Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saya Hanya Bangga dan Sangat Hormat Kepada Pejabat Negara Seperti Baharuddin Lopa

24 April 2016   09:55 Diperbarui: 24 April 2016   10:15 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Ilustrasi/Desain-repro: Abdul Muis Syam)

MEMBACA dan memperhatikan seluruh komentar yang ada pada setiap postingan artikel di halaman Fan-Page saya, terutama artikel yang menyangkut “kelakuan” Jusuf Kalla (JK) yang cenderung mencampur-adukkan urusan bisnis keluarga dan urusan negara di dalam pemerintahan, membuat saya bisa tahu siapa-siapa yang benar-benar berpihak kepada kepentingan rakyat, juga siapa-siapa yang mendukung “kelakuan” JK itu. Yakni sebuah “kelakuan” yang menjadi salah satu penyebab Presiden Soeharto dilengserkan.

Dan umumnya, komentar-komentar (pihak-pihak) yang membela JK bisa muncul adalah hanya karena faktor satu suku, ---sekali lagi hanya faktor satu suku. Jelas saja itu sangat-sangatlah subjektif, dan bahkan boleh dikata sangat picik.

Sebab, saya menulis artikel-artikel tersebut berdasar dari pandangan-pandangan publik (yang terdiri banyak suku di NKRI ini), dan berharap tanggapan dari apa yang saya tulis tersebut kepada semua pihak agar dapat memahami kebenaran dan kesalahan di negeri ini hendaknya tidak berdasar pada ke-suku-an.

Kembali kepada masalah JK. Saya sungguh bangga dan sangat hormat terhadap Baharuddin Lopa (BL). JK dan BL (juga dengan saya) satu asal, yakni sama-sama berasal dari Sulawesi Selatan. Bedanya, JK Suku Bugis, sementara BL adalah Suku Mandar (saya Suku Makassar). Di sini, rakyat Indonesia “wajib” tahu, bahwa di Sulawesi Selatan itu terdapat empat suku, yaitu Suku Makassar, Bugis, Mandar, dan Suku Toraja.

Dan sejauh ini, sudah ada sejumlah sosok dari keempat suku tersebut yang berhasil “tembus” di dalam lingkungan pemerintahan pusat. Di antaranya:
1. Ryaas Rasyid (Makassar, --mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara);
2. Jusuf Kalla (Bugis, --mantan menteri dua kali, dan sekarang untuk kedua kalinya pula sebagai Wakil Presiden);
3. Baharuddin Lopa (Mandar, mantan Jaksa Agung)
4. Laksamana TNI Rudolf Kasenda (Toraja, mantan Kepala Staf Angkatan Laut periode 1986-1989)

Kembali kepada rasa kebanggaan dan hormat saya kepada Baharuddin Lopa. Di mana seharusnya kita (khususnya orang Sulawesi Selatan, dan seluruh rakyat Indonesia pada umumnya) tentulah sangat mengharapkan “lahirnya kembali” sosok seperti beliau (Baharuddin Lopa) di saat seperti ini, yakni saat-saat di mana rakyat sangat teramat membutuhkan “pembelaan” dari oknum-oknum pejabat yang rakus alias tamak.

Sekali lagi, jujur, sebagai orang Sulawesi Selatan saya (apalagi orang Mandar) tentulah sangat bangga dengan sosok Baharuddin Lopa yang benar-benar menjalankan dan menjaga amanah (jabatan) yang negara berikan kepadanya.

Dan sebaliknya, saya dengan tegas harus menyatakan, bahwa saya samasekali tidak bangga apalagi harus hormat kepada orang yang berasal dari Sulawesi Selatan (meski sesama suku pun), namun di saat berada dalam pemerintahan (di pusat) ia justru hanya lebih cenderung menjadikan jabatannya sebagai KESEMPATAN untuk mengais keuntungan dari negara dan lalu menumpuk kekayaan keluarga dan kelompoknya saja, yakni di saat jeritan dan tangisan rakyat miskin masih sangat nyaring terdengar dari Sabang sampai Merauke.

Sehingga itu, saya sesungguhnya sangat-sangat dan teramat malu sebagai orang Sulawesi Selatan jika mempunyai oknum pejabat negara yang hanya kelihatan sangat cenderung memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan dan keuntungan bisnis dari negara.

Dari situlah seharusnya budaya Siri’ na-pacce (harga diri-malu terasa perih) yang menjadi salah satu falsafah Makassar-Bugis-Mandar tersebut layak untuk segera dihadirkan, yakni untuk menolak oknum-oknum pejabat asal Sulawesi Selatan yang patut diduga melakukan tindakan-tindakan kurang terpuji (memalukan karena kurang etis) sebagai pejabat negara yang diberi amanah oleh rakyat, namun hanya dimanfaatkannya sebagai kesempatan untuk makin memperkaya diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun