Alasannya adalah, pertama, Jokowi (dan Ahok) serta Jusuf Kalla nampaknya lebih “memanusiakan” pengembang daripada rakyat yang telah memilihnya. Kedua, Jokowi selaku presiden sepertinya memang sangat jelas-jelas lebih “tunduk” pada selera kelompok tertentu (termasuk parpol penjilat) dari pada harus tunduk pada kehendak rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
Dan bagi segelintir rakyat yang mengaku di medsos sebagai rakyat kalangan bawah tetapi ikut menyudutkan secara keras Rizal Ramli sebagai sosok pembuat kegaduhan, saya sarankan ada baiknya bukalah “kedok” di wajahmu, seperti Jokowi yang tak sadar telah membuka “kedoknya” yang selama ini mengaku sebagai presiden WONG CILIK tetapi sepertinya hanya lebih pas disebut presiden WONG LICIK.
Supaya paham, kenapa Rizal Ramli selalu "berteriak" ke media (bahasa Jokowi dan JK adalah: bikin gaduh), sebetulnya itu adalah cara Rizal Ramli mengadu ke rakyat tentang adanya masalah yang mengarah kepada penyimpangan.
Sebelumnya, Rizal Ramli tentulah telah lebih dulu mengadu ke “bos”, namun karena tidak ditanggapi serius, maka sebagai sosok pejuang dan pengabdi hanya kepada rakyat, maka Rizal Ramli pun lebih memilih mengadu ke rakyat. Mau ngadu ke mana kalau bukan ke rakyat???
Kalau pejabat (menteri lain) bisa "diam" dan dianggap tenang (misalnya "si Tuan Putri" dll) ketika ada masalah, itu karena mereka (menteri) itu memang berasal dari partai, --di mana ketika mereka “menemukan” suatu masalah tentunya enggan untuk berteriak, melainkan “digodok dan disajikan” di internal partai (apalagi kalau masalah menyangkut duit gede.... jangan harap bisa sampai ke telinga rakyat sebagai pemilik kedaulatan)
Namun bagi Rizal Ramli, dengan pencopotannya itu tentulah sudah ia sadari adalah merupakan risiko dari sebuah pengabdian di jalan yang benar. Sehingga saat ini, Rizal Ramli tentulah tidak perlu merasa “goyang” apalagi merasa malu karena dicopot.
Sebab, semua juga orang tahu bahwa pencopotan Rizal Ramli bukanlah karena melakukan sebuah korupsi atau penyimpangan yang dapat merugikan bangsa dan negara, melainkan membela hak-hak dan kepentingan rakyat dengan sangat tegas.
Dan ini sangat berbeda jauh dengan pencopotan yang pernah dialami oleh Jusuf Kalla (JK) ketika menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan di era Presiden Gus Dur, di mana JK ketika itu dicopot karena diketahui sedang melakukan korupsi.
Dan sejauh ini, semua juga orang tahu, bahwa keberadaan Rizal Ramli di dalam kabinet kerja jilid 1 sangat mengganggu “kenyamanan” pihak-pihak tertentu, misalnya JK, mafia migas, mafia pelabuhan, mafia reklamasi dan lain sebagainya. Olehnya itu sangat diduga kuat bahwa pencopotan Rizal Ramli tidak terlepas dari campur tangan JK, parpol-parpol penjilat, mafia migas, Ahok, pengembang, dan sejenisnya. Dan jika hal ini benar, maka sesungguhnya hak prerogatif presiden bisa dikomersialisasikan.
Dan kini, di dalam Kabinet, tak ada lagi yang bisa diharapkan menjadi “mata, telinga dan mulut Rakyat” seperti dulu yang dilakoni oleh Rizal Ramli di dalam kabinet. Selamat berpesta dan menari-nari di atas penderitaan rakyat!
Jokowi Bisa Copot Rizal Ramli Dari Kabinet,
Tapi Tidak Dari Hati Rakyat!