PERTAMINA Energy Trading Limited (Petral) adalah merupakan anak perusahaan PT. Pertamina (100 persen saham Petral milik Pertamina). Keberadaan Petral yang bermarkas di Singapura dimaksudkan untuk melakukan kegiatan jual-beli minyak. Petral membeli minyak dari mana saja, selanjutnya akan di jual ke PT. Pertamina.
Singapura sengaja dipilih sebagai lokasi keberadaan Petral adalah karena selain memang merupakan pusat trading penjualan minyak dan gas bumi secara internasional, Singapura juga adalah negara yang menerapkan bebas pajak. Artinya, setiap proses atau transaksi jual-beli minyak di Singapura tidaklah dikenakan pajak.
Meski demikian, sebetulnya masih sangat menguntungkan jika Petral ditempatkan di Indonesia, --atau kalau tidak--, sekalian dibubarkan saja! Kenapa?
Petral, Sarang Mafia dan Sumber Korupsi Migas
Petral sebetulnya memang sudah menjalankan fungsinya sebagai badan usaha yang melakukan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan cara membeli minyak dari berbagai pihak (negara). Pertamina kemudian melakukan pembelian kembali dari “tangan” Petral untuk menopang kebutuhan BBM di Indonesia.
Saat ini Petral memiliki 55 perusahaan yang terdaftar sebagai mitra usaha terseleksi. Pengadaan minyak untuk Petral memang diselenggarakan secara tender terbuka, namun Petral juga melakukan pengadaan minyak dengan pembelian langsung. Alasannya, ada jenis minyak tertentu yang tidak dijual bebas atau pembelian minyak secara langsung dapat lebih murah dibandingkan dengan mekanisme tender terbuka.
Kegiatan jual-beli BBM di Petral inilah kemudian dimanfaatkan oleh para mafia migas dan para oknum Pertamina untuk mendapatkan keuntungan yang luar biasa besarnya dengan penuh kecurangan alias patgulipat. Sehingganya, Petral juga bagai surganya para mafia migas dan sejumlah besar orang-orang Pertamina. Sebab meski tendernya dilakukan secara transparan, tetapi ada permainan fee sampai milyaran di dalamnya. ”Permainan tetap ada selagi Indonesia masih membeli dengan harga spot, yang bisa dibeli sewaktu-waktu dalam jumlah besar,” kata pakar manajemen Rhenald Kasali (Tabloid Prioritas Edisi 8/5-11 Maret 2012).
Mafia migas adalah perantara (trader atau broker) yang melibatkan diri sebagai pemasok-pemasok minyak mentah untuk Pertamina melalui Petral. Bagi kalangan pebisnis Singapura, nama Mr. Mohammad Riza Chalid (MRC) dari Global Energy Resources (GER) dikenal sebagai bos broker yang berjuluk Gasoline Father.
Sosok mafia migas sebetulnya sudah lama dibeberkan oleh Dr. Rizal Ramli. Bahkan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini terus menyuarakan dan mengajak rakyat untuk bangkit melawan para mafia migas tersebut. Sebab, “keperkasaan” mafia migas selama ini seakan telah mampu mengendalikan seorang presiden sekalipun untuk tunduk pada aturan dan permainan yang dimainkannya. Yakni sudah dimulai sejak rezim Soeharto, dan bahkan rezim Jokowi pun akan sangat besar kemungkinan juga ikut tunduk dengan aturan main dari mafia migas tersebut.
Dalam bukunya berjudul “Menentukan Jalan Baru Indonesia” (April 2009), Rizal Ramli menyebut seorang yang berinisial Mr. Teo Dollars yang pendapatan perharinya mencapai USD 600 ribu (Rp. 6-7 miliar) dan menyetor ke oknum-oknum tertentu di Pemerintahan RI.
Rizal Ramli dalam pidatonya, Kamis (24 April 2008) menolak kenaikan harga BBM kecuali pemerintah berani membabat dan memberantas Mafia Migas.
Belakangan, Menteri BUMN era SBY, Dahlan Iskan juga mengaku merasa risi dan gerah dengan sorotan publik terhadap sisi gelap Petral tersebut. “Perlu ada perbaikan di tubuh anak perusahaan Pertamina itu supaya tak lagi dijadikan tempat korupsi dan sarang permainan para mafia minyak,” kata Dahlan Iskan. (Tabloid Prioritas, Edisi 8/05-11 Maret 2012).