Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Saat ini Bukan Jokowi, Tapi JK?

11 Januari 2015   03:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:23 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420893862241446273

Dan betapa kebijakan Jokowi di bidang energi itu saat ini adalah seluruhnya dipandang berasal dari keinginan kuat JK.

“Sebenarnya yang lebih nafsu ingin menaikkan harga BBM adalah Pak Jusuf Kalla. Bahkan, pengamatan saya, beliau (JK) sudah ber­manuver jauh sebelum kam­pa­nye. Ini sangat luar biasa. Dari zaman ke zaman sangat ambisius ingin mencanangkan program listrik 5.000 megawatt. Tapi be­lum terlaksana sampai sekarang,” tutur salah seorang anggota DPR faksi PDIP, Effendi Simbolon.

Andai saja pernyataan Effendi Simbolon itu benar, maka itu boleh dikata Presiden kita saat ini bukanlah Jokowi tetapi Jusuf Kalla. Sebab, Jokowi nampaknya lebih tunduk dan lebih menuruti apa yang dikehendaki oleh JK dibanding yang diinginkan oleh rakyat.

“Saat kampanye lalu, Pak Jokowi menyampaikan untuk mensejahterakan rakyat. Mana ada kenaikan harga BBM bisa mensejahterakan rakyat?” lontar Effendi Simbolon.

Padahal untuk mengatasi masalah subsidi energi (BBM, TDL, Elpiji) Effendi Simbolon bersama ketua DPD-RI lebih cenderung dan sepakat dengan gagasan yang ditawarkan oleh Dr. Rizal Ramli. (Baca: Ini Cara Rizal Ramli Agar Subsidi BBM Aman dan Tepat Sasaran)

Sayangnya, gagasan Rizal Ramli yang  lebih pro-rakyat itu diabaikan oleh Jokowi dan lebih memilih memenuhi selera serta “perintah” JK untuk mengurangi subsidi dan menaikkan harga BBM.

Begitu pun dengan kebijakan menaikkan harga elpiji, publik menilai bahwa kenaikan elpiji tersebut bisa ditebak adalah kebijakan yang berasal dari kehendak JK. Sebab, jangan lupa, JK punya perusahaan “jualan” gas elpiji.

Kebijakan-kebijakan Jokowi di bidang energi itu memang dinilai sangat aneh bin ajaib, sebab di saat harga minyah mentah dan gas dunia mengalami penurunan, Jokowi malah menaikkan harganya. “Ganti saja nama elpiji menjadi eljeka,” lontar Rizal Ramli yang selama ini selalu berusaha memberi gagasan terbaik untuk kebaikan bersama, terutama untuk kepentingan rakyat kecil.

Dari situ, sangat terasa sekali bahwa Jokowi dalam mengambil dan mengeluarkan kebijakan adalah seakan hanya berdasar pada arahan dan desakan langsung dari JK. Sehingga sekali lagi, remote kekuasaan kini berada di tangan JK, bukan Jokowi.

Penilaian terhadap JK lah yang kini menjadi presiden, bukan Jokowi, juga pernah dikatakan oleh seorang pengamat komunikasi politik, Effendi Gazali.

Ia mengatakan, Indonesia tidak hanya memiliki satu presiden, tapi bahkan sampai empat presiden dalam satu tahun. Ini dikarenakan adanya pengaruh besar dibalik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun