[caption id="" align="aligncenter" width="544" caption="Ilustrasi: Oesman Sapta dan Rizal Ramli. (Sumber: photobucket.com)"][/caption]
MENANGGAPI penilaian dari pihak-pihak tertentu yang menganggap Kadin hasil Rapimnas Bali (27-28 September 2013) yang lalu adalah sebagai para pemimpi, Oesman Sapta Odang (OSO) merasa perlu mengklarifikasi penilaian tersebut. OSO menyatakan, justru bermimpi saat ini lebih baik lalu diusahakan agar kelak mimpi-mimpi itu menjadi kenyataan. Justru yang buruk adalah, bila hal-hal yang dibanggakan sejauh ini ternyata hanya malah menjadi bagian dari mimpi-mimpi yang tidak pernah terwujud.
“Sekali lagi saya tegaskan, kita di sini semua tidak ingin menjadi Ketum Kadin. Saya tidak, Pak Rizal tidak, Pak Setiawan Djodi juga tidak. Kita ingin mengangkat orang yang benar-benar pantas menjadi Ketum Kadin, yang bisa menjadikan Kadin berwibawa dan bermanfaat bagi seluruh pengusaha, khususnya pengusaha daerah dan UMKM, bukan jadi alat para pengurus dan elitnya belaka,” tegas OSO selaku Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Oesman Sapta Odang (OSO) saat jumpa Pers Kadin di Ballroom Mutiara Hotel JW Marriott, Jakarta, Jumat (4/10/2013). Seperti dilansir rimanews.com.
Didampingi Setiawan Djodi selaku Ketua Dewan Penasehat Kadin, OSO menegaskan, Rizal Ramli adalah sosok ekonom senior kelas dunia. Indonesia membutuhkan pemimpin yang paham dan mampu menyelesaikan berbagai persoalan ekonomi yang melilit bangsa ini. Rizal Ramli adalah orang yang tepat untuk itu.
Karena keahlian dan kematangan Rizal Ramli, kata OSO, sampai-sampai Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) pun merasa sangat perlu menunjuk Rizal Ramli sebagai penasehat ekonomi. “Kadin terlalu kecil buat dia (Rizal Ramli). Tapi lebih kecil lagi yang menjadi lawannya. Jabatan Ketum Kadin diterima Rizal Ramli pada Rapimnas itu diikuti dengan syarat, yakni hanya sampai mengantarkan diselenggarakannya Munas Kadin akhir Oktober ini saja. Jadi, jangan sampai ada orang yang menuduh Rizal Ramli berambisi menjadi Ketua Umum Kadin,” tegas OSO.
OSO bahkan menekankan, bahwa hanya orang-orang tidak jujur yang tidak setuju Rizal Ramli menjadi Ketua Umum Kadin. Kadin bukan lagi level Rizal Ramli karena sudah pernah menduduki dua jabatan menteri sekaligus (Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan, red). “Kalau nanti setelah Ketum Kadin kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia, nah.. itu baru benar. Soalnya, Indonesia membutuhkan ekonom yang paham dan terbukti mampu menyelesaikan bermacam problem ekonomi bangsa. Jadi, jangan ada dusta di antara kita lah,” lontar OSO serius disambut tepuk tangan wartawan dan sejumlah Pengurus Kadin hasil Rapimnas di Bali, 27-28 September 2013 yang lalu, dalam jumpa Pers tersebut.
Terpilihnya Rizal Ramli sebagai Ketua Umum Kadin hasil Rapimnas di Bali tersebut membuat sejumlah pihak menilai secara dangkal, bahwa Rizal Ramli tidak akan mampu membawa Kadin lebih baik karena bukan seorang penguasa.
Pandangan ini sangat jelas tidak ingin mengakui secara jujur, dan mungkin lupa bahwa Rizal Ramli sukses membenahi organisasi dan bisnis Bulog dalam waktu amat singkat. Juga menyelamatkan PT IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) yang kemudian berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (DI). Lalu menyelamatkan PLN yang secara teknis sudah bangkrut karena asetnya hanya Rp52 triliun, modalnya minus Rp9 triliun, dan utangnya Rp29,6 triliun. Dalam tempo sangat singkat, Rizal Ramli mampu mempersembahkan aset PLN melambung menjadi Rp202 triliun, modal naik pesat menjadi Rp119,4 triliun tanpa menyuntikkan serupiah pun modal pemerintah.
Bukan cuma itu, Rizal Ramli ketika di kabinet sebagai menteri juga konsisten mengusung ekonomi konstitusi dengan gigih, yang dibuktikan dengan prestasi gemilangnya mempersembahkan untuk negara sebesar Rp5 triliun dari Indosat dan Telekom untuk menambal APBN yang jebol. Hebatnya, lagi-lagi duit itu diperoleh tanpa harus menjual selembar pun saham PT Telkom dan Indosat.
Tidak hanya sampai di situ, Rizal Ramli dalam waktu yang sangat singkat pula toh masih sempat memperlihatkan kemampuannya menghentikan rush yang melanda Bank Internasional Indonesia (BII). Meski waktu itu Bank Dunia dan IMF sudah menyarankan agar pemerintah melikuidasi BII dengan biaya sekitar Rp4 triliun-Rp5 triliun, namun itu ditolaknya mentah-mentah. Lalu kala itu Rizal Ramli hanya mengambil langkah terobosan sendiri yang terbukti bisa menjadi solusi, lagi-lagi tidak sekeping pun duit pemerintah yang harus dikeluarkan untuk menyelamatkan BII ketika itu.
Begitu pun saat menjabat sebagai Komisaris Utama PT Semen Gresik, Rizal Ramli mampu memperlihatkan kinerja yang amat signifikan. Lalu dari situ kemudian muncul sebuah ironi, Rizal Ramli yang berprestasi membawa BUMN itu malah dipecat karena hanya sebuah idealisme yang diperjuangkannya untuk kepentingan bersama.