi ini hanyalah sekadar konsekuensi dari sebuah pertarungan mendapatkan sebanyak mungkin suara rakyat. Ada selisih suara yang melahirkan pemenang dan yang kalah. Semoga Tuhan ikut mengklaimnya juga sebagai suara Tuhan. Tuhan tak pernah salah, tapi rakyat tak bisa lepas dari kesalahan.

Tuhan tak mungkin salah dalam menjaminkan suara-Nya pada Pilpres 2014, yakni hanya pada suara rakyat yang murni. Suara rakyat yang sama-sama diberikan pada kedua pasangan. Prabowo-Hatta, diberi 62.576,444 suara (46,85 %) dan Jokowi-JK 70.997.833 (53,15 %) suara. Keduanya tidak meraih suara berimbang, karena suara itu dihasilkan dari sebuah proses pertarungan. Ada yang menang, tentu ada yang kalah. Presiden RI tidak mungkin dua, Wakil Presiden RI pun cuma satu. Selisih suara keduanya 8.421.389 dari total suara sah 133.574.277.

Sesungguhnya ada 190.307.134 suara rakyat tersedia, tapi tidak seluruhnya mendapat ‘inayah untuk bersekutu dengan suara Tuhan. Entah golput, batal atau raib, tapi pastinya bahwa kedua pasangan sama-sana mendapatkan suara rakyat dengan selisih tipis 6,30 %. Keseluruhan suara rakyat yang sah, semoga benar-benar juga suara Tuhan. Harus selalu dijaga sebagai amanah. Suara Jokowi-JK biarlah tetap menyatu sebagai benteng penguasa. Suara Prabowo-Hatta juga harus tetap bersekutu melakukan koreksi, agar kelak suara Tuhan tak terkhianati. Agar murka Tuhan tidak menimpa negeri ini. Dan itulah idealnya rekonsiliasi. Check and balances. Tak mesti searah. .

Palopo, 23 Juli 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun