Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Program “Kartu” Jokowi akan Alami Overlapping

4 Juli 2014   13:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:32 1479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Abdul Muis Syam

[caption id="" align="aligncenter" width="599" caption="Ilustrasi/Abdul Muis Syam"][/caption] KETIKA bertarung dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) sebagai Calon Gubernur kala itu menawarkan programKartu Sehat” dan “Kartu Pintar”. Dan berhasil tampil sebagai pemenang. Belum dua tahun melaksanakan programnya tersebut, kini Jokowi sebagai Calon Presiden (Capres) dengan bangga kembali menawarkan program kartu tersebut untuk diterapkannya apabila terpilih nanti sebagai Presiden pada Pilpres 9 Juli 2014 ini. Namun bagi pengamat ekonomi dan sosial, program kartu tersebut dianggap akan tumpang-tindih (overlapping) dengan kebijakan yang sudah ditetapkan dalam sebuah undang-undang. “Mas Jokowi memang doyannya soal kartu sehat, kartu pintar. Tapi saya mohon maaf, Mas Jokowi, itu ada Sistem Jaminan Sosial Nasional yang cakupannya sudah 80 juta rakyat, mungkin bisa ditambah jadi 100 juta. Artinya, siapa pun rakyat berhak untuk dapat fasilitas kesehatan,” ujar Rizal Ramli, di salah satu stasiun TV swasta, ketika memberi analisanya terhadap program ekonomi dan kesejahteraan sosial dari para capres, medio Juni 2014 lalu. Dari kebijakan sistem jaminan sosial nasional yang sudah ada tersebut, menurut Rizal Ramli, jika Jokowi mengandalkan lagi kartu sehat, maka tentu akan terjadi overlapping, terjadi pemborosan. “Sebab, sebagai presiden (siapa pun) tentu harus melaksanakan undang-undang yang sudah disepakati, yaitu Undang-undang Jaminan Sosial Nasional. Kecuali undang-undang (itu) diubah menjadi Undang-undang tentang Kartu Sehat,” jelas mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu. Selain itu, mengenai kartu pintar, Rizal Ramli yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan berpandangan, bahwa itu juga sudah ada alokasi anggaran 20 persen untuk pendidikan. Menurutnya, itu perlu (tinggal) diperbaiki efisiensinya. Dijelaskannya, memang kelihatannya program kartu tersebut bagus. Namun Rizal Ramli mengingatkan dan memberi masukan agar jangan membuat lagi program yang overlapping dari apa yang sudah ada. “(Seharusnya) yang ada kita manfaatkan, kita perbaiki. Misalnya Sistem Jaminan Sosial Nasional kita harus tambah funding-nya , harus perbaiki delivery system-nya,” jelas Rizal Ramli yang dikenal sebagai tokoh yang hingga saat ini masih tetap konsisten memperjuangkan ekonomi kerakyatan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun