Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Saat ini Bukan Jokowi, Tapi JK?

11 Januari 2015   03:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:23 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_345755" align="alignnone" width="600" caption="Ilustrasi/Abdul Muis Syam"][/caption]

SELAKU seorang tokoh yang sudah lanjut usia dan tergolong pengusaha kaya raya, Jusuf Kalla (JK) seharusnya memanfaatkan posisi dan jabatannya yang saat ini sebagai wakil presiden, yakni dengan benar-benar mengabdikan hidupnya sebaik dan searif mungkin untuk bangsa dan negara ini.

Kalau perlu, duit pribadinya yang melimpah itu kiranya bisa didermakan sebagian kepada rakyat yang masih susah hidupnya. Caranya, JK harus memegang data riil nama-nama dan identitas orang miskin yang dianggap memang perlu diberi modal usaha dalam memperbaiki taraf hidupnya.

Atau paling tidak, JK bisa “mendesak” Presiden Jokowi agar dapat mengeluarkan kebijakan yang bisa meringankan beban hidup rakyat. Bukan seperti saat ini, di mana rakyat kecil benar-benar dicekik dan dihajar habis-habisan melalui kebijakan menaikkan harga BBM, Tarif Dasar Listrik (TDL), Kereta api (transportasi), gas elpiji, dll.

Sehingganya amatlah disayangkan, kesempatan kedua yang diperoleh JK sebagai wapres itu sepertinya malah hanya dimanfaatkannya sebagai “kesempatan emas” untuk kembali memperkaya diri dengan meraup keuntungan buat kelompok perusahaannya.

Coba dilihat saja, kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi saat ini sangat cenderung di sisi kanan-kiri lebih menguntungkan pihak JK. Artinya, kebijakan-kebijakan Jokowi kanan-kiri “oke” buat JK. Atau dengan kata lain, satu kali mendayung, dua-tiga pula terlewati. Artinya lagi, satu kebijakan Jokowi, kanan-kiri bisa bernilai keuntungan buat JK.

Misalnya saja alasan pengurangan subsidi energi (BBM, TDL, elpiji) disebutkan adalah untuk mengalihkan anggaran subsidi tersebut dengan melakukan hal-hal yang lebih produktif, yakni membiayai berbagai kegiatan pembangunan infrastruktur.

Artinya, perusahaan-perusahaan JK bisa sangat mungkin terlibat dalam kegiatan pembangunan infrastruktur yang dibiayai dari hasil pengurangan subsidi energi tersebut.

Begitu pun dengan kenaikan harga energi (BBM, TDL, Elpiji) sebagai konsekuensi dari hasil pengurangan subsidi energi itu, tentunya akan membuat perusahaan JK yang bergerak di bidang jual-beli energi bisa meraup untung cukup besar. Intinya, pengurangan subsidi “yes-oke”, kenaikan harga energi juga “yes-oke”. Artinya, kanan-kiri oke.

Tapi JK dalam hal ini tak bisa disalahkan sepenuhnya. Sebab, boleh jadi pada saat kampanye Pilpres 2014, JK kemungkinan besar jauh lebih banyak mengeluarkan cost-politik. Sehingga JK merasa wajar apabila “menuntut” Presiden Jokowi agar dapat mengeluarkan kebijakan yang bisa menguntungkan dirinya, atau paling tidak bisa balik modal.

Sehingganya, kebijakan Presiden Jokowi di bidang energi itu sangat patut dinilai hanya sebagai kebijakan “bisnis” yang begitu amat menguntungkan JK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun