Istriku, Indira (Sumber foto: Dokumentasi pribadi)
FEBRUARI tahun 1991 adalah bulan mekarnya kelopak cintaku kepada seorang gadis asal Gorontalo, Indrawati Sunge namanya. Pada tahun 1996, ia kemudian menjadi istriku.
Dan sungguh sangat sulit rasanya saya melewati bulan Februari ini. Sebab, di bulan Februari adalah sebuah kenangan dan cerita awal perjalanan cinta dan kasihku bersama Indira (sapaan akrab dan sayangku terhadap istriku Indrawati). Tapi kini, dirinya tak lagi bersamaku, ia telah pergi dan takkan pernah kembali lagi.
Berikut ini secuil kisah perjalanannku:
#Tahun_1991: Selain sebagai mahasiswa, saya adalah guru ngaji di Taman Pengajian alQuran sekaligus sebagai juru adzan dan penjaga masjid di Masjid Babur Rahmah di Jl Tidung 9 Perumnas Panakkukang, Kota Makassar.
Di tahun inilah saya berpacaran dengan seorang gadis asal Gorontalo yang sangat aktif sebagai jamaah di masjid itu.
Hanya setahun saya pacaran secara langsung, empat tahun saya pacaran jarak jauh karena ia harus pulang kampung (ke Gorontalo), sehingga surat-menyurat (belum ada hand-phone) adalah pilihan dan cara untuk tetap saling menjaga rasa cinta kami.
#Tahun_1993: saya diterima sebagai wartawan di salah satu surat kabar terkemuka di Kota Makassar.
#September_1996: saya diberi cuti selama seminggu dari kantor untuk ke Gorontalo menikahi kekasihku itu.
#Tahun_2001: saya mengundurkan diri sebagai wartawan di kantor penerbitan surat kabar tersebut. Lalu menjadi penduduk/warga Gorontalo bersama sang istri tercinta, Indira Sunge. Di Kota inilah saya mendirikan serta menjalankan penerbitan media cetak lokal secara berkala.
#4_Juni_2014: Setelah mengalami pendarahan hebat sesaat usai melahirkan bayi kami di rumah sakit, sang istri yang sempat terus menggenggam tanganku akhirnya berpulang ke Rahmatullah dengan tenang, lalu 7 jam berikutnya bayi kami itupun menyusul ibunya. Almarhumah meninggalkanku untuk selama-lamanya dengan menitipkan 3 orang anak buah hati kami. Tapi sebelum proses persalinan, istriku berbaring lalu membisikkan ke telingaku, "Papa... maafkan mama, ya, sayang."
"Selamat jalan sayang.... Selamat jalan duhai istriku tercinta.
Tenanglah engkau di sisiNYA.