Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

“Bahasa Diplomasi” Jokowi-JK Menjengkelkan

24 Desember 2014   16:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:33 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1419388011433091443

Mengenai jembatan penghubung Blok G dan Blok F yang bergeser dari konstruksinya pada April 2014, Jokowi yang saat itu masih sebagai Gubernur pun seolah lepas tangan. Padahal, jembatan yang dinanti-nanti oleh pedagang Blok G ini miring sekitar 10-15 derajat karena pergeseran tersebut. “Jembatan kayak gitu urusan Dirut Pasar Jaya. Enggak usah gubernur. Itu urusan kecil kok, enggak usah gubernur,” kata dia.

Begitu pun pada Kamis, 28 Agustus 2014, Kanopi di Gedung Blok G Kompleks Balai Kota mendadak roboh, dan Jokowi yang saat itu telah menjadi Presiden terpilih enggan menjelaskan secara baik-baik. “Kanopi ditanyakan ke saya? Tanya ke Dinas Perumahan, itu bangunan tahun berapa itu?” ucapnya.

Terlebih lagi dengan kasus korupsi pengadaan bus Transjakarta yang sempat heboh lantaran bus yang baru didatangkan dari negeri Tiongkok itu dalam keadaan berkarat, yang kemudian mendapat desakan dari beberapa kalangan agar segera memeriksa Jokowi selaku gubernur yang bertanggungjawab atas pengadaan bus tersebut.

Dan ketika ditanyai seputar kasus korupsi bus Transjakarta tersebut, Jokowi hanya menjawab, “itu sudah masuk wilayah hukum. Sudah masuk wilayah hukum, wilayah hukum, wilayah hukum. Sudahlah, bukan urusan saya lagi.”

Dari contoh pernyataan dan tanggapan seperti di atas menandakan, bahwa Jokowi adalah pemimpin yang tak ingin disalahkan, pemimpin yang memaksakan semua yang dikatakannya adalah benar dan yang lainnya adalah salah, pemimpin yang hanya ingin menyerahkan masalah negatif kepada orang atau pihak lain, sementara sesuatu yang positif adalah menjadi miliknya.

Jika Jokowi benar-benar bermental pemimpin cerdas yang bersahaja, arif dan bijaksana, harusnya kebiasaan berbahasa dan bergaya diplomasi seperti itu sebaiknya segera dihilangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun