Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Harap Negeri Ini Maju Jika Pejabat Seperti RJ Lino Dipertahankan?

2 November 2015   14:52 Diperbarui: 2 November 2015   15:08 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sehingga mengingat dari rezim ke rezim kondisi negara ini dinilai masih cukup memprihatinkan, maka rakyat tentu saja kini lebih cenderung menaruh harapan dan kepercayaan kepada sosok pejabat seperti Rizal Ramli.

Sebaliknya, publik akan cenderung berpandangan bahwa jika pejabat seperti RJ Lino dipertahankan, maka negeri ini takkan bisa maju dan berkembang. Salah satu alasannya, adalah ketika peristiwa penggeledahan oleh Bareskrim Polri tersebut RJ. Lino nampak sekali bagai orang kesurupan telepon sana-sini, seakan tak ingin disentuh oleh hukum dengan meminta pembelaan ke sejumlah menteri yang diduga adalah juga loyalis Jusuf Kalla.

Kondisi ini sangat berbeda dengan pejabat seperti Rizal Ramli yang pembawaannya tenang tapi sangat tegas karena tanpa beban. Artinya, setiap tindakan atau masalah yang dihadapi oleh Rizal Ramli samasekali tanpa diwarnai kepentingan parpol atau kelompok tertentu. Meski memang sesekali terlihat emosi, tetapi sesungguhnya itu adalah luapan idealismenya sebagai seorang tokoh penganut ekonomi kerakyatan. Makanya, jangankan RJ. Lino atau Jusuf Kalla, penguasa sekelas Soeharto pun tak gentar ia hadapi di masa silam.

Segelintir masyarakat awam mungkin akan menilai, bahwa Rizal Ramli sebagai Menko akan dicap kampungan jika melawan RJ. Lino yang hanya sebagai direktur utama itu. Sekali lagi itu memang pandangan orang awam yang menganggap tak seimbang, Menko lawan dirut, apalagi sampai harus ramai di media.

Orang awam seperti ini samasekali tak paham bahwa perubahan ke arah kemajuan yang harus dilakukan di negeri ini sudah sangat mendesak. Jika cara dan pola-pola lama yang diterapkan, seperti berunding dan berdiskusi secara internal di balik ruangan tertutup membahas masalah dugaan KKN, maka hasilnya status-quo dan pengkhianatan terhadap rakyat. Dan cara-cara seperti ini banyak terjadi dan dilakukan di masa lalu.

Jadi cara yang paling cocok memperlakukan kasus dugaan KKN di tingkat pejabat di zaman seperti saat ini adalah dibuat gaduh sebagai shock-therapy. Dengan begitu rakyat diberi kesempatan untuk dapat mengetahui masalah sekaligus ikut menilai, lalu setelah itu barulah dibahas dan dibicarakan secara internal.

Apalagi perseteruan Rizal Ramli dengan RJ. Lino itu bukanlah terletak pada masalah level jabatannya. Melainkan adalah adanya sejumlah kasus dugaan KKN serta masalah manajemen yang tak sehat di PT. Pelindo II yang dinilai dapat merugikan bangsa dan negara. Dan masalah ini kemudian diperparah dengan sikap RJ. Lino yang memperlihatkan mental buruk sebagai pejabat dengan melakukan perlawanan secara “kampungan” (nelpon sana-sini) dan terkesan angkuh karena merasa dibekingi oleh sejumlah pejabat negara, termasuk JK.

Olehnya itu, tak salah jika DPR pun kemudian tak tahan mencium adanya bau yang sangat tak sedap di tubuh PT. Pelindo II, sehingga dianggap perlu membentuk Pansus.

Dari keterangan dalam rapat Pansus Pelindo II di gedung DPR Jakarta, Kamis (29/10/2015), terungkap hampir semua fraksi geram dengan ulah dan sikap Pelindo II. “Penting bagi kita untuk merebut kedaulatan negara. Pelindo secara terang-terangan melawan hukum,” ujar Pansus dari Fraksi Demokrat.

Dan inilah tujuh pelanggaran RJ. Lino yang terungkap dalam rapat Pansus Pelindo II tesebut. Yakni “Perpanjangan kontrak JICT dengan Hutchison tidak berdasarkan aturan, ini yang pertama. Seharusnya berakhir 27 Maret 2019, tapi perpanjangan dipercepat 2014. Ini tidak ada bedanya dengan kasus Freeport,” tegas Rizal saat memberi keterangan dalam Rapat Pansus Angket Pelindo II, Gedung DPR Jakarta, Kamis (29/10/2015).

Pelanggaran kedua, ungkap Rizal, memperpanjang perjanjian tanpa melakukan perjanjian konsesi lebihh dulu dengan otoritas pelabuhan utama Tanjung Priok sebagai regulator. Artinya melanggar Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pasal 82 ayat 4, pasal 92 dan pasal 344 ayat 1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun