[caption id="" align="alignnone" width="599" caption="Ilustrasi/Abdul Muis Syam: Bung Karno, Gus Dur, dan Rizal Ramli"][/caption] RAKYAT saat ini sudah mulai ramai memperbincangkan istilah Kuda Hitam. Yakni sosok yang jarang disebut-sebut (atau tidak diunggulkan) tetapi diprediksi kuat akan memenangkan Pilpres 2014 mendatang. Sehingga tak heran, rakyat yang jenuh dengan elit parpol kini mulai tertarik untuk lebih memilih “Kuda Hitam”. Dan salah satu sosok kuda hitam tersebut adalah DR. Rizal Ramli (RR1). Mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini, saat ini adalah tokoh nasional yang selalu berapi-api sejak dulu memperjuangkan kepentingan rakyat. Sehingga tak heran jika sampai hari ini pula, hanya RR1-lah yang sering terang-terang tampil “menampar” Penguasa yang dinilai korup seperti saat ini. Sayangnya, setiap perjuangan dan pergerakan Rizal Ramli sejauh ini tidak banyak diekspos di media elektronik (Televisi). Sehingga rakyat sangat jarang mendapatkan pencerahan seputar gagasan dan ide cemerlang dari sosok pejuang demokrasi pro rakyat ini. Meski begitu, dan tanpa harus mengejar popularitas, Rizal Ramli tetap saja giat mengajak rakyat melalui berbagai gerakannya. Salah satunya adalah mengajak rakyat agar tidak menjual suara kepada parpol korup pada saat Pemilu. Sebab, jika rakyat masih mengulang kebiasaan buruknya itu, maka negara ini akan kembali jatuh ke tangan penguasa korup. Dan ajakan Rizal Ramli itu sepertinya tidaklah sia-sia. Sebab, dari hasil survei yang dilakukan Cirus Surveyors Group menunjukkan, bahwa menjelang Pemilu 2014, tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik semakin menurun. Dan mayoritas masyarakat telah menyatakan tidak percaya dengan kinerja dan performa partai politik. Dilansir rmol, Direktur Riset Cirus Surveyors Group, Kadek Dwita Apriani menyebutkan, kepercayaan terhadap parpol saat ini sudah sangat menurun lantaran salah satu pilar demokrasi tersebut terjerembab dalam berbagai kasus korupsi. “Hanya 9,4 persen saja yang masih percaya dengan partai politik. Sisanya sebanyak 40 persen tidak percaya dan 39,2 persen kurang percaya,” ungkap Kadek dalam diskusi bertema ‘Missing Point Dalam Penyerapan Aspirasi Rakyat’ di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Minggu (5/1). Sebagai pemerhati politik, saya tak heran dengan hasil survei yang telah diungkapkan oleh Cirus. Sebab, fenomena saat ini kenyataannya memang sudah sangat banyak rakyat yang tidak mau perduli lagi dengan parpol. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya pula rakyat yang tidak tahu nomor urut masing-masing para parpol peserta Pemilu. Dan tentu saja ini merupakan gejala yang menunjukkan, bahwa rakyat sudah mulai jenuh, kecewa dan bahkan tidak simpatik lagi terhadap parpol. Sehingga dari situ, rakyat tentunya akan lebih cenderung untuk mencari sosok Kuda Hitam dari non-parpol untuk dapat didukung dan dimenangkan dalam pilpres 2014 mendatang. Jika kondisi seperti ini tak mampu dibaca atau bahkan disepelekan oleh kalangan parpol, yakni dengan memaksakan diri secara arogan untuk tetap memajukan Capres dari kalangannya (petinggi parpolnya) yang terindikasi korup, maka parpol tersebut diyakini akan ditinggalkan oleh rakyat. Kejenuhan dan kekecewaan terhadap parpol ini membuat kemudian rakyat merindukan pemimpin yang mampu membangkitkan dan menjalankan ajaran Soekarno dan Gus Dur sebagai roh perubahan. Sebab, pemerintahan SBY jilid I dan II ini, proses transformasi ajaran-ajaran Soekarno benar-benar tidak mampu dijalankan. Yakni terbukti dengan banyaknya kasus korupsi yang diduga pegiatnya justru dari istana hingga ke kelurahan, pemerintah yang masih doyan menambah utang negara, defisit keuangan negara yang terus terjadi, pemerintah gemar menaikkan harga BBM dan LPG. Begitu pun dengan penegakan hukum yang masih lemah, mafia pajak dan peradilan yang masih leluasa beraksi, kalangan minoritas yang masih dikerdilkan, tempat-tempat pelayanan umum yang masih menyajikan diskriminasi terhadap rakyat kecil, dan lain sebagainya. Ajaran Trisakti Soekarno di era pemerintahan SBY sungguh benar-benar seakan dijadikan “sampah” yang tak bernilai apa-apa. Ajaran Trisakti Bung Karno tersebut mencakup, pertama, berdaulat dalam politik; kedua, berdiri di atas kaki sendiri (berdikari atau mandiri) di bidang ekonomi; ketiga, berkepribadian dalam kebudayaan. Padahal, Fidel Castro pernah secara terbuka mengakui bahwa dirinya telah mengadopsi ajaran-ajaran Presiden RI pertama ini untuk dijadikan acuan guna memajukan negara dan bangsanya hingga seperti saat ini. Sungguh sebuah ironi. Begitu pun dengan ajaran Pluralisme Presiden RI keempat, Gus Dur, yang mampu membawa pencerahan dan kesejukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sungguh sangat didambakan bisa kembali dibangkitkan untuk kebaikan seluruh rakyat Indonesia yang beranekaragam. Gus Dur tidak ingin melihat bangsa ini terpecah hanya karena perbedaan suku, agama, bahasa, warna kulit, dan lain sebagainya. Gus Dur justru melihat keanekaragaman dan perbedaan yang ada di negeri ini adalah merupakan kekuatan bangsa Indonesia. Sehingga itu, dalam kondisi negara yang seakan tak punya arah dan kehilangan jatidirinya seperti saat ini, rakyat tentunya sangat merindukan munculnya pemimpin baru yang mampu menghidupkan kembali ajaran-ajaran dari kedua mantan Presiden RI tersebut. Dan jika Tuhan memberi restuNYA dari langit dan bumi kepada Rizal Ramli sebagai Pemimpin di negara ini pada Pilpres 2014 mendatang, maka Rizal Ramli bertekad menghidupkan ajaran Bung Karno, juga ajaran Gus Dur tersebut. “Mari kita jalankan pikiran Bung Karno dan Gus Dur. Saya percaya Indonesia akan hebat dan makmur seperti negara-negara (yang sudah besar) lain,” ajak RR1 selaku Capres Konvensi Rakyat dalam gelaran debat publik yang diselenggarakan oleh Komite Konvensi Rakyat di Aula Balai Adika Hotel Majapahit Surabaya (Minggu, 5/1). Rizal Ramli bertekad untuk menjadikan Indonesia nantinya sebagai negara yang tidak akan didikte dan dijajah oleh Barat di bidang ekonomi, politik, dan budaya. Salah satunya, Rizal Ramli sebagai ekonom senior memastikan diri akan menolak campur tangan IMF. Rizal Ramli sangat mengetahui, bahwa Indonesia sejak Orde Baru menjalankan pembangunan ekonominya di bawah bayang-bayang IMF sehingga terpuruk dalam krisis moneter (krismon) yang berkepanjangan dan menimbulkan beban utang yang terus membengkak hingga hari ini, yakni karena bersamaan dengan tetap dilanjutkannya “budaya” utang oleh rezim saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H