[caption id="" align="aligncenter" width="449" caption="Ilustrasi/Abdul Muis Syam: Siti Nurbaya dan Capres"][/caption]
SITI Nurbaya adalah anak Baginda Sulaiman, seorang saudagar kaya. Sedangkan Samsul Bahri, adalah anak Penghulu Sutan Mahmud. Keduanya adalah orang Padang yang memang sudah akrab sejak kecil karena tinggal bertetangga.
Ketika dewasa, rasa cinta keduanya pun tumbuh, sehingga sama-sama sepi dan rindu ketika harus berpisah. Terlebih karena Samsul Bahri harus melanjutkan sekolah ke Jakarta.
Di sisi lain, tersebut seorang bernama Datuk Maringgih. Ia juga adalah seorang saudagar kaya, yang meski usianya sudah uzur, namun ia selalu serakah dan tak ingin ada orang lain yang bisa menyaingi harta maupun kedudukan sosialnya. Sehingga, ia pun selalu ingin melakukan apa saja demi memuaskan “nafsu” keserakahannya tersebut.
Dan saat itu, Datuk Maringgih memang iri melihat keberhasilan Baginda Sulaiman. Ia lalu menyuruh anak buahnya agar berusaha mencari cara untuk menghancurkan kekayaan Baginda Sulaiman.
Singkat cerita, Baginda Sulaiman jatuh miskin akibat tak mampu membayar utangnya kepada Datuk Maringgih. Datuk Maringgih mengancam akan memenjarakan Baginda Sulaiman jika tak membayar utang. Atau sebagai gantinya, Datuk Maringgih minta agar Siti Nurbaya menjadi istrinya. Dan Siti Nurbaya pun terpaksa siap demi orangtuanya agar bisa tetap aman.
-----------------------------------------------
Deskripsi kisah Siti Nurbaya di atas nampaknya ada kemiripan dengan kisah “perjodohan pasangan” Capres di tubuh PDIP. Kemiripan pertama adalah, JK yang diterima sebagai Cawapresnya Jokowi dinilai banyak pihak sebagai pasangan yang tidak serasi dari faktor usia. Dan faktanya memang JK adalah tokoh yang sudah sangat tua tetapi masih saja berambisi menduduki jabatan yang sudah pernah ia duduki sebelumnya. Secara pandangan matahati saja, kondisi seperti ini sangat dipandang sebagai salah satu “kebrutalan dan keserakahan” dalam dunia politik. Artinya, ia sangat jelas-jelas tak ingin memberi kesempatan kepada orang lain untuk maju sebagai Cawapres selain dirinya saja. Kenapa? Sebab, dalam cerita Siti Nurbaya, Si Datuk Maringgih sudah digambarkan sebagai sosok saudagar tua yang tak pernah puas dan tak ingin memberi kesempatan kepada siapa saja dalam hal kekayaan dan status sosial. Dan boleh jadi itu pula yang melatarbelakangi JK untuk kembali maju sebagai Cawapres pada Pilpres 2014 ini. Kemiripan kedua dari kisah Siti Nurbaya dengan paket Capres yang diusung PDIP sangat jelas dirasakan oleh banyak pihak adalah hanya untuk mencari “aman”. Hanya saja, istilah aman dalam cerita Siti Nurbaya dibanding dengan proses penetapan Cawapres PDIP itu sedikit ada perbedaan. Jika Siti Nurbaya terpaksa siap diperistri oleh Datuk Maringgih, itu adalah karena demi mengamankan orangtuanya agar terlepas dari jeratan utang. Sementara, PDIP lebih cenderung memilih JK karena di mata banyak pihak menilai JK adalah satu-satunya sosok yang mampu membayar mahar tinggi agar dapat dipinang sebagai Cawapres. Sebab, sesuatu yang sangat tidak masuk akal apabila hanya JK satu-satunya sosok yang terbaik dalam hal kualitas intelektual, integritas, kredibilitas dan lain sebagainya dibanding lainnya. Sehingga itu, paket Jokowi-JK sesungguhnya sangat mirip dengan cerita Siti Nurbaya yang terpaksa dipersunting oleh saudagar tua si Datuk Maringgih itu. Dan sudah pasti, perjodohan seperti yang dikisahkan oleh Marah Rusli dalam Novelnya itu tidak akan bisa mendatangkan suasana bathin kebahagiaan, di pikiran maupun di hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H