Bagai orang yang baru siuman, Jokowi selaku presiden pun langsung memberhentikan Archandra, Senin malam (15 Agustus 2016).
Meski Johan Budi selaku Staf Khusus presiden menyebutkan, bahwa pemberhentian tersebut adalah bentuk responsif dari presiden terhadap persoalan-persoalan yang muncul. Namun di mata publik, pemberhentian itu adalah bukti ketidak-jelian dan ketidak-matangan presiden dalam memilih pembantunya (menteri).
Akibatnya, di mata publik, presiden kerja “dua kali”, dan itu adalah sebuah kekonyolan yang dipertontonkan oleh seorang Jokowi selaku presiden.
Sehingga tidak sedikit pihak pun yang mendesak agar Jokowi yang mengundur diri karena dinilai telah melakukan keteledoran serta ketidak-becusan secara berulang-ulang.
Misalnya, dulu soal Perpres No. 39 Tahun 2015, yang meski sudah ditanda-tanganinya, namun Jokowi mengaku tidak tahu-menahu mengenai Perpres tersebut.
Bahkan ia mengaku tidak sadar dan merasa kecolongan atas Perpres yang ia tanda-tangani sendiri. Dan pengakuan ini sungguh sangat berbahaya. Untung saja yang diteken itu bukan surat tentang “penyerahan” sepenuhnya negara ini kepada pihak luar.
Dan kini soal kewarganegaraan ganda dari Archandra. Apakah Jokowi harus kembali merasa kecolongan? Atau mungkinkah Jokowi adalah presiden yang sangat konyol?
Entahlah?! Yang jelas, Jokowi selaku presiden telah jelas-jelas menabrak undang-undang nomor nomor 39 tahun 2008 pasal 22 ayat 2 huruf a, bahwa syarat pengangkatan seorang menteri adalah harus Warga Negara Indonesia (WNI).
Dan dalam masalah kegaduhan Archandra itu, Jokowi sebagai presiden tak pantas menyalahkan pihak-pihak lain. Sebab, pengangkatan menteri itu adalah hak prerogatif presiden yang sebelum digunakan tentu harus sudah dimatangkan terlebih dahulu. Jadi, mau disalahkan siapa?
Namun dari “keributan” di dalam kabinet soal Archandra tersebut, setidaknya publik semakin paham mana “kegaduhan hitam” ala kelompok bandit, dan mana “kegaduhan putih” ala Rizal Ramli. Serta siapa sesungguhnya “BIANG KEGADUHAN” di dalam pemerintahan???
Artinya, dengan adanya kegaduhan terkait Archandra, membuat publik tentu akan semakin yakin bahwa biang dan sumber kegaduhan yang sesungguhnya, adalah kelompok bandit yang masih bercokol di dalam kabinet (pemerintahan) saat ini.