Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Waspadai Pers “Pelacur” dari Kekuasaan Sang Pengusaha!

18 Maret 2016   21:04 Diperbarui: 18 Maret 2016   21:34 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan Pers “pelacur” seperti ini sangat mudah dideteksi, terutama pada situasi pertarungan politik jelang pemilu atau pilkada. Selain itu, “penampakan” Pers “pelacur” seperti ini juga dapat terlihat ketika terjadi benturan sebuah kebijakan di lingkungan pemerintahan, misalnya masalah PT. Freeport, Blok Masela, dan lain sebagainya.

Dan konon, salah satu media massa yang bertolak-belakang dengan nuansa dan semangat perjuang pahlawan Abdul Muis adalah Majalah Tempo. Jika pada masa lalu Abdul Muis sebagai tokoh Pers berjuang melawan kezaliman negara luar terhadap rakyat Indonesia, Majalah Tempo saat ini justru melakukan penzaliman terhadap Rizal Ramli sebagai tokoh pergerakan sekaligus salah satu pejabat negara yang kerap tegas membela kepentingan rakyat, termasuk menghalau “nafsu” negara luar agar tidak seenaknya memaksakan kehendaknya untuk menguasai kekayaan alam negeri ini.

Mengapa Majalah Tempo dinilai melakukan penzaliman terhadap diri Rizal Ramli?

Begini cerita singkatnya, dan publik juga sebetulnya sebagian besar sudah tahu. Bahwa Rizal Ramli adalah sosok “petarung” yang pantang menyerah apapun risikonya akan tetap berhadapan dengan siapapun ketika berjuang membela hak-hak rakyat.

Olehnya itu, kehadiran Rizal Ramli di dalam Kabinet Kerja nampaknya merupakan “mimpi buruk” bagi Jusuf Kalla (JK) beserta kelompoknya. Sebab, sejak dulu Rizal Ramli memang sangat dikenal sebagai penganut ekonomi kerakyatan, sementara JK sebagai pengusaha adalah penganut ekonomi neoliberal yang kini “berlabel” penguasa itu diduga kuat akan menggunakan kekuasaannya untuk “berbisnis”.

Benar saja, sejumlah kebijakan pun dikritisi dan dikoreksi secara tegas oleh Rizal Ramli. Sebab, selain diduga ada kepentingan terselubung dari JK bersama kelompoknya, sejumlah kebijakan itu juga dinilai tidak sesuai dengan cita-cita Trisakti serta Nawacita, dan cenderung hanya menimbulkan kerugiaan bagi bangsa dan negara.

Kritik dan koreksi yang dilakukan Rizal Ramli itu pun membuat publik nampaknya makin mengerti, tentang mengapa JK dan kelompoknya begitu sangat menghendaki proyek listrik 35 ribu Megawatt. Juga publik kelihatannya makin memahami mengapa Sudirman Said selaku Menteri ESDM begitu nampak sangat mati-matian (meski menabrak aturan) demi membela PT. Freeport. Selain itu, publik juga nampaknya semakin memahami mengapa Sudirman Said begitu ngotot menghendaki metode offshore pembangunan Kilang Gas Blok Masela meski harus melawan kehendak rakyat Maluku.

Merasa “rencananya” dihalang-halangi dan “diobrak-abrik” oleh Rizal Ramli, JK bersama kelompoknya pun sepertinya kompak melakukan perlawanan kepada Rizal Ramli dengan menuding sebagai sumber kegaduhan di dalam kabinet.

Dan besar dugaan, salah satu bentuk perlawanan kubu JK tersebut adalah dengan mengerahkan kekuatan propaganda melalui media massa. Tentu saja ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengajak pihak-pihak lain (termasuk rakyat) agar dapat turut menyudutkan Rizal Ramli.

Misalnya seorang rohaniawan, Romo Benny, pada Kamis (10/3/2016) di Metro TV dalam acara Prime Time News, tiba-tiba “disulap menjelma” bak pakar Hukum Tata Negara dengan menyampaikan protes dan keberatannya terhadap Rizal Ramli yang telah melakukan penambahan kata “Sumber Daya” di belakang nomenklatur (penamaan) Kementerian Koordinator Kemaritiman. Parahnya, Romo Benny menuding Rizal Ramli telah melakukan pembangkangan karena masalah penambahan nomenklatur tersebut.

Anehnya, pada hari yang sama (Kamis, 10/3/2016), Tempo.co juga menayangkan dua judul tulisan yang berbeda namun dengan tema yang sama, yakni masalah penanganan dwelling-time. Anehnya, dalam tulisan tersebut, Tempo nampaknya sengaja memunculkan data yang sudah tak sesuai dengan kondisi saat ini (data 6 bulan lalu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun