[caption id="attachment_320820" align="alignnone" width="600" caption="Ilustrasi/Desain repro: Abdul Muis Syam"][/caption]
APABILA Jokowi-JK memang benar-benar serius ingin menjalankan pemerintahan barunya untuk kepentingan rakyat dan kemajuan negara ini, khususnya di bidang pengelolaan migas (BBM: Bahan Bakar Minyak), maka Pemerintahan Jokowi-JK hendaknya tidak memandang sebelah mata sejumlah gagasan dari sejumlah pihak, termasuk adanya ide-ide terobosan yang ditawarkan oleh Dr. Rizal Ramli.
Menurut mantan Menteri Keuangan ini, RAPBN 2105 sangat sepi dari stimulus, apalagi terobosan. Olehnya itu, pemerintah baru harus berani mengambil kebijakan terobosan yang benar-benar berpihak kepada kepentingan rakyat yang bertujuan untuk kemajuan bangsa dan negara ini melalui pengelolaan migas.
“Khusus soal subsidi bahan bakar minyak, misalnya, ada sejumlah langkah cerdas (terobosan) yang bisa ditempuh untuk menyelamatkan APBN tanpa harus menaikkan harga BBM, (sebab BBM) yang pasti menambah berat beban rakyat,” ujar Rizal Ramli dalam sebuah diskusi bertema “Membedah RAPBN 2015”, di Press Room DPR, Jakarta, Kamis (21/8/2014).
Kebijakan dan terobosan tentang migas (BBM) seperti apakah itu yang dimaksud oleh sosok yang juga pernah menjabat Menko Perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid ini?
Mengenai subsidi BBM, Rizal Ramli menyakini ada sejumlah solusi lain yang lebih cerdas sebagai terobosan penting dibanding dengan hanya menaikkan harganya.
Terobosan itu antara lain, pertama, Pemerintahan Jokowi-JK harus berani memberantas mafia migas yang telah merugikan negara minimal US$1 Miliar tiap tahun.
Kedua, pemerintah baru sebaiknya segera membangun tiga kilang baru masing-masing berkapasitas 200.000 barel. Langkah dan terobosan ini, menurut hitung-hitungan Rizal Ramli, adalah dapat menghemat biaya pengadaan BBM hingga 50 persen.
Ketiga, menurut Rizal Ramli selaku ekonom senior ini, pemerintahan Jokowi-JK diharapkan mampu meningkatkan efisiensi produksi BBM dengan cara menekan cost-recovery yang saat ini mencapai US$32 Miliar per tahun. “Tidak masuk akal lifting turun 40 persen, tapi cost-recovery justru naik hingga 200 persen,” lontar Rizal Ramli geleng-geleng kepala.
Menurut tokoh yang selalu tampil menolak kenaikan BBM ini, dengan menekan 20 persen cost recovery saja berarti terjadi penghematan US$ 6,4 Miliar pertahun, atau setara dengan sekitar Rp.72 Triliun.
Dan yang keempat, Rizal Ramli berharap agar pemerintahan Jokowi-JK dapat menata dan memperbaiki iklim usaha di sektor migas, khususnya di bidang eksplorasi, sudah banyak konsesi yang dibagi-bagi secara tidak transparan dan lebih cenderung hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu secara monopoli.