[caption id="attachment_359048" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Abdul Muis Syam."][/caption]
JABATAN bisa diibaratkan sebuah “barang” yang dititipkan kepada seseorang, dengan maksud agar dapat digunakan sebagaimana mestinya. Jika demikian, jabatan adalah sebuah amanah yang harus senantiasa dijaga dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab agar dapat memenuhi kepentingan orang banyak, bukan untuk memuaskan kepentingan kelompok tertentu saja.
Dalam melaksanakannya, jabatan sangat memerlukan penanganan keahlian, keseriusan dan kepedulian serta pengabdian tingkat tinggi. Jika tidak, maka orang dan “barang” beserta orang-orang yang terkait di dalamnya dipastikan bisa ikut jadi rusak. Olehnya itu, sebuah jabatan sesungguhnya tak bisa diberikan kepada seseorang secara sembarangan.
Pemahaman seperti inilah yang sangat disadari betul oleh Dr. Rizal Ramli. Sehingga “barang” yang telah dititipkan di tangannya semuanya jadi bagus.
Berikut ini adalah jabatan-jabatan yang telah ditangani Rizal Ramli, yang mampu dilaksanakannya secara baik dan juga berhasil mempersembahkan perubahan yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan negara ini.
I.Sebagai Kabulog (April-Agustus 2000)
Pada 15 tahun silam tepat pada hari kemarin, 3 April 2015 (3 April 2000), Rizal Ramli dilantik sebagai Kabulog. Ketika itu, Presiden Gus Dur sangat percaya, bahwa dirinya tak salah memilih Rizal Ramli untuk membenahi Bulog yang sedang mengalami banyak masalah. Sebab, Presiden Gus Dur tahu persis bahwa Rizal Ramli adalah sosok yang senantiasa berpihak kepada kepentingan rakyat.
Dan ternyata benar, dengan hanya membutuhkan waktu sekitar 4 bulan, atau dari April hingga Agustus 2000, Rizal Ramli memang mampu membenahi Bulog melalui langkah-langkah terobosan yang inovatif, yakni:
~ April-Mei 2000:
1. Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, Bulog meningkatkan pembelian gabah, bukan beras. Selain itu, untuk meningkatkan harga jual beras di dalam negeri dan meningkatkan pendapatan petani, Bulog tidak melakukan impor beras.
2. Merubah pola subsidi, dari subsidi umum menjadi subsidi terarah (targeted subsidy) dalam penyaluran beras untuk golongan masyarakat miskin.
~ Mei 2000: Bulog meminta Ditjen Bea & Cukai untuk memasukkan impor beras oleh swasta ke dalam jalur merah sehingga manipulasi volume maupun harga dapat dikurangi.
~ Juni 2000: Bulog berhasil menyalurkan beras kembali kepada TNI/Polri dan sebagian besar PNS.
~ April-Agustus 2000:
1. Berhasil melakukan restrukturisasi di Bulog sehingga menjadi organisasi yang transparan, accountable, dan lebih profesional, sekaligus untuk mendorong regenerasi. Restrukturisasi ini melibatkan 5 jabatan eselon I (Deputi) dan 54 jabatan eselon II (Karo dan Kadolog) tanpa menimbulkan gejolak yang berarti. Dari 26 Kadolog yang ada di seluruh Indonesia, 24 di antaranya dipensiunkan atau dimutasikan dalam rangka restrukturisasi tersebut.
2. Mengubah sistem accounting Bulog menjadi Generally Accepted Accounting Practices.
3. Menghapuskan dana off-budget sehingga semua transaksi menjadi on-budget dan lebih transparan serta accountable.
4. Memulai proses restrukturisasi dalam rangka menyiapkan Bulog dari LPND ke arah Perum.
II.Ditugaskan Benahi IPTN Di saat Masih Sebagai Kabulog
Pamor PT. IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) ikut redup seiring dengan jatuhnya Soeharto dari kekuasaannya. Rapor keuangan IPTN kerap merah menyala dari tahun ke tahun, karena memang penanganannya lebih mementingkan faktor teknologinya yang wah dengan menggunakan biaya yang sudah pasti harus wah juga.
Biaya yang wah itu bisa didapatkan karena berkat kedekatannya dengan Soeharto, meski tak mendapat alokasi dana dari APBN, Habibie selalu bisa mendapat dana besar untuk menopang IPTN, termasuk menggunakan dana reboisasi, dana off budget yang amat besar di masa itu.
Sementara sisi manajemen pemasarannya dikesampingkan. Akibatnya, meski mampu membuat pesawat terbang dan helikopter, neraca keuangan IPTN selalu compang-camping dan menderita kerugian yang tak kecil.
“Rizal, coba kamu benahi IPTN karena bleeding terus,” perintah Presiden Gus Dur di ujung telepon kepada Rizal Ramli yang ketika itu juga masih sedang sibuknya membenahi Bulog. Sehingga dari perintah itulah, Rizal Ramli pun punya tugas ganda: mengurus beras dan membenahi industri pesawat terbang.
Di sini, Rizal Ramli melakukan titik balik (turn arround) dalam paradigma pengembangan IPTN, mengubahnya dari industri yang high cost menjadi industri pesawat terbang yang kompetitif di pasar internasional.
Nama IPTN diganti menjadi PT. Dirgantara Indonesia (DI). Tim manajemen puncak juga dirombak dengan menempatkan kader-kader unggulan untuk poisisi direksi PT. DI. Mereka adalah kader terbaik pilihan Habibie, bukan kader atau orang-orang Presiden Gus Dur, apalagi yang berasal dari parpol. Mereka adalah para insinyur yang sangat tahu seluk-beluk aspek teknis dan bisnis industri penerbangan dengan memiliki networking yang luas di tingkat internasional. Joesman SD ditunjuk sebagai Direktur Utama PT. DI kala itu.
Setelah membenahi jajaran direksi, diskusi dan rapat-rapat pun dilakukan secara intens. Manajemen DI pun diminta membuat blue print dan business plan yang mampu memperbaiki kinerjanya. PT. DI tidak semata-mata fokus memproduksi pesawat terbang atau helikopter, melainkan juga memproduksi spare-parts dan components guna memasok kebutuhan industri pesawat terbangterkemuka seperti Boeing.
Pembenahan menyeluruh yang melibatkan campur-tangan Rizal Ramli atas perintah Presiden Gus Dur kala itu akhirnya membuahkan hasil yang manis. PT. DI mulai menunjukkan tanda-tanda yang sehat dalam kebangkitannya.
Yakni jika pada tahun 1999 angka penjualan PT. DI hanya mencapai Rp.508 Miliar, maka pada tahun 2001 melonjak hampir tiga kali lipa hingga mencapai Rp.1,4 Triliun. Neraca keuangan PT. DI pada tahun 2001 itu juga mencatat keuntungan Rp.11 Miliar. Bandingkan dengan kerugian Rp. 75 Miliar yang diderita pada tahun 1999.
III.Sebagai Sekretaris Tim Monitoring Program Percepatan Pemulihan Ekonomi (April-Agustus 2000)
Rizal Ramli bersama Tim Monitoring Program Percepatan Pemulihan Ekonomi berhasil memunculkan sekitar 50 keputusan penting sebagai upaya memulihkan ekonomi. Tugas tim ini memang adalah membantu Presiden RI dan Kabinet dalam mempercepat proses pengambilan keputusan dalam bidang perekonomian, sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peletakan landasan percepatan pemulihan ekonomi nasional.
IV.Sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Agustus 2000-Juni 2001)
Lagi-lagi Gus Dur benar-benar ingin membuktikan dan memanfaatkan jabatannya sebagai Presiden RI untuk melakukan serta mempersembahkan yang terbaik buat kemajuan sekaligus kepentingan bangsa dan negara ini.
Hal tersebut diperlihatkannya dengan menunjuk menteri-menteri yang benar-benar dinilai berkualitas tinggi, cakap serta ahli di bidangnya.
