KASIHAN sekali negara kita saat ini, punya presiden yang penampilannya merakyat tetapi kebijakannya justru lebih cenderung menyengsarakan rakyat.
Setidaknya, ungkapan tersebut adalah sebuah keprihatinan yang pernah dilontarkan oleh sejumlah tokoh pergerakan perubahan, di antaranya, Rizal Ramli dan Yusril Ihza Mahendra. Rizal Ramli menyebut demikian, sebab bukan hanya harga BBM (premium dan solar) yang Jokowi naikkan, tetapi gas elpiji, tiket kereta api, tarif dasar listrik juga dinaikkan. Bahkan raskin (beras untuk orang miskin) pun dihapus.
Sementara harga BBM jenis Pertamax dan Pertamax Plus sebagai kebutuhan kalangan atas sama sekali tidak dinaikkan harganya. “Kok yang dihajar rakyat menengah ke bawah..?” ujar Rizal Ramli. Dalam akun twitternya, Rizal Ramli menyebutkan betapa menyakitkan jika seorang presiden hanya penampilannya (yang) merakyat tetapi kebijakannya tidak berpihak kepada mayoritas rakyat.
Sosok ekonom senior yang sejak dulu memang dikenal sangat gigih memperjuangkan ekonomi kerakyatan ini pun mempertanyakan: “lebih penting mana, penampilan fisik yang merakyat atau kebijakan ekonomi yang berpihak untuk rakyat?” Hingga saat ini Rizal Ramli memang banyak mengkritik pemerintah. Namun setiap kritikannya selalu disertai dengan saran untuk solusinya.
Sayangnya, saran dan gagasan anggota dewan penasehat ekonomi di badan dunia (PBB) itu kerap dimentahkan pemerintah, sebab pemerintah saat ini sepertinya lebih tunduk kepada kepentingan “tuannya”. Hal senada juga dilontarkan Yusril Ihza Mahendra, “Sungguh menggelikan jika ada pemimpin yang penampilannya merakyat tapi kebijakannya malah untungkan kaum kapitalis dan merugikan rakyat”.
Menurut pakar hukum tata negara itu, pemimpin yang merakyat bukan dinilai dari penampilan semata, tetapi dari pemikiran, kebijakan, dan tindakan yang pro rakyat. “Pemimpin merakyat itu bukan soal penampilan tapi pemikiran, kebijakan dan tindakannya yang pro rakyat,” ujar Yusril.
Yusril menunjuk Presiden RI pertama, Soekarno adalah sebagai contoh. Bung Karno, menurut Yusril, penampilannya tidak merakyat. Pakaiannya necis, pakai jas dan dasi, kacamata, juga menyukai dansa dan tari lenso. Bung Karno juga punya mobil bagus, istana yang mentereng, koleksi lukisan, patung-patung, dan karya seni kelas dunia.
“Tapi siapa yang berani bilang pikiran, kebijakan dan tindakan Bung Karno tidak pro rakyat. Ada yang berani? Hehe,” celotehnya seraya menambahkan, bahwa yang ada saat ini hanyalah pemimpin yang penampilannya merakyat tapi kebijakannya justru menguntungkan kaum kapitalis bahkan cenderung merugikan rakyat.
Sebagaimana diketahui, saat Jokowi belum sebulan sebagai presiden dan juga belum memperlihatkan kerja maksimalnya, ia sudah langsung “menghajar” rakyat kecil dengan mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM jenis premium dan solar. Dan oleh sebagian besar kalangan menilai, kebijakan ini bisa dipastikan hanya menambah beban rakyat, tertutama rakyat miskin.
Kebijakan atau sikap Jokowi lainnya yang dianggap sangat berlawanan dari visi-misi yang ditawarkannya dan juga janji-janji yang diucapkannya saat kampanye, di antaranya adalah: pertama, merekrut menteri-menteri yang diduga kuat penganut keras neoliberalisme, yakni kaum yang tidak menghendaki adanya subsidi untuk rakyat.
Kedua, Jokowi mengangkat salah seorang kader Partai NasDem menjadi Jaksa Agung, yakni M. Prasetyo. Pengangkatan jaksa agung ini pun memunculkan kontroversi dan juga menuai kekuatiran dari banyak pihak. Salah satu kekuatiran tersebut adalah bahwa hukum sangat sulit untuk ditegakkan dan dijalankan secara adil apabila penanganan penerapan strategi dilakukan oleh orang partai politik.