(Ilustrasi/Desain-repro: Abdul Muis Syam)
SANGAT terasa, dan sungguh amat terasa. Yakni, “agenda” Reshuffle Kabinet Kerja jilid II kali ini benar-benar terasa sangat “panas”.
Panas, bukan karena sangat ramai diperbincangkan hingga ke warung-warung kopi hangat. Tetapi, sangat terasa panas karena diduga kuat adanya desakan keras dari kubu Jusuf Kalla (JK) terhadap Presiden Jokowi agar segera melakukan reshuffle.
Andai memang benar JK telah mendesak dengan keras Presiden Jokowi agar segera melakukan reshuffle kabinet, maka itu berarti JK sedang memunculkan “kegaduhan” baru.
Namun sungguh disayangkan, kegaduhan reshuffle tersebut dimunculkannya bukan karena adanya menteri yang terdekteksi KKN, melainkan diduga dan lebih cenderung karena adanya menteri yang dinilai telah mengusik “kepentingan” di balik bisnisnya (JK).
Dan jika memang demikian, maka kegaduhan reshuffle dari JK tersebut sepertinya bukan untuk mengusir “tikus-tikus”. Tetapi sangat boleh jadi adalah untuk memanggil “kawanan tikus” dengan jumlah yang lebih banyak lagi. Dan hal seperti ini biasa dalam “strategi peperangan”, yakni ketika salah satu pihak sudah merasa terdesak, maka pihak tersebut pasti sangat mengharap adanya “pasukan” tambahan untuk memperkuat benteng pertahanan.
Dan meski tanpa melibatkan penajaman analisis pun, apabila ingin jujur mengamati situasinya seperti yang digambarkan di atas (tentang tikus dan strategi peperangan), maka kiranya tak sulit menemukan apa yang menjadi penyebab JK begitu sangat keras mendesak Presiden Jokowi untuk segera melakukan reshuffle kabinet.
Desakan keras itu bahkan “dibocorkan” oleh orang dekat JK sendiri. Bahwa, JK memang sudah sejak lama mendesak dengan tekanan kalimat keras kepada Presiden Jokowi agar segera melakukan reshuffle kabinet: “Pilih saya atau dia,” ujarnya menirukan ucapan JK kepada Presiden Jokowi. Dan “dia” yang dimaksud ternyata adalah Rizal Ramli.
Kenapa harus Rizal Ramli? Sebab, dari dulu (sejak era SBY) hingga kini tak ada satu menteri atau seorang pejabat pun (kecuali kini satu-satunya Rizal Ramli) yang berani melawan dan “mengusik kelakuan” JK. Yakni kelakuan yang sangat lebih cenderung MEMANFAATKAN KEKUASAAN/JABATANNYA untuk memuluskan bisnis perusahaannya. Dan jika ada menteri yang berani, maka reshuffle menjadi pilihan yang tak bisa ditawar-tawar. Dan kiranya inilah yang sedang kembali “dipamerkan” oleh JK.
Mengapa Rizal Ramli berani mengusik kelakuan JK tersebut? Secara umum, tentulah karena kelakuan JK seperti itu sangat kental diwarnai dengan kegiatan KKN. Dan secara khusus, karena Rizal Ramli sejak sebagai aktivis mahasiswa telah berani tampil memimpin aksi pergerakan melawan Suharto, meski di saat itu ia harus dipenjara oleh rezim Orba hanya karena sangat ingin mewujudkan cita-cita Trisakti.
Dan lihatlah, apa yang diperjuangkan (dikepret) oleh Rizal Ramli di dalam pemerintahan saat ini seluruhnya adalah sangat relevan dengan cita-cita Trisakti. Sementara apa yang sedang digiatkan JK (sejak mendampingi SBY) boleh dikata sangat berlawanan dengan TRISAKTI, yakni “TRISAKIT”.