Pada 26 Agustus 2000, Rizal Ramli dilantik sebagai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian yang baru menggantikan Kwiek Kian Gie. Dan benar saja, tanpa basa-basi, Rizal Ramli pun bergegas dan langsung tancap gas.
Ia mengadakan pertemuan dengan para petinggi Bank Indonesia (BI) dan perwakilan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia di Gedung BI. Bertemu dengan Dubes Amerika Serikat dan mengontak para petinggi lembaga keuangan internasional.
Juga Rizal Ramli segera mengadakan rapat koordinasi dengan para menteri bidang ekonomi. Ia berharap, semua gerbong kementerian ekonomi bisa kompak dan saling mengisi, karena lokomotif siap bergerak.
Dan inilah hal-hal yang telah dilakukan Rizal Ramli sejak diberi amanah sebagai Menko Perekonomian. Meski cukup singkat, tetapi sangat padat dengan perubahan dan kinerja yang dipersembahkannya, termasuk mampu menurunkan utang luar negeri sebesar 9 Miliar Dollar AS.
~ 4 September 2000: Mencanangkan 10 Program Percepatan Pemulihan Ekonomi yang diakui dunia internasional sebagai program pemulihan ekonomi yang kredibel. 10 Program tersebut adalah:
1. Menciptakan stabilitasasi di sektor finansial
2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat di pedesaan untuk memperkuatstabilitas sosial-politik
3. Memacu pengembangan usaha skala mikro dan usaha kecil menengah (UKM)
4. Meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani
5. Mengutamakan pemulihan ekonomi berlandaskan investasi daripada berlandaskan pinjaman
6. Memacu peningkatan ekspor
7. Menjalankan privatisasi bernilai tambah
8. Melaksanakan desentralisasi ekonomi dengan tetap menjaga keseimbangan fiskal
9. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam; dan
10. Mempercepat restrukturisasi perbankan.
~ September 2000: Menghadiri IMF-World Bank Annual Meeting di Praha, Republik Czeck dan melakukan serangkaian pertemuan dengan para pejabat penting, seperti Presiden Bank Dunia, Presiden IFC, Menteri Keuangan OECD, pejabat Standard & Poor’s (S&P), dan lain-lain, untuk memperkenalkan dan menjelaskan 10 Program Percepatan Pemulihan Ekonomi Indonesia. Dan pada akhir bulan September 2000, S&P menaikkan rating mata uang Indonesia dari C ke B dengan outlook “stable”.
~ 17-18 Oktober 2000: Memimpin delegasi Indonesia dalam CGI Meeting di Tokyo. Di tengah keraguan dan pesimisme banyak pihak, ditambah dengan tajamnya sorotan dunia internasional terhadap kasus Atambua, Rizal Ramli sebagai Menko Perekonomian berhasil menyakinkan para kreditor yang tergabung dalam CGI untuk memberikan pinjaman kepada Indonesia sebesar US$ 5,3 Miliar (US$ 4,8 Miliar dalam bentuk pinjaman lunak dan mendapatkan grant & technical assistance senilai US$ 530 Juta.
~ Oktober 2000: Sebagai bentuk dari mulai pulihnya kepercayaan investor internasional, Unocal Corporation menyatakan komitmennya guna melakukan investasi sebesar US$ 1,5 Miliar di Indonesia untuk jangka waktu investasi 5 tahun. Investasi ini akan dilakukan sampai tahun 2002 dengan fokus pada bidang minyak bumi, gas, bumi, dan sumber daya geotermal.
~ Akhir tahun 2000:
1. Ekonomi Indonesia selama tahun 2000 tumbuh sebesar 4,8% di atas perkiraan semula yang hanya 2-3% dengan budget deficit yang lebih kecil dari perkiraan semula, yaitu hanya -3,2% dari GDP (perkiraan semula adalah -4,8% dari GDP). Turn arround ekonomi Indonesia mulai terjadi pada tahun 2000.
2. Total ekspor Indonesia selama tahun 2000 mencapai US$ 62 Miliar, atau naik 27% dari ekspor Indonesia pada tahun 1999.
3. Jumlah penduduk yang bekerja meningkat sebesar 1 juta tenaga kerja.
4. Perbaikan signifikan di sektor riil yang diperlihatkan dengan: a) tingkat penggunaan listrik oleh sektor industri yang meningkat sebesar 8,5% dibandingkan dengan rata-rata 5% selama krisis, meski terjadi kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang cukup tinggi, b) tingkat penjualan eceran dan tingkat penjualan sepeda motor yang merupakan cerminan dari daya beli masyarakat golongan menengah ke bawah juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 17% dan 71%, c) sektor konstruksi yang semula stagnan selama 2 tahun terakhir, mulai menunjukkan kebangkitan dengan pertumbuhan sebesar 8,3%.
5. Terjadi peningkatan pemanfaatan kapasitas terpasang di sektor industri dari sekitar 50-60% pada akhir tahun 1999 menjadi sekitar 70-80% pada akhir tahun 2000.
6. Dalam bidang perbankan, terjadi perbaikan sejumlah indikator penting seperti menguatnya struktur permodalan, menurunnya rasio non-performing loans, dan membaiknya net interest margin.
~ Januari 2001:
1. Mencanangkan 3 Program Peningkatan Produktivitas dan Kesejahteraan Petani (restrukturisasi utang petani, termasuk pemberian hair-cut, penyempurnaan distribusi pupuk, dan reformasi KUD)
2. Indonesia dan Singapura menandatangani kontrak jual-beli gas alam dari Natuna Barat senilai US$ 9,4 Miliar selama 22 tahun. Selain itu juga ditandatanganu kontrak jual-beli gas alam dari Sumatera Selatan ke Singapura senilai US$ 14 Miliar.
3. Membentuk Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur untuk merumuskan strategi dan kebijakan dalam bidang infrastruktur.
~ Januari-Mei 2001:
1. Mempercepat proses “go public” terhadap BUMN dalam rangka memenuhi target APBN 2001, terutama terhadap BUMN Indofarma dan Kimia Farma.
2. Memulai proses “go public” Bank Mandiri, yang merupakan bank BUMN terbesar di Indonesia.
~ Mei 2001: Mendorong penghapusan cross-ownership dan cross-management di industri telekomunikasi antara PT. Telkom dan PT. Indosat, sekaligus untuk menciptakan kompetisi dan mendorong kedua operator telekomunikasi nasional tersebut menjadi full service operators.
Langkah ini dinilai sebagai upaya yang tepat dan kredibel dengan mendapat tanggapan yang amat positif dari berbagai kalangan, baik domestik maupun internasional. Langkah ini juga menghasilkan Rp.4,2 Triliun sebagai penerimaan negara tanpa menjual samasekali saham Telkom maupun Indosat.
~ Juni 2001: Memimpin pre-CGI meeting di Jakarta yang merupakan forum evaluasi kinerja ekonomi tengah tahun bersama para negara donor yang tergabung dalam CGI.
V. Sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (Agustus 2000-Juni 2001)
Di samping selaku Menko Perekonomian, Dr. Rizal Ramli juga diserahi tugas sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Di bawah kepemimpinannya, KKSK telah berhasil memutuskan sekitar 140 Keputusan penting, baik yang menyangkut restrukturisasi utang maupun percepatan penjualan asset yang dikelola oleh BPPN.
Berikut kiprah Rizal Ramli sebagai Ketua KKSK:
~ Oktober 2000:
1. Memulai restrukturisasi utang dari 14.000 UKM yang memiliki nilai pinjaman < Rp.5 Miliar.
2. Menyelesaikan rekapitalisasi perbankan, termasuk rekapitalisasi Bank Bali.
~ Nopember 2000: Menyelesaikan penjualan kredit-kredit di bawah Rp.5 Miliar kepada pihak ketiga dengan total nilai Rp.871 Miliar yang terdiri dari 92.252 debitur.
~ Desember 2000:
1. Restrukturisasi bisnis dan utang PT. IPTN menjadi PT. Dirgantara Indonesia (DI) sehingga lebih giat dan bersemangat secara bisnis dan finansial. Akibat langkah-langkah tersebut, PT. DI mampu meningkatkan penjualan dari Rp.508 Miliar pada tahun 1999 menjadi Rp. 1,4 Triliun pada tahun 2001. Kerugian yang diderita sebesar Rp.75 Miliar pada tahun 1999 berubah menjadi keuntungan sebesar Rp. 11 Miliar.
2. KKSK berhasil menekan pihak Marubeni sebagai kreditor Chandra Asri untuk menurunkan tingkat suku bunga pinjaman dan memperpanjang jangka waktu pengembalian pinjaman dari 12 tahun menjadi 15 tahun.
3. KKSK menyetujui penjualan saham Indocement kepada Heidelberger Zement.
4. Penjualan asset tahun 2000 mencapai Rp.20,71 Triliun melebihi target yang hanya sebesar Rp.18,9 Triliun. Sementara itu restrukturisasi utang di bawah payung Prakarsa Jakarta berhasil mencapai US$ 9,8 Miliar atau di atas target sebesar US$ 8 Miliar.
~ Januari 2001: KKSK mempercepat proses negosiasi restrukturisasi utang yang melibatkan sejumlah bisnis skala besar
~ Januari-Februari 2001: KKSK menyetujui “Corporate Restructuring Guidelines” yang baru yang dinilai banyak pihak sebagai kebijakan yang kredibel dan dinilai mampu mempercepat proses restrukturisasi utang yang dikelola BPPN.
~ April 2001: Melakukan restrukturisasi sektor Real Estate Indonesia yang memiliki kredit macet di BPPN. Hampir seluruh perusahaan besar Real Estate Indonesia memiliki kredit macet yang besar di bank-bank nasional pasca krisis 1998 dan yang kemudian diserahkan ke BPPN.
KKSK melakukan restrukturisasi dengan memperpanjang tenor pinjaman dan memberikan discount pembayaran bunga. Akibat restrukturisasi tersebut, sektor real estate bisa bangkit kembali dan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi tahun 2003-2004.
VI. Sebagai Ketua Tim Keppres 133 (Agustus 2000-Juni 2001)
Selaku Menko Perekonomian, Dr. Rizal Ramli juga diberi amanah sebagai Ketua Tim Keppres 133 yang bertugas menyelesaikan restrukturisasi PT. PLN dan renegosiasi kontrak-kontrak pembelian listrik swasta (IPP) bersama-sama dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Berikut kinerjanya:
~ Agustus 2000-Juni 2001: Menyelesaikan 16 dari 27 kasus renegosiasi kontrak pembelian listrik swasta (Independent Power Producers/IPP). Kontrak penjualan listrik swasta yang dibuat pada masa Orde Baru itu penuh dengan KKN dan mark-up. Akibatnya, berbagai kontrak itu membebani PLN sebesar US$ 80 Miliar.
Renegosiasi ditekankan pada penurunan tarif penjualan mereka ke PLN, dari sekitar US$ 7-9 cent per kWh menjadi hanya US$ 4 cent. Melalui negosiasi yang alot dan sejumlah terobosan akhirnya beban PLN turun menjadi US$ 35 Miliar.
~ Januari-Mei 2001: Melakukan revaluasi aset sekaligus menetapkan kebijakan deffered tax payment, dalam upaya memperbaiki posisi keuangan PLN sehingga menjadi lebih sehat dan kembali memiliki akses kepada perbankan dan pasar obligasi.
Dengan langkah-langkah tersebut, aset PLN meningkat dari Rp.52 Triliun menjadi Rp.202 Triliun, dan modalnya meningkat dari –Rp.9,1 Triliun menjadi + 119,4 Triliun, dengan struktur aset dan modal kuat tersebut PLN memiliki akses untuk mendapatkan modal kerja dari perbankan maupun dari pasar obligasi. Di samping itu, PLN juga diminta untuk mengurangi kerugian transmisi (transmission loss) yang saat itu sangat tinggi, sekitar 16%